Sabtu, 14 Desember 2019 di Basement Universitas Syekh Yusuf Tangerang (Unis) begitu ramai dan sesak. Hampir seluruh mahasiswa-mahasiswi yang tergabung dalam ‘Panggung Hitam’ mengadakan kegiatan apresiasi sastra dan kesenian dengan mengambil tema Sastra dalam Bingkai Hak Asasi Manusia.

“Kita dari Unit Kegiatan Mahasiswa dibantu dengan komunitas-komunitas mahasiswa di Unis ini sudah 11 kali mengadakan apresiasi satra, seni dan budaya. Harapannya, wawasan kita sebagai mahasiswa semakin luas dan kita bisa selalu terus kreatif,” ucap Ahmad Fadli selaku Penanggung Jawab acara.

Sementara itu Santi Rika Andriyani selaku ketua panitia mengatakan bahwa tema kali ini tentang sastra dalam bingkai Hak Asasi Manusia sebagai bentuk penyambutan atau semacam memeriahkan hari Hak Asasi Manusia yang jatuh pada 10 Desember 2019 lalu. Pentingnya kiranya para mahasiswa-mahasiswi yang lahir di era tahun 90an mengetahui sejarah kelam reformasi dan pelanggaran HAM untuk demokrasi yang dapat dinikmati oleh kita semua sampai saat ini.

[iklan]

Acara sangat meriah, setelah dibuka MC dan sambutan dari Presiden Mahasiswa Abdurrahman Rizki, tampilah paduan suara dari divisi musik Unit Kegiatan Mahasiswa Unis tangerang yang diketuai oleh Obay Wahyu. Kemudian, penampilan Tari Lenggang Nyai dari divisi tari yang diketuai oleh Debby Krismiyati Harsoyo. Setelah penampilan pembuka, Abah Oyo seorang budayawan di Tangerang menyampaikan sejarah Sunda di Tangerang dan Perlawanan Rakyat Pribumi pada penjajah. Lalu, Divisi Teater yang diketuai oleh Iqbaludin menampilkan Teaterikal Puisi dan dilanjut dengan Penampilan Demisioner oleh Apang, Cacing, Anton. Rini Intama, seorang penyair perempuan yang beberapa kali bukunya mendapatkan Anugerah Hari Puisi Indonesia turut hadir dan memeriahkan acara dengan membacakan puisi-puisinya.

Setelah itu, Karvng Nyavva sebuah kelompok teater eksperimental yang digawangi oleh Yoga Ghafara kali ini tampil memukau berkolaborasi bersama mahasiswa dari Universitas Pamulang, mereka menampilkan Teater Tubuh dengan diiringi musik-musik elektrik dan bernuansa distorsi. Mereka menjadikan tubuh sebagai media dialog untuk menghadirkan makna yang dapat disaring pemahamannya oleh penonton. Semua bersorak kagum setelah mereka mengakhiri pementasannya.

Kemudian, Nana Sastrawan seorang penulis yang tinggal di tangerang menyampaikan paparannya dalam makalah yang diberi judul ‘Sajak Suara dan Kutukan Wiji Thukul’ di sini, Nana Sastrawan memberikan informasi kepada yang hadir siapa itu Wiji Thukul, apa pengaruhnya terhadap perjuangan demokrasi dan kasus HAM yang menimpanya hingga saat ini pun belum diketahui di manakah Wiji Thukul pasca kerusuhan Mei 1998. Nana Sastrawan menawarkan cakrawala berpikir pada mahasiswa-mahasiswi yang hadir untuk menyadari pentingnya pengetahuan sejarah para pelaku-pelaku sastra yang memberikan kerja nyata pada perkembangan demokrasi di Indonesia.

Usai terjadi diskusi yang komunikatif tentang HAM, Divisi Tari pun menghadirkan kembali penampilan Lenggang Cisadane Tari Kreasi agar suasana semakin menjadi cair kembali, kemudian dilanjut penampilan dari divisi musik. Hingga acara ditutup, para mahasiswa dan mahasiswi masih bertahan di basement kampus Unis meskipun waktu sudah menunjukan pukul 00.00 WIB. (15/12/19)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *