
Di Kabupaten Solok, Sumatera Barat ada Danau Kembar yang dikenal juga sebagai Danau Di Atas dan Danau Di bawah. Mengenai Kedua danau ini ada cerita menarik tentang Legenda terjadinya Danau Kembar yang sudah dikenal masyarakat secara turun temurun.
Dahulu kala ada seorang yang sudah sangat tua bernama Niniak Gadang Bahan yang badannya tinggi besar. Sehari-hari kerjanya adalah membelah kayu untuk dijadikan papan sebagai dinding rumah atau keperluan lainnya. Niniak Gadang ini makannya hanya sekali seminggu. Sekali makan kira-kira menghabiskan nasi sebakul. Setiap kali berangkat ke hutan untuk menebang pohon, ia selalu membawa kampak yang besar. Untuk mendapatkan kayu yang baik, ia harus naik menuju hutan yang ada di atas bukit. Setelah beberapa hari berada dalam hutan dia akan pulang dengan membawa beberapa helai papan yang telah jadi dan langsung membawa papan tersebut ke pasar untuk di jual. Dari hasil penjualan papan tersebut dia menghidupi keluarganya.
Pada suatu hari ketika Niniak Gadang berangkat ke hutan, di tengah hutan tempat dia bisa lewat tertutup oleh mahluk yang menutupi jalan. Niniak Gadang kaget, mahluk apa gerangan ini yang menutupi jalannya. Niniak Gadang berusaha untuk mengusirnya. Makhluk tersebut diam saja tak bergerak, tapi tiba-tiba balik menyerang dirinya. Ternyata makhluk ini adalah seekor ular naga yang lumayan besar dan panjang. Dengan tangkas Niniak Gadang mengelak dari serangan sang Naga. Jiwa pemberaninya langsung terusik dan ingat akan petuah nenek moyang yang langsung mengalir ke seluruh tubuhnya. Dengan gagah berani ia hadapi sang Naga dengan kampak mengacung ke atas, dan katanya: “Lawan tidak di cari, kalau bertemu pantang mengelak.”
Maka terjadilah perkelahian yang sangat dahsyat. Dengan gerakan yang lincah Niniak Gadang mengayun-ayunkan kampak besar di tangannya. Beberapa kali Sang Naga mampu mengelak dari sabetan kampak. Tapi akhirnya dengan sebuah gerak tipu yang jitu, Naga pun tidak bisa mengelak dari sabetan kapak yang tepat mengenai lehernya. Sang Naga pun menyerah tak berdaya, dan nyaris hampir mati kehabisan darah di lehernya yang nyaris hampir putus itu. Niniak Gadang segera menyingkirkan tubuh naga yang sudah tak berdaya itu agar tak menghalangi jalannya.
Tidak berapa kemudian Niniak Gadang kaget, ternyata Sang Naga tersebut tidak mati. Dengan susah payah Sang Naga tersebut menggerakkan tubuhnya hingga menyerupai angka delapan. Kiranya Naga tersebut sedang sekarat menanti ajalnya datang. Darah Sang Naga mengalir begitu deras sehingga memerahkan daerah di sekitar tubuhnya sampai melebar cukup jauh.
Akan halnya kejadian itu membuat masyarakat di desa sekitar kejadian tersebut tertarik dan penasaran ingin melihat ada apa sebenarnya, maka berduyun-duyunlah mereka mendatangi tempat kejadian. Sesampainya mereka di tempat kejadian, tubuh Sang Naga telah tertimbun oleh bebatuan dan genangan air yang semakin lama membesar seperti danau. Maka jadilah danau itu dinamakan Danau di Atas dan Danau di Bawah.
Tak jauh dari kedua danau ini, ada sebuah kawasan dinamakan Air Merah karena air di daerah tersebut berwarna merah. Dan, masyarakat percaya jika itu merupakan darah Sang Naga yang terus mengalir karena dirinya tidak mati.
Dan ternyata, cerita tidak sampai di situ, ketika Sang Naga menyatakan takluk pada Niniak Gadang, ia melakukan perjanjian dengan Niniak Gadang. Bahwa dalam setahun sekali Sang Naga meminta tumbal tapi bukan dari keluarga Niniak Gadang. Oleh karena itu, jika setahun sekali ada pengunjung yang tenggelam di danau, kejadian tersebut merupakan bentuk tumbal yang diminta oleh Sang Naga. Begitulah kepercayaan masyarakat di sekitar Danau Kembar tersebut.
Dapoer Sastra Tjisaoek, 25.11.21
Diceritakan kembali oleh: Abah Yoyok