JIKA MAWAR GUGUR

sering kali kita berselisih paham
bayang-bayang mana akan memisahkan
keangkuhan, simpang jalan, atau tangan takdir?
begitulah pisau waktu mengiris-iris perjalanan

kita sepasang kupu-kupu dimabuk kepayang
begitu mencintai mawar
nikmat serupa apa belum kaurasakan?
harum mawar, manis madu atau tajam duri?

perdebatan, rindu dan benci kian menyatukan
–mengekalkan

“jangan takut kehilangan, jangan ragukan kesetiaan!”

jika mawar gugur

dan hanya menyisakan kelopak layu
tenanglah
akan selalu mekar bunga-bunga puisi
di hatiku
di hatimu

jangan pernah ada air mata
hingga kau dan aku tiada
semerbak kata-kata akan mewangi sampai ke surga
ke surga

Tayem, 21 Agustus 2023

KUNANG-KUNANG CAHAYA REMANG

tidak ada yang dapat kubagi
harta benda, cinta, kasih sayang, perhatian
aku hanya punya sekeping puisi
yang lemah majas, tak cukup imajinasi

seperti sedang berperang harga diri
sebutir jeruk lebih menggoda untuk dinikmati
sepotong baju membuat lebam cemburu
air mata sepanjang sungai hatiku

tiap malam aku mimpi jadi rembulan
tenggelam di matamu
nyatanya aku hanya kunang-kunang cahaya remang
hilang di balik rimbun ilalang

Tayem, 25 Agustus 2023

PURNAMA KE SERIBU

ini purmana ke berapa?
sudah kesekian ribu
engkau kerap tidur
kemudian bangun dari ranjang ingatan—masalalu

sejuta puisi leleh jadi abu
habis dilumat perih
oh lukaku!

Tayem, 27 Agustus 2023

AKU PILIH MARUN KAU SUKA UNGU

hidup kadang memang begitu
tak sesuai inginmu
sebagai bunga yang tak pernah layu
yang hanya mencintai sajak-sajak gila penyair senja
aku sering kali pura-pura
bahagia di atas kelopak kata-kata
dibuai-rayu metafora

aku sering kali lupa
pada realitas hidup yang tak pernah alpa
menyapa hati retak kaca

“seiring tapi tak sejalan atau sejalan tapi tak seiring?
aku pilih marun kau suka ungu.”

Tayem, 27 Agustus 2023

JIKA HANYA SEBATAS LAYANG-LAYANG PUTUS

layang-layang putus benang
melayang-layang tak tahu pulang
ke langit kenang atau ke bumi mimpi?
surga kecil di dalam diri

jangan benci angin
yang menghempas-terbangkan ingin
hanya seutas benang ditarik ulur angan dan sayang
bukan tali temali terikat janji

jangan kaugantung awan
di wajah langit yang coba mengusir suram
bisa mengundang deras hujan air mata
karena biru jauh di pandangan

yang retak bukan tanah di musim kemarau
yang patah bukan ranting-ranting kering
yang berserak bukan daun-daun gugur
tapi hatiku yang dulu rajin kau sirami
lalu kau tinggal pergi

Tayem, September 2023

Dwita Utami, seorang perangkat desa penyuka puisi, tinggal di Desa Tayem Kabupaten Cilacap. Karya-karyanya tersebar di sejumlah surat kabar lokal, media daring, dan buku antologi puisi bersama. Meraih penghargaan sebagai Insan Pustaka Kabupaten Cilacap Tahun 2022.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *