Oleh Ulan Juni

Pada akhirnya bumi meminta raga untuk kembali padanya. Daging yang sesungguhnya tercipta dari segumpal tanah dan akan melebur kembali di dalamnya.

Malam belum larut namun tidak juga sore ketika seorang lelaki mendapat kabar tentang kepergian yang tak kembali, dalam keadaan lapar yg dibarengi dengan rasa ingin buang air besar seketika semua rasa itu hilang oleh kabar yg datang dari sebuah pesan singkat namun makna yang begitu dalam menusuk hati.

“Yah, Mama sudah meninggal!”

Di bacanya rasa tak ingin percaya berjalan dari belakang ke depan rumah berulang lelaki itu lakukan menangis meraung, bergumam menyalahkan dirinya, beberapa kali telpon genggamnya berdering dengan orang yang berbeda, terdengar lelaki itu marah dan kecewa.

Setelah dia mampu lebih tenang lalu dia mencari sebuah foto seorang perempuan dengan penuh penyesalan dia mengelus berulang sambil menangisi foto itu.

Malam hampir larut lelaki itu mulai tenang menunggu pagi untuk penerbangan awal menuju kota Medan, berharap masih dapat berjumpa dengan perempuan dalam foto itu, namun sesampainya di sana yang dia jumpai hanyalah jasad yang terbujur, dengan wajah yang tak lagi berbinar, terdiam tak bersuara. Raga yang telah menjadi jasad dan akan siap di antarkan ke peristirahatan terakhirnya.

Tiada sempat maaf terucap,
Tiada sempat melihat senyumnya.
Tanpa pesan perempuan dalam foto itu pergi tak kembali.

Menangis di atas pusara dengan indah warna-warna bunga sambil ingin memeluk seorang gadis remaja di sampingnya, namun tangan kecilnya menepis pelukan lelaki itu, terlihat seolah marah dengan wajah yang begitu kecewa permintaan maaf pun mungkin saat itu tak akan mampu mengurangi rasa kecewa dan marahnya.

Dua hari berlalu lelaki itu kembali mendatangi pusara perempuan dalam foto itu. Dia berjanji dalam sedih dan penyesalannya akan memperbaiki semua yang pernah salah dan merawat putri semata wayang mereka, namun keadaan berkata lain puteri si remaja yang di sebelah lelaki kala itu di hari pemakaman yang nampak marah itu seolah tak menerima keberadaannya. Keadaan yang menambah kesedihan, membuat lelaki itu memutuskan untuk kembali ke Jakarta.

Sepanjang perjalanan yang tak membutuhkan waktu lama namun mampu membawanya pada masa yang panjang ingatan atas perempuan dalam foto itu. Pada masa di mana lelaki itu berjumpa wajah muda belia dan lugu yang di ganggunya ketika sedang bersama teman lelakinya, keusilan yang biasa dilakukan anak muda kala itu.

Waktu berjalan tanpa sengaja mereka berjumpa kembali hingga kedekatan mulai terjalin. Hubungan yang semula datang dari keusilan si lelaki yang sedikit punya niat hanya bermain dengan perempuan dalam foto itu.

Sampai pada suatu hari lelaki itu melihat perempuan dalam foto itu sedang membawa setumpuk cucian sebuah pekerjaan untuk gadis-gadis di kampung kala itu, lelaki yang berniat hanya bermain dengan perempuan itu tersentuh dan terenyuh hatinya dengan wajah polos yang sedikit lelah dengan tumpukan cucian yang di bawanya, lelaki itu pun mengurungkan niatnya untuk mempermainkan perempuan itu.

Mulai saat itu si lelaki menjalin hubungan yang serius dengan perempuan itu, namun perjalanan hubungan itu tak berjalan mulus karna bedanya sebuah keyakinan yang tak mendapat restu dari orang tua mereka terutama orang tua perempuan dalam foto itu. Namun cinta yang tak lagi mudah dibendung terus berjalan sampai pada hadirnya buah cinta mereka.

Kehidupan pada sebuah rahim yang juga menambah sulitnya menggapai restu untuk dapat terus bersama, restu semakin jauh tak bisa didapatkan keduanya, amarah yang semakin menjadi membuat hubungan mereka pada akhirnya terpisah.

Pergilah pada akhirnya lelaki itu ke ibu kota dengan berat langkahnya namun harus tetap berjalan pergi demi lebih baiknya keadaan untuk perempuan dalam foto itu juga untuk sebuah kehidupan yang masih di dalam rahim.

Kabar datang melalui telepon setelah beberapa bulan lelaki itu berada di ibu kota, kabar bahwa akan lahirnya buah cintanya dengan perempuan dalam foto itu, bergegas kembali tanpa berpikir lagi dengan perasaan senang bahagia, mungkin lelaki itu akan segera berjumpa setelah berbulan terpisah.

Dan lahirlah gadis kecil cantik buah cinta yang mungkin merasakan sulitnya perjalanan cinta kedua orang tuanya, bayi yang akhirnya meluluhkan restu, namun tak semudah pemikiran kita, lelaki itu hanya diijinkan bertanggung jawab atas kelahiran bayi itu saja, boleh datang membawa uang dan makanan dari mulai sore hari hingga pukul 9 malam saja,

Ya.. itu sudah membuat lelaki itu senang dan dia lakukan setiap harinya namun itu pun hanya sampai pada usia si bayi 6 bulan saja, setelah itu si lelaki tak lagi dibolehkan datang dan berjumpa dengan perempuan dan bayinya itu betapa hancur sehancur-hancurnya lelaki itu rasakan ketika kebahagiaan yang dibatasi waktu saja masih dihancurkan.

