Ceritanya, Mbah Samin masuk barber shop ingin cukur rambut, kumis dan jenggotnya yang hanya beberapa lembar. Kebetulan barber shop sedang sepi. Sambil dicukur, Mbah Samin dan Si Tukang Cukur ngobrol ngalor ngidul ngetan ngulon, mulai dari isu teroris, bom bunuh diri,  tabung gas meledak, jembatan rubuh, kemiskinan, sulit cari kerja, korupsi, pandemi Covid 19, mafia peradilan sampai persoalan politikus busuk dan situasi negara yang terasa makin semrawut, sampai akhirnya mentok ke urusan Tuhan.

Tukang Cukur itu bilang, “terus terang saja, Mbah. Saya nggak yakin kalau Tuhan itu ada.”

Mbah Samin terkejut, “Oh may gat!”

“Sederhanya saja, Mbah,”  lanjut  Si Tukang Cukur, “coba saja sampeyan lihat ke luar sana, ternyata Tuhan itu memang benar-benar nggak ada.”

Mbah Samin menghela nafas. Diam tanpa kata-kata.

“Tolong jelaskan pada saya,” sambung Si Tukang Cukur itu, ”kalau memang benar Tuhan itu ada, tentunya tidak akan ada dong yang namanya kesengsaraan dan penderitaan. Tuhan apa yang membiarkan sengsara dan derita terjadi berkepanjangan di sekitar kita? Tuhan apa, Mbah? Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang?”

Mbah Samin semakin diam. Ia tak ingin menanggapi omongan Si Tukang Cukur itu karena khawatir pembicaraan semakin jauh ngelantur dan emosinal. Selesai cukur, Mbah Samin ingin segera kabur. Tetapi ketika membuka pintu, ia melihat seseorang lewat di muka barber shop. Rambutnya panjang, kumis dan jenggotnya cukup lebat, mengesankan kalau dia sudah lama dia tidak pernah ke Tukang Cukur. Selintas timbul ide di otak Mbah Samin. Ia memanggil Si Tukang Cukur itu agar datang mendekat.

“Saya yakin sekarang.”

“Yakin soal apa, Mbah?”

“Bahwa sebenarnya yang namanya Tukang Cukur itu tidak ada.”

Si Tukang Cukur bengong sejenak. “Bagaimana mungkin Mbah bisa bilang begitu. Saya ini siapa kalau bukan Si Tukang Cukur itu?”

Mbah Samin menggeleng, “Bukan. Kamu adalah Boneng, bukan Tukang Cukur. Tukang Cukur itu tidak ada.”

“Tapi, Mbah…”

“Coba sampeyan lihat orang itu,” kata Mbah Samin sambil menunjuk ke luar, “kalau memang benar tukang cukur itu ada, maka tidak akan ada orang yang rambutnya panjang acak-acakan,  kumis dan jenggotnya lebat tak terawat seperti orang itu.”

“Itu salah dia sendiri. Tukang Cukur ada di mana-mana, mengapa dia tidak mau datang ke salon saya untuk dicukur,” kata Si Tukang Cukur memberi argumentasi.

Mbah Samin tersenyum, “pinter juga sampeyan. Saya kasih nilai seratus untuk jawabannya.”

Boneng Si Tukang Cukur tersenyum bangga, Mbah Samin menepuk bahunya dan berkata lagi. “Tuhan itu sesungguhnya ada. Yang terjadi pada umat manusia, termasuk sampeyan, adalah karena mereka malas, bahkan tidak mau mendatangi Tuhannya. Itulah sebabnya mengapa terlihat begitu banyak penderitaan terjadi di muka bumi ini.”

Mbah Samin lalu melangkah keluar salon. Boneng, Si Tukang Cukur, bengong di tempat. Sampai-sampai ia lupa untuk menagih ongkos cukur yang belum dibayar oleh Mbah Samin.

 

***

Dapoer Sastra Tjisaoek, 19.10.21

 

Ocehan sebelumnya (4): https://mbludus.com/mbah-samin-ngoceh-4/
Ocehan selanjutnya (6): https://mbludus.com/mbah-samin-ngoceh-6/

 

 

 

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *