Roti Buaya Lambang Cinta
Ada banyak macamnya jenis kuliner tradisional Betawi yang tak hanya unik namanya, tapi bisa bikin lidah bergoyang saking enaknya. Salah satu di antaranya dan masih tetap populer sampai saat ini adalah Roti Buaya. Roti manis berbentuk buaya yang ukuran panjangnya sekitar 50 sentimeter sampai 100 sentimeter. Roti ini biasanya muncul pada saat prosesi pernikahan adat Betawi. Dibawa oleh rombongan calon pengantin lelaki sebagai barang bawaan atau oleh-oleh untuk calon pengantin perempuan.
Mendengar kata buaya, selain merasa seram juga timbul pikiran negative dalam diri kita. Dalam istilah modern sekarang ini, Buaya Darat misalnya, adalah sebutan untuk lelaki yang tak setia atau dalam cerita silat Cina adalah seorang lelaki yang bergelar Penjahat Pemetik Bunga atau Pendekar Mata Keranjang. Waw!
[iklan]
Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah: “Bagaimana mungkin roti dengan nama buaya bisa hadir dalam sebuah acara pernikahan?” Panjang ceritanya.
Mengapa Roti Buaya selalu hadir menghiasi acara pernikahan masyarakat Betawi? Ternyata Roti Buaya ini selain merupakan salah satu bawaan calon pengantin pria untuk pengantin perempuan dalam acara pernikahan atau lamaran orang Jakarta asli, bisa dikatakan kalau roti ini telah menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh calon pengantin lelaki di dalam pernikahan adat betawi.
Lalu mengapa rotinya berbentuk buaya? Dulu, orang-orang Betawi yang kebanyakan pada tinggal di sekitar bantaran sungai, umumnya sudah akrab dengan binatang yang bernama buaya ini. Buaya menjadi hewan yang dianggap suci oleh orang Betawi sejak zaman leluhur. Seekor buaya buaya hanya kawin satu kali, dan mempunyai satu pasangan seumur hidupnya. Atas dasar kepercayaan inilah, maka orang Betawi menggunakan buaya sebagai simbol kesetiaan dalam perkawinan.
Selain sebagai symbol kesetiaan, Roti Buaya juga melambangkan kesabaran. Nilai kesabaran tersebut diambil atas dasar prilaku seekor buaya yang selalu sabar ketika mengintai saat memburu mangsanya. Ada juga yang beranggapan bahwa Roti Buaya itu sebagai lambang kejantanan seseorang.
Konon katanya, Roti Buaya ini mulai dikenal oleh orang-orang Jakarta, dulu ketika bangsa Eropa masuk ke Indonesia. Simbol pernikahan yang dimiliki bangsa Eropa pada waktu itu adalah Bunga. Karena tak ingin kalah dan tak mau meniru budaya Eropa, orang Betawi membuat simbol sendiri dalam adat pernikahannya. Maka dibuatlah Roti Buaya sebagai symbol cinta kasih.
Pada awal kemunculannya, Roti Buaya dibuat dengan tekstur yang keras, hambar, dan tak bisa dimakan. Semakin keras rotinya, semakin bagus kualitasnya, dan semakin awet. Di hari pernikahan, Roti Buaya tidak akan dimakan pengantin atau dibagi-bagikan kepada karib kerabat, tetapi hanya sebagai pajangan saja yang kemudian disimpan di atas lemari pakaian yang ada di kamar pengantin dan dibiarkan sampai hancur membusuk. Hikmah yang tersirat dari hal ini adalah menggambarkan bahwa pasangan yang menikah akan langgeng . Tidak akan berpisah kecuali ajal datang menjemput.
Secara Tradisi Betawi, Roti Buaya tidak untuk dimakanaApalagi dibagi-bagikan. Akan tetapi dalam perkembangannya, seiring dengan perubahan zaman, sekarang ini Roti Buaya dibuat dengan tekstur yang lebih lembut sehingga dapat dimakan. Seusai acara pernikahan, Roti Buaya dibagi-bagi kepada para tamu, kerabat kerabat yang masih jomblo dan belum menikah dengan harapan akan segera dapat jodoh, dan segera menyusul untuk menikah. Mereka percaya siapapun yang memakan Roti Buaya tersebut akan lebih mudah mendapatkan jodoh di kemudian hari.
Roti buaya dibuat sepasang betina dan jantan. Dipilihlah Roti Buaya ini oleh masyarakat Betawi sebagai simbolisasi yang melambangkan kemapanan dan kesetiaan pasangan suami istri sampai seumur hidup. Filosofi inilah yang membuat Roti Buaya sampai saat ini menjadi simbolisasi pernikahan adat Betawi, dengan harapan agar kedua mempelai hidup setia sampai mati. (AY)
Referensi:
https://food.detik.com
https://www.liputan6.com
https://id.wikipedia.org