Dalam kehancuran tak dapat lagi logika berpikir, dosa, rasa takut tak lagi ada menghalangi, sebuah pisau kecil yang lelaki itu tancapkan ke arah perutnya, namun sebuah pisau itu tak Tuhan izinkan menusuk apa lagi merenggut nyawa lelaki itu, pisau itu masih kalah keras dengan perut si lelaki, datang seorang teman yang melihat dan memberi nasehat menyadarkan lelaki itu bahwa itu tak harus dia lakukan, tepukan dan nasihat seorang teman menyadarkan lelaki itu atas hal yang tak seharusnya dia lakukan

Hari demi hari yang berjalan begitu berat, rindu yang tak bisa lagi dibendung membuatnya selalu mencari cara bagaiman bisa berjumpa dengan keduanya cara yang selalu tak berhasil hingga dia hanya bisa melihat dari kejauhan dan mendengar suara tangis seorang bayi perempuannya, semua itu tak dapat mengobati rindu hanya menambah pedih pada hatinya akhirnya lelaki itu memutuskan pergi dan kembali ke Ibu kota.

Lima tahun kemudian 1994, Lelaki itu kembali mencari kabar tentang perempuan dan bayi kecil yang dia tinggalkan dulu, seorang teman memberi kabar tentang anaknya yang akan lewat di tempat lelaki itu kini berada, waktu yang ditunggu telah tiba, berjalan seorang anak kecil yang berusia sekitar lima tahun tak jauh dari tempat lelaki itu berdiri di panggillah anak kecil itu, namun yang terjadi anak itu membalas bukan dengan sahutan tapi dengan tangisan penuh takut pada orang yang tidak dia kenal, terdengar tangisan itu pada seorang nenek lalu dilihatnya lelaki itu dengan wajah yang mungkin benci dia menarik dan membawa pergi anak kecil dari hadapan lelaki itu.

Waktu yang sudah begitu lama, rindu yang tak terhitung, berjumpa namun tak dapat menyapa betapa nestapa terasa. Lelaki itu tak dapat lagi menahan rindu pada anak itu, dicarinya perempuan itu ibu dari buah hatinya, bagaimana pun dia harus bisa bertemu dengan keduanya, lelaki itu meminta alamat pada sahabatnya mencari tahu keberadaan perempuan dari buah hatinya, tidak butuh waktu lama lelaki itu menemukan perempuan itu dan meminta untuk di pertemukan dengan putri kecilnya, perempuan itu tidak mengelak dia mempertemukan putri kecilnya dengan lelaki itu tak lagi menghiraukan ketidak sukaan orang tuanya terhadap lelaki itu sebab dia tahu rindu dan kasih sayang lelaki itu terhadapnya dan putri kecil mereka dari saat itu tak membutuhkan waktu lama lelaki itu meminta dan meyakinkan perempuan itu untuk hidup bersamanya merajut rumah tangga membesarkan putri mereka, perempuan itu tak lagi berpikir dia menerima pinangan lelaki yang sudah lama terpisah karena restu yang tak didapat dari orang tuanya.

Di bawanya perempuan itu kepada orang tua lelaki itu mereka menikah dengan keyakinan pihak lelaki, mereka lalu tinggal di Jakarta namun sayangnya putri kecil mereka tak boleh dibawa serta ke Jakarta oleh sang nenek ibu dari perempuan itu, karena perbedaan keyakinan di antara mereka yang masih menjadi jarak antara dua pasangan dengan orang tua perempuan itu.

Namun itu tak menjadi sebuah masalah untuk dua pasangan ini, mereka tetap pindah ke Jakarta dan menjalani rumah tangga dengan tetap bisa mengurus anak mereka dari kejauhan dengan sesekali pulang dan berjumpa dengan putri mereka.

Bahagia romansa berumah tangga berjalan sesuai dengan janji lelaki itu pada si perempuan, sampai pada waktu yang tak dapat dihentikan apa lagi terulang, goda asa menyapa hingga janji tak lagi berteman dengan pasti, hanya luka dan kecewa melanda.

Kekecewan yang perempuan itu rasakan atas pengkhianatan yang lelaki itu lakukan membawanya kembali pada orang tuanya dengan putri kecil mereka yang sudah tumbuh remaja, dengan luka hati dan juga raga yang mungkin sudah tidak lagi sehat.

Tersentak! Suasana pesawat yang sedikit mencekam kala itu, menyadarkan lelaki itu dari ingatan masa lalu yang membawanya pada penyesalan mendalam, cuaca buruk yang membuat pesawat yang dia tumpangi sedikit berkendala, tak ada cemas ataupun takut yang dirasa seperti penumpang lainnya justru dia berharap lebih baik pesawat itu jatuh bersamanya, agar penyesalan dan rasa bersalah ikut serta hilang dan mati bersamanya.

Ada pergi yang tak kembali, Ada sesal yang memang harus kau sesali.
Cinta bukan tentang besar atau kecil.
Tapi tentang bagaimana menghargai.
Tak perlu janji pada cinta.
Sebab janji tak selalu berteman dengan pasti
Karna pada akhirnya hanya Dia pemilik pasti tentang janji

Kau hanya pecinta raga.
Yang kapan saja bumi akan meminta.
Sedang jiwa sesungguhnya Dia lah pemilik-Nya.

15 Mei 2024

Ulan Juni. Pegiat Komunitas Taman Baca PEKA, Tangerang.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • 19 tahun kemudian sang putri mengetahui POV si lelaki
    Dendam tak lagi ada
    Amarah sudah lama sirna
    Yg tinggal hanya harapan sang putri bahwa si lelaki tak perlu lagi hidup dalam penyesalan dan rasa bersalah.
    Berbahagialah
    Karna putrimu pun bahagia atasmu