Berhala Berkalung Kampak
Maka, sepulang dari pesta hari raya, penduduk Babilonia gempar. Mereka terkejut sekali melihat patung-patung sembahan mereka hancur lebur berantakan. Tempat ibadah mereka porak peranda.
“Siapakah orang yang telah menghacurkan tempat ibadah dan tuhan-tuhan kita?” Mereka bingung dan bertanya-tanya dalam hati.
“Terkutuklah dia,” kata seseorang
“Celakalah dia,” sahut yang lain dengan kemarahan yang amat sangat.
Tiba-tiba salah seorang dari mereka berteriak: “Aku tahu… Aku tahu siapa yang melakukan ini semua! Pasti Ibrahim! Bukankah selama ini Ibrahim selalu menghina tuhan-tuhan kita?”
“Ya betul sekali! Pasti ini perbuatan Ibrahim!” teriak yang lain.
“Ayo kita tangkap dia,” teriak pemimpin mereka.
“Ayo… ayooo…” sahut yang lain dengan penuh semangat.
Beramai-ramai lalu mereka berangkat menuju rumah Nabi Ibrahim. Sepanjang perjalanan mereka mengutuk dan memaki-maki Nabi Ibrahim dengan kata-kata kasar. Begitu sampai di rumah Nabi Ibrahim, orang-orang itu berteriak-teriak penuh kemarahan.
“Hai Ibrahim keluarlah!”
“Kau telah menghancurkan tuhan-tuhan kami. Kau harus bertanggung jawab!”
Sesaat kemudian Nabi Ibrahim keluar dari rumahnya. Beliau nampak tenang dan tak sedikit pun nampak di wajahnya rasa takut. Ia hadapi kaumnya yang berteriak-teriak marah dengan tersenyum. Belum sempat Nabi Ibrahim berkata apa-apa, orang-orang yang sudah dibakar kemarahan itu segera menubruk dan segera menggiringnya dengan paksa ke tempat ibadah mereka yang sudah berantakan. Tepat di hadapan patung-patung yang berserakan, seorang pemimpin kaum Babilonia bertanya dengan marah yang ditahan-tahan.
“Hai, Ibrahim engkaukah yang sudah menghancurkan tuhan-tuhan kami?”
Dengan tenang Nabi Ibrahim menjawab pertanyaan itu. “Berhala yang paling besar itulah yang telah melakukannya,” katanya sembari menunjuk berhala yang berkalung kampak di lehernya.
“Tanyakan saja kepada berhala itu…”
Mendengar jawaban Nabi Ibrahim itu orang-orang diam seketika. Sang Pemimpin kaum Babilonia bingung harus berkata apa. Setelah dengan susah payah menahan marahnya, ia pun bicara sebisanya. “Hei Ibrahim, jangan ngaco kamu. Engkau kan tahu kalau berhala-berhala itu tak bisa bicara. Karena itu…”
“Iya… berhala-berhala itu memang tak bisa bicara, tak bisa mendengar dan melihat. Mana mungkin kami bisa bertanya kepadanya,” teriak yang lain.
Mendengar kata-kata banyak orang itu, Nabi Ibrahim merasa mendapat peluang untuk menunjukkan kebodohan mereka terhadap penyembahan kepada berhala-berhala tersebut.
“Kalau berhala-berhala itu tak bisa bicara, tak bisa melihat dan mendengar, mengapa kalian menyembah benda yang tidak bisa memberi manfaat?”
Nabi Ibrahim mengajak kaumnya untuk berpikir. Beliau juga mengingatkan tentang kewajiban manusia untuk menyembah hanya kepada Allah saja. Akan tetapi setan sudah bersemayam di hati orang-orang Babilonia, terus menerus membisiki mereka bahwa Ibrahim telah mengina tuhan-tuhan mereka.
Akhirnya, diam-diam orang-orang Babilonia itu membuat rencana keji terhadap Nabi Ibrahim yang telah menghina dan menhancurkan tuhan-tuhan mereka. Pemimpin kaum Babilonia melaporkan kejadian penghancuran berhala yang menjadi tuhan-tuhan mereka itu kepada Raja Namrud.
Raja Namrud, yang dikenal sebagai raja yang kejam sangat terkejut ketika mendapat laporan dari pemimpin kaum Babilonia tentang perbuatan Nabi Ibrahim yang menghacurkan berhala di tempat-tempat ibadah kaum Babilonia itu. Ia teringat akan mimpinya, dulu sebelum Nabi Ibrahim lahir. Dalam mimpi itu, seorang bocah telah melompati kepalanya sehingga mahkotanya terjatuh dan hancur. Sekarang Raja Namrud menduga-duga, arti mimpinya itu. Kiranya anak kecil dalam mimpinya itu tak lain adalah Nabi Ibrahim!
“Ibrahim telah menghancurkan tuhan-tuhan penduduk Babilonia. Sebentar lagi dia pasti akan menghancurkan kerajaanku. Ini sungguh berbahaya,” geram Raja Namrud dalam hati.
Maka, Raja Namrud segera memerintahkan para pejabatnya menyusun rencana jahat untuk membakar Nabi Ibrahim dan memerintahkan rakyat Babilonia untuk mengumpulkan kayu bakar.
“Kumpulkan kayu-kayu di lapangan! Tumpuk dan susun setinggi mungkin. Biar semua orang bisa menyaksikan kematian Ibrahim dalam keadaan hina,” perintah Raja Namrud dengan sombongnya. Ia sengaja melaksanakan acara pembakaran Ibrahim itu di depan orang banyak dengan maksud dan tujuan agar tak ada lagi orang yang berani menentangnya.
Tidak lama kemudian terkumpulah kayu bakar terkumpul sampai menumpuk seperti bukit yang tinggi menjulang. Nabi Ibrahim segera dibawa ke tempat pembakaran dengan tangan terikat. Nabi Ibrahim nampak tenang. Beliau pasrah kepada Allah, karena beliau merasa bahwa apa yang sudah ia lakukan adalah mengikuti perintah Allah semata.
Orang-orang suruhan Raja Namrud segera memegangi tubuh Nabi Ibrahim, dan api mulai dinyalakan membakar tumpukan kayu yang membukit. Api segera berkobar-kobar menjilat-jilat udara menyebarkan hawa panas ke sekitar. Kaum Babilonia yang mengelilingi tempat tersebut merasa ngeri, akan tetapi mereka tak beranjak dari tempat berdirinya. Mereka ingin segera melihat Nabi Ibrahim dihukum.
“Ayoo… segera lemparkan pengacau itu ke dalam api,” teriak Raja Namrud dengan sombong dan bengis.
Perintah segera dilaksanakan. Nabi Ibrahim dilemparkan ke dalam kobaran api. Suasana sangat mencekam. Raja Namrud tersenyum puas. Si pengacau kerajaan sudah dimakan api menjadi abu. Kaum Babilonia bersuka ria.
Sementara itu di tengah kobaran api merasakan ada mukzizat Allah yang luar biasa. Api yang menjilat-jilati tubuhnya, terasa lembut, tak ada rasa panas sedikit pun. Kehendak Allah telah menjadikan api yang berkobar panas membakar tumpukan kayu tersebut menjadi dingin sejuk di tubuh Nabi Ibrahim.
Tidak lama kemudian, ketika kobaran api mulai padam dan tumpukan kayu telah menjadi abu terjadilah keajaiban. Ketika orang-orang bersiap-siap akan meninggalkan tempat itu, tiba-tiba Nabi Ibrahim muncul dari tumpukan abu dalam keadaan segar bugar. Kaum Babilonia sangat terkejut. Terheran-heran sampai mulut menganga namun tak bisa berkata-kata.
Nabi Ibrahim bersyukur kepada Allah karena telah diselamatkan dari kobaran api yang dahsyat membakar tubuhnya. Setelah itu sejumlah kaum Babilonia segera menyatakan keimanan mereka. Bahkan putra Raja Namrud sendiri ikut menjadi orang yang beriman. Beriman kepada Allah.
Tak henti-hentinya Nabi mengucapkan puji syukur kepada Allah. Sementara itu Raja Namrud amat sangat marahnya karena putranya telah mengikuti ajaran Nabi Ibrahim. Raja Namrud semakin yakin akan prasangkanya kalau Ibrahim telah menghancurkan harga dirinya, juga kerajaannya. Maka segera dipanggillah Nabi Ibrahim menghadap ke istana.
“Engkau benar-benar sesat, Ibrahim! Engkau telah menyihir orang-orang Babilonia dan putraku mengikuti ajaranmu! Engkau membuat mereka menyembah Tuhanmu. Padahal akulah tuhan yang sebenarnya!” begitu kata Raja Namrud sembari menunjuk-nunjuk Nabi Ibrahim dengan kemarahan yang meluap-luap.
Nabi Ibrahim dengan tenang menjawab kemarahan Raja Namrud. “Engkau bukan Tuhan, engkau hanya seorang raja. Seorang manusia seperti aku. Tuhan yang sebenarnya adalah Allah. Dia lah yang wajib disembah. Allahlah yang berkuasa atas kehidupan dan kematian. Hidup dan mati saya ada dalam kekuasaan Allah.”
