Zuhal Zurrfiki Hakim, bisa dipanggil Zuhal atau kalau di Jogja orang memanggilnya Hakim. Begitulah penyair pembesut puisi-puisi yang tayang kali ini, memperkenalkan diri. Puisi memang mempunyai bahasanya sendiri, demikianlah kata sementara kritikus Puisi. Sehingga tidak heran jika terkadang pembaca menemukan kata yang sama sekali penuh misteri: apa sesungguhnya arti dari kata-kata di dalam puisi, hampir tanpa kata kunci yang bisa digunakan untuk memindai arti dari bait ke bait.
Meskipun demikian, ada satu di antara pembaca dengan senang hati tetap menelusuri kata demi kata, bahkan huruf demi huruf di dalam puisi.
Terkesan begitu misterinya, dan mampu menarik keingintahuan pembaca akan makna yang terkandung di dalam puisi. Seolah senapas dengan gaya panggil nama.
Puisi-puisinya pun serasa memberi kebebasan pada pembaca untuk mengaduk-aduk makna yang tersurat dan atau pun arti yang tersirat. Puisi-puisi Pria kelahiran Sorong ini, yang kemudian hijrah ke Ngawi, terus ke Tangsel, kemudian ke Solo, dan kuliah di Jogja, memang mempunyai daya pikat yang sulit untuk dijelaskan dengan kata, hanya bisa dirasakan saja.
Lihat saja beberapa baitnya: / Wajah pun jadi biru
Bukan pilu/ Teman untuk taman yang mati/ Saling balas, istilahnya/Baik pun benar/
Ibarat kopi yang terhidang, tinggal teguk saja, diseruput pelan, rasakan sampai tetes akhir sang kopi. Tak perlu memperdebatkan dari mana buah kopi dipetik, dan bagaimana bisa sampai di meja serta dihidangkan bersama makanan ringan malam hari. Teguk saja, dan rasakan sensasinya… (redaksi).
MELEPAS DERAS
Jadilah ia serupa cemara perbukitan
Jadilah ia serupa belantara pegunungan
Jadilah ia serupa nirwana
Jadilah ia serupa kelana
Jadilah ia serupa telaga
Seumpama ia hanyut
Jelaga tertawan lalu terjerat
Hal-hal begitu rumit
Rangkul tangannya erat
Setumpahnya ia,
Seluruhnya ia
Selesainya ia membasahi diri
Sedang matahari sembunyi
Sesekali mengintip malu-malu
Wajah pun jadi biru
Bukan pilu
Segera usap bahunya yang mengeras
Selesainya ia menjadi deras
HARI DUDUK UNTUK BERDIRI
Taman untuk teman yang sepi
Teman untuk taman yang mati
Sepi untuk yang mati
Mati untuk yang menyepi
Membungkus sekarung sepi
Lalu membawanya pergi
Menjauh dari sisi ramai
Agar tak ada lagi yang menghampiri
ABADI
Nama yang abadi sekiranya dipertukarkan
Menepati janji demi janji
Saling balas, istilahnya
Baik pun benar
Jangan lupakan seremoni
Kalau ingin terus abadi
Jangan lupa potret
Kalau ingin terus awet
Zuhal Zurrfiki Hakim, bisa dipanggil Zuhal atau kalau di Jogja orang memanggilnya Hakim. Lahir di Sorong September 1996. SD di Ngawi, SMP di Tangsel, SMA di Solo, sempat berkuliah di Jogja, Fakultas Hukum tepatnya. Tapi tak kunjung selesai, dan akhirnya “transfer” kampus di Tangerang. Menyukai puisi semenjak hal-hal yang telah lewat tak kunjung usai. Berbagai tulisan menyebar di sekian banyaknya platform menulis. Ada di IG, Wattpad, Tumblr, Medium, dan juga blog pribadi. Sedang mengumpulkan tulisan dan menyuntingnya untuk diterbitkan menjadi buku.