Dahulu kala, sungai Tulang Bawang yang ada di daerah Lampung, terkenal sebagai sungai yang angker. Banyak orang yang hilang jika berlayar melewati sungai itu. Menurut cerita penduduk yang tinggal di sepanjang pinggiran sungai tersebut, mereka hilang karena dimakan oleh buaya ganas, si penghuni sungai.
Diceritakan bahwa pada suatu hari masyarakat di sebuah desa yang terletak di pinggir sungai Tulang Bawang itu heboh. Seorang gadis cantik bernama Aminah hilang lenyap, entah kemana. Hampir seluruh penduduk kampung mencarinya ke setiap pelosok, tapi Aminah tak ditemukan. Bahkan tak juga ditemukan satu petunjuk di mana kira-kira si gadis Aminah berada. Kedua orang tuanya bingung dan panik. Curiga, jangan-jangan anak gadisnya sudah jadi korban keganasan buaya penunggu sungai Tulang Bawang!
[iklan]
Sementara itu, ketika para penduduk sibuk mencari-cari, di dalam sebuah goa besar yang tak jauh dari pemukiman penduduk, seorang gadis terbaring dalam keadaan lemah tak berdaya. Ternyata gadis itu adalah si Aminah yang sedang dicari-cari oleh orang tuanya dan orang-orang kampung. Setelah sadar dari pingsannya, Aminah mengucek-ucek matanya sembari menengok ke kiri dan kanan memperhatikan sekitar. Alangkah terkejutnya ia ketika menyadari bahwa ternyata dirinya ada dalam sebuah Goa. Pelan-pelan ia berusaha untuk bangkit. Semakin ia terkejut ketika melihat ada banyak harta karun yang tak ternilai harganya berupa emas, permata dan intan berlian serta pakaian yang indah-indah. Selagi ia terheran-heran, tiba-tiba terdengar sebuah suara serak-serak parau dari sudut gua yang agak gelap dan sejenak kemudian muncul seekor buaya yang sangat besar dan mengerikan. Buaya itu bisa bicara. “Jangan takut…! Seperti yang kau lihat, aku memang seekor buaya, tapi asalku adalah manusia seperti kamu juga. Aku dikutuk karena perbuatanku yang buruk. Namaku Somad. Karena itu panggil saja aku Somad.”
“Oh…”
“Pekerjaanku merampok di sungai Tulang Bawang. Harta benda yang kurampok kusimpan dalam gua ini. Dan juga ketahuilah, di Goa ini ada terowongan rahasia yang bisa tembus langsung ke desamu. Tak ada yang mengetahul terowongan itu.”
Dengan tubuh yang masih gemetar, Aminah berusaha untuk menghilangkan rasa takutnya dan menyimak baik-baik ucapan sang Buaya yang menyeramkan itu. Sepintas ia menyadari bahwa ternyata ada jalan rahasia menuju kampungnya dari dalam Goa tersebut. Dalam hati ia berharap bisa keluar dari Goa. Walaupun kiranya Sang Buaya itu baik hati kepadanya banyak memberi hadiah perhiasan emas dan permata atau apapun yang ia suka. Ia tetap tidak merasa nyaman tinggal dalam Goa bersama seekor Buaya yang menyeramkan dan kesepian itu. Ia merasa kalau sang Buaya suka kepadanya, bahkan bisa jadi mencintainya karena pada dasarnya ia adalah seorang manusia yang kena kutukan. Sewaktu-waktu bisa berubah kembali menjadi manusia dengan sarat tertentu. Ada gadis yang mencintainya, misalnya. “Hiiyy…! Tak ingin aku punya kekasih seekor buaya,” teriak Aminah dalam hati.
Pelan-pelan, Aminah mulai teringat kejadian mengapa ia sampai berada di dalam Goa bersama buaya itu. Kemarin ia berada di tepi sungai untuk membuang sampah, tiba-tiba ada sesuatu yang kuat dan besar menyambar dirinya. Ia seperti tenggelam ke dasar sungai. Ia tak sadarkan diri, dan tahu-tahu berada di dalam Goa bersama sang Buaya.
Aminah pun coba menyusun rencana untuk kabur. Ia pura-pura menuruti kemauan si Buaya. Tapi diam-diam ia menunggu kesempatan yang baik untuk meloloskan diri melalui jalan rahasia seperti yang telah diceritakan oleh Sang Buaya. Sampai pada akhirnya ketika si Buaya tertidur dan membiarkan pintu guanya terbuka. Aminah segera menggunakan kesempatan ini untuk keluar melalui terowongan rahasia yang sempit dan berbatu licin. Setelah menyusuri terowong yang sempit dan licin itu, tak lama kemudian ia berhasil keluar dan melihat sinar matahari.
Betapa gembiranya hati Aminah karena sudah berhasil keluar dari gua yang menyeramkan itu. Akhirnya ia bisa kembali ke desanya dengan selamat. Kembali hidup tentram dan bahagia bersama keluarganya. Adalah sebuah hikmah yang dapat dipetik dari perjumpaannya dengan Sang Buaya tersebut. Bahwa harta yang berlimpah ruah tidak menjamin hidup bahagia. Buaya dalam Goa itu memang kaya raya tapi ia kesepian dan menderita akibat perbuatan jahatnya dulu.
***
Dapoer Sastra Tjisaoek, Agustus 2010
Diceritakan kembali oleh: Abah Yoyok