Sedari kecil hingga dewasa Idris dengan tekun mempelajari kitab Syahifah, dibimbing oleh putra nabi Adam yang bernama nabi Syits. Karena ketekunan dalam membaca dan menulis ini, Idris dikenal sebagai Kutu Buku dan nabi pertama yang menulis dengan pena. Nabi Idris juga menerima wahyu Allah melalui malaikat Jibril, dan diutus untuk berdakwah kepada umat keturunan Qabil yang suka membuat kerusakan di muka bumi dan bersikap durhaka kepada Allah. Oleh nabi Idris kaum keturunan Qabil (anak nabi Adam) itu diajak sholat, puasa dan bersedekah. Akan tetapi kaum keturunan Qabil tersebut tak mau mendengar ajakan nabi Idris. Mereka malah menghina dan mengejek.
“Hidup kami sudah enak, senang dan serba cukup tidak kekurangan apa-apa. Mengapa engkau mengganggu kami?” Begitulah pertanyaan beberapa orang penting yang menjadi pimpinan.
“Ajaranmu aneh. Kami tidak butuh ajaran seperti itu,” kata yang lain. “Lebih baik engkau hidup saja sendirian bersama Tuhanmu itu, wahai Idris.”
Walaupun mendapat hinaan dan ejekan, nabi Idris tetap tabah dan sabar menjalankan tugas dakwahnya. Dalam kurun waktu sekitar sepuluh tahun, hanya beberapa orang saja yang mengikuti ajarannya. Sebagian besar orang lebih suka mengikuti hawa nafsunya sendiri. Mereka lebih suka mengikuti bisikan dan ajaran Iblis untuk berbuat sesat.
Begitulah perilaku Iblis, dengan segala daya dan upaya selalu berusaha menghasut umat manusia untuk durhaka kepada Allah. “Untuk apa menyembah Allah?” Begitulah bisik-bisik dalam hasutannya. “Kalian tak pernah kekurangan makanan. Harta kalian melimpah ruah. Hidup kalian cukup bahagia. Jadi, untuk apalagi menyembah Allah? Jangan hiraukan itu ocehan kacau dari mulut Idris si Kutubuku.”
Maka itu, kaum keturunan Qabil itu semakin menentang ajaran kebaikan dalam dakwah nabi Idris. Karena anak cucu keturunan Qabil semakin menentang ajaran Nabi Idris, maka Allah memerintahkan Nabi Idris untuk meninggalkan mereka dan membawa para pengikutnya yang setia dan mau beriman kepada Allah.
Beberapa saat setelah Nabi Idris meninggalkan negeri itu, Allah segera menurunkan azab berupa Kemarau panjang. Sehingga kemudian paceklik merajalela, sungai kering, pertanian gagal dan hewan ternak mati bergelimpangan. Sehingga akhirnya banyak orang dari umat yang sesat itu mati kelaparan. Sebalikya, Nabi Idris beserta para pengikutnya diselamatkan Allah dari bencana yang mengerikan itu.
Alkisah pada suatu ketika di tempat pengungsiannya, Nabi Idris kedatangan tamu seorang lelaki tua. Setelah mengetuk pintu, lelaki tua itu mengucap salam.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh,” balas nabi Idris sembari membukakan pintu.
“Silahkan masuk, Bapak ini siapa dan ada keperluan apa datang kemari?”
Mendapatkan sambutan yang ramah dari Nabi Idris, lelaki tua itu merasa senang lalu menjelaskan maksud kedatangannya yang ingin berkenalan dengan Nabi Idris sebagai utusan Allah. Tentu saja Nabi Idris sangat gembira hatinya. Lelaki tua tersebut diajaknya untuk menginap di rumahnya. Di dalam rumah itu, Nabi Idris mengajak lelaki tua itu beribadah. Keduanya tidak banyak berbicara, melainkan asyik beribadah.
Ketika tiba waktunya makan, Nabi Idris mempersilahkan tamunya untuk makan. Tapi dengan sopan tamunya menolak. “Silahkan tuan makan sendiri saja. Saya ingin melanjutkan ibadah saya kepada Allah,” katanya.
Selesai makan, Nabi Idris melanjutkan ibadahnya bersama tamunya sampai tiba waktunya tidur. Sebelum berangkat tidur, Nabi Idris mempersilahkan tamunya untuk beristirahat. “Silahkan Bapak tidur di kamar yang sudah saya sediakan,” katanya sembari menunjukkan kamar untuk tamunya. Tapi, lagi-lagi tamunya dengan sopan menolak.
“Silahkan Tuan tidur lebih dahulu, saya masih ingin melanjutkan ibadah saya,” jawab sang tamu tanpa menunjukkan rasa lelah.
Pada keesokan harinya, kejadian yang sama berulang kembali. Sang tamu kembali menolak jika ditawari makan dan tidur. Nabi Idris merasa heran dan bertanya-tanya dalam hati. Siapa sebenarnya tamunya ini. Mengapa selalu menolak jika ditawari makan dan tidur. Dengan hati yang penasaran, hati-hati ia bertanya kepada tamunya. Jawaban sang Tamu sangat mengagetkan hatinya. Apa jawab sang Tamu?
“Saya adalah Izrail, malaikat pencabut nyawa. Atas ijin Allah saya datang kepada Tuan.”
“Jadi… engkau datang untuk mencabut nyawa saya?” tanya Nabi Idris.
Lelaki tua yang tak lain adalah malaikat Izrail itu menggeleng, tersenyum, dan menjelaskan keinginannya untuk mengenal Nabi Idris lebih dekat lagi. Nabi Idris pun segera menyadari bahwa memang begitulah kehidupan malaikat. Para malaikat memang suka mendekati orang-orang yang beriman. Bila ada orang beriman sedang sholat, berdoa, atau melakukan amal kebaikan, banyak malaikat yang mengelilinginya.
Tiba-tiba timbul keinginan yang tak masuk di akal dalam pikiran Nabi Idris. Maka katanya: “Sebenarnya saya ingin sekali merasakan bagaimana rasanya ketika nyawa seseorang sedang dicabut.”
“Permintaan Tuan aneh sekali,”kata Izrail. “Selama ini manusia justru takut mati. Takut kalau nyawanya akan dicabut.”
Kepada Izrail, Nabi Idris lalu menjelaskan bahwa pengalamannya ini akan menjadi bekal dalam dakwahnya nanti. Maka dengan izin Allah, malaikat Izrail melakukan apa yang diminta oleh Nabi Idris. Nyawa Nabi Idris segera dicabut lalu dikembalikan lagi.
“Saya tidak merasakan apa-apa,” kata Nabi Idris kemudian.
“Karena saya melakukannya dengan hati-hati,” sahut Izrail.” Saya mencabut nyawa Tuan dengan kelembutan. Begitulah yang selalu saya lakukan terhadap orang-orang beriman.”
“Bagaimana dengan orang yang tidak beriman?” tanya Nabi Idris.
“Oh, mereka akan merasakan kesakitan yang luar biasa dahsyatnya ketika nyawa mereka dicabut,” jawab Izrail.
Nabi Idris jadi ngeri mendengarnya. Apalagi ketika Izrail menambahkan penjelasannya bahwa rasa sakit yang amat sangat itu akan terus dirasakan oleh si mati sampai hari kiamat nanti. Sukar untuk dibayangkan! Sakit sehari saja rasanya sudah tak tahan, apalagi harus menikmatinya sampai menunggu kiamat tiba. Hiiyy…
Cerita Izrail semakin menambah ketaatan Nabi Idris dalam beribadah kepada Allah. Setiap hari Nabi Idris dan Malaikat Izrail selalu beribadah bersama. Hingga pada suatu hari sekali lagi Nabi Idris mengajukan permintaan yang membuat Malaikat Izrail geleng-geleng kepala kebingungan.
“Wahai Izrail, bisakah Tuan membawa saya untuk melihat Surga dan Neraka?”
“Wah..wah…wah… permintaanmu sungguh aneh,” jawab Izrail sembari tertawa. Lalu katanya lagi, “Tapi… baiklah, saya akan minta ijin Allah dulu.”
Setelah kemudian mendapat ijin Allah, Izrail lalu mengajak Nabi Idris ke tempat yang ingin dilihatnya itu. Di tengah perjalanan Izrail yang penasaran bertanya.
“Mengapa engkau ingin melihat Neraka. Ketahuilah olehmu bahwa para malaikat pun takut melihatnya.”
“Terus terang saja, saya juga takut sekali pada azab Allah yang bernama Neraka itu. Akan tetapi saya berharap mudah-mudahan iman saya akan semakin bertambah setelah melihatnya.”
Ketika kemudian sampai di pinggir Neraka, Nabi Idris langsung pingsan saking ngerinya melihat Malaikat Penjaga Neraka yang menyeramkan sedang menyeret dan menyiksa orang-orang kafir, yaitu orang-orang yang semasa hidupnya meingkari hukum Allah. Nabi Idris tak sanggup melihat berbagai siksa yang mengerikan itu. Orang-orang dibakar Api Neraka yang berkobar dengan dahsyatnya dan suaranya menggemuruh sangat menakutkan. Tak ada tempat yang lebih mengerikan dibanding tempat itu.
Bangun dari pingsannya, Nabi Idris merasa tubuhnya lemas sekali dan gemetar. Rasa takut belum juga hilang dari pikirannya. Malaikat Izrail segera menuntunnya dan meninggalkan tempat yang mengerikan itu untuk selanjutnya mengunjungi tempat yang bernama surga.
Di muka pintu surga, Malaikat Izrail mengucap salam kepada Malaikat Penjaga Surga. Malaikat Ridwan yang sangat tampan menyambutnya dengan lemah lembut, ramah dan sopan. Setelah Izrail menyampaikan maksud kedatangannya, Malaikat Ridwan mempersilahkan Nabi Idris masuk melihat keadaan di Surga.
Ketika melihat surga dengan segala isinya, Nabi Idris hampir pingsan saking terpesona dengan keindahan yang dilihatnya. Nabi Idris sampai ternganga tanpa bisa berkata apa-apa begitu melihat apa-apa yang ada di dalam surga