“Engkau memang bodoh, Ibrahim! Engkau pikir hanya Tuhanmu yang bisa memberi kehidupan dan kematian? Aku juga bisa melakukannya,” teriak Raja Namrud dengan garang, lalu memerintahkan kepada seorang pejabat istana: “Hei Menteri! Segera bawa dua orang hamba kemari.”
Pejabat istana itu segera melaksanakan perintah. Dua orang hamba segera dibawa ke hadapan sang raja. Raja Namrud lalu menghunus pedangnya, lalu mendekati dua orang hamba yang gemetar ketakutan. Dengan sombongnya Raja Namrud berkata kepada Nabi Ibrahim: “Ibrahim yang bodoh, lihatlah. Aku bisa mematikan satu orang ini dan menghidupkan yang lainnya.”
Pedang pun berkelebat ke salah satu hamba yang segera kelojotan tewas. Nabi Ibrahim ngeri melihat kekejaman Raja Namrud. Akan tetapi beliau tak ingin berdebat soal hidup dan mati dengan raja yang sombong dan kejam itu. Maka berkatalah beliau dengan sabar.
“Tuhanku menjalankan matahari dari timur ke barat. Jika engkau memang berkuasa, jalankanlah matahari itu dari barat ke timur.
Raja Namrud bingung, tak bisa menjawab. Hatinya jadi geram. “Orang ini benar-benar anak yang dulu datang dalam mimpiku,” katanya pelan kepada dirinya sendiri.
Sambil menahan geram, otaknya yang licik itu mencari cara untuk mengalahkan Nabi Ibrahim. Maka katanya: “Hai Ibrahim! Aku ingin menantang Tuhanmu! Buktikan kalau Dia bisa berperang melawanku!”
Nabi Ibrahim kaget mendengar permintaan Raja Namrud. Beliau khawatir kalau azab Allah akan turun di Babilonia. Sementara itu Raja Namrud segera menyiapkan pasukan perangnya. “Hei Ibrahim. Suruh Tuhanmu dan tentaranya melawan pasukan tentaraku!” teriak raja dengan sombongnya.
Sejenak kemudian, muncul awan hitam menggantung di langit yang ternyata adalah ribuan ekor nyamuk yang terbang secepat kilat menyerang Raja Namrud dan pasukannya.
“Wadaauuwww….! Panas… Aduh… Toloong…. Sakit… Aduh… Panassss….!” teriak pasukan perang Raja Namrud yang kocar-kacir lari serabutan karena kesakitan disengat pasukan nyamuk yang membuat mereka menjadi lemah tak berdaya dan akhirnya pada bergelimpangan mati.
Raja Namrud yang berada di tengah-tengah pasukannya jadi panik. Sekarang baru menyadari akan kekuasaan Tuhan yang disembah oleh Nabi Ibrahim. Raja Namrud berusaha untuk lari menyelamatkan diri. Akan tetapi seekor nyamuk yang paling besar mengejarnya dan langsung menyusup masuk menyerang ke dalam hidungnya.
“Waaaw… sakiiittt…!” teriak Raja Namrud kesakitan. Kepalanya serasa mau pecah, sakitnya naudzubilah min dzalik. Badannya kelojotan sebentar, lalu tubuh orang yang mengaku bisa melawan Tuhan itu, mati dengan mata mendelik. Raja yang gagah perkasa dan sangat berkuasa itu tak berdaya melawan seekor nyamuk.
Nabi Ibrahim dan para pengikutnya bersyukur karena dihindarkan oleh Allah dari serangan tentara nyamuk maut. Selanjutnya Nabi Ibrahim bersabda kepada kaumnya. Bahwa setelah mendapatkan azab yang pedih di dunia, orang-orang seperti Raja Namrud dan bala tentaranya, akan mendapat siksa yang lebih perih di akhirat.
Dan orang-orang Babilonia yang telah beriman itu menjadi saksi bahwa Raja Namrud dan pasukannya yang gagah perkasa, musnah hanya karena melawan nyamuk, mahluk kecil sederhana ciptaan Allah. Bagaimana seandainya Allah memperlihatkan kekuasaan-Nya yang lebih besar?
Wallahu alam bi sawab.
Cerita sebelumnya: https://mbludus.com/kisah-nabi-ibrahim-bagian-1/
19 Ramadhan 1442 H
Diceritakan kembali oleh Abah Yoyok