Untung ada mobil jemputan pegawai. Kalau tidak, 99,9% bisa dipastikan kantong Paijo akan semakin babak belur. Bisa-bisa seminggu hanya 3 kali masuk kantor lantaran separuh gajinya harus dialokasikan untuk biaya transportasi. Sungguh kejam transportasi di negeri ini. Beraninya hanya “morotin” rakyat kecil. BBM naik, transport ikut naik. BBM normal, dia cari alasan untuk naik. BBM turun, bertahan nggak mau turun. Kupret! Pada bisa ngatur transportasi nggak sih?

Dari sisa gaji Paijo yang tinggal separuh itu, pas-pasan untuk biaya sekolah kedua anaknya yang duduk di bangku SMP dan SMA. Lalu, bagaimana dia dan keluarga bisa makan setiap harinya? Wallahualam bi sawab. Hanya Tuhan yang tahu, bagaimana caranya Paijo bisa bertahan hidup.

[iklan]

Memprihatinkan memang. Menyedihkan, bahkan. Tapi Paijo tak ingin tenggelam dalam kesedihan. Hidup ini sudah susah mengapa harus dibuat susah kalau memang bisa dibuat senang. Setiap hari naik mobil jemputan gratis dan bisa tidur lagi. Sampai di kantor bisa main komputer sepuasnya, main game, facebook atau keluyuran di dunia maya. Kerjaan nggak banyak, hanya melayani Boss saja. Lebih banyak bengong daripada kerja, setiap bulan terima gaji. Apa nggak enak?

Begitulah pegawai negeri. Tak perduli apakah dia rajin atau malas, pintar atau goblok, loyal atau tidak loyal pada pimpinan, gaji tetap diterima sesuai dengan pangkat, golongan, dan jabatan. Kadang-kadang ada juga rejeki tambahan atau rejeki dadakan yang besar kecilnya tergantung kebijakan pimpinan atau atasan. Makin pintar seorang bawahan ‘nyosor’ pimpinan, akan semakin banyak kemungkinan untuk mendapatkan rejeki tambahan tersebut.

Paijo bukan sok idealis, tapi urusan sosor menyosor dia memang nggak bisa. Paijo tak mengenal yang namanya basa basi. Jelek dia bilang jelek, bagus dia bilang bagus. Salah ya salah, benar ya benar. Tak ada dalam kamusnya bahwa yang namanya pimpinan tak pernah salah. Nggak bisa begitu, pimpinan juga manusia, pasti pernah bersalah. Sesuatu yang salah hukumnya wajib untuk dibetulkan.

Karena tidak ikutan ABS (Asal Boss Senang) maka resiko yang paling ringan adalah jarang dapat rejeki tambahan. Kalau tokh juga dapat, porsinya lebih kecil dari teman-teman yang full luar-dalam siap melayani sang atasan. Paijo tak mau repot soal itu. Rejeki bukan di tangan atasan. Rejeki ada di tangan Tuhan. Karena itu Paijo justru berusaha mencari tambahan dengan caranya sendiri. Kertas-kertas bekas yang terbengkalai di ruang kerja ia kumpulkan dan rapihkan karena laku untuk dijual. Berikutnya cangkang tooner bekas Laser Printer juga ia kumpulkan. Nilai jualnya jauh lebih lumayan dibanding kertas bekas. Paijo optimis untuk menekuni bisnis barang bekas ini. Nggak perlu pusing mikirin modal. Cukup hanya dengan modal dengkul, kuat malu dan semangat baja, usaha pasti akan berjalan lancar.

Kenyataannya pun demikian adanya. Mungkin karena Tuhan sayang pada Paijo, bisnis barang bekasnya itu berjalan lancar. Paijo pun mencari lagi peluang yang kira-kira bisa dimanfaatkan. Komputer. Daripada hanya untuk facebook-an atau selancar di dunia maya ke situs-situ yang mengasyikkan, mendingan juga dimanfaatkan untuk sekali-kali menerima order ketikan atau cetakan.

Tak disangka-sangka, Paijo pun menemukan peluang yang sebelumnya tak pernah terlintas dalam pikirannya. Jualan Tanda Tangan!

Ternyata tanda tangan juga bisa jadi duit. Tanda tangan absen rapat, dapet uang rapat. Tanda tangan SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas) dapet uang sekian persen dari jumlah biaya. Tanda tangan lembur, dan banyak lagi kegiatan yang membutuhkan tanda tangan.

Tapi Paijo tidak ikut rapat, tidak pergi dinas, tidak lembur, tidak…

Jadi tanda tangan itu…?

Ah, yang penting niat aku sekedar membantu mereka yang butuh tanda tangan koq. Apa aku salah. Kalau dari tandatangan itu kemudian aku dapat uang, apa ini bukan rejeki namanya…?

Gimana ya? Ah, nanti sajalah aku tanyakan ke Pak Ustadz. Yang penting tambahan uangnya dulu, deh. He he he….

(AY)

***

Tjisaoek, Juni 2020

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *