MENUJUMU

Jalan berbatu yang linu dan pegal
diciptakan untuk melengkapi serpihan syukur
yang kerap terlewat di atas jalan beraspal
yang ngantuk dan dengkur

Pemalang, Agustus 2023
 
RUANG TUNGGU

Minggu yang kaku
Membawaku pada secangkir teh
beraroma melati, sepi, dan penantian
Kuhirup harum kesunyian berikut anyir kegelisahan
Kuharap kau jangan melestarikan ruang tunggu
lebih-lebih tanpa bangku

Pemalang, Agustus 2023
 
RANJANG

Pada suatu sunyi yang menggenang
di kelopak mata
di atas permukaan air mata

Kupungut hatimu yang berguguran di bawah ranjang
Kurangkai kembali agar tidak rentan terurai
Kubalut dengan doa ibu untuk satu, padu, dan merdu

Tersebab, hinggap di atas ranjang
Membuat hatimu kesulitan berkicau

Kebumen, Maret 2023

PEMIKUL BATU

Sebagaimana buruh yang hidup hanya menunggu dawuh
Dipakainya bajunya yang kumal dan kusam
terbuat dari getir dan asamnya kehidupan
Dipikulnya batu-batu yang cadas dan keras
dengan tangannya yang mungil sekaligus kecil
Dari satu doa ke doa selanjutnya
derap harapnya melangkah terbuka
Dipungutnya nasi-nasi yang menempel di batunya
dan tercecer di sepanjang jalannya

Satu-satunya yang ia khawatirkan
adalah dijauhkannya keluarganya
dari asap segar yang mengepul
dari tungku dapur

Purwokerto, Mei 2023

Fajrul Alam, lahir di Kebumen. Kecanduan kopi dan gorengan. Saat ini mengenyam kuliah di UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri sekaligus menjadi Tim Asesor puisi di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban. Karya-karyanya pernah masuk di beberapa buku antologi puisi, majalah, media online.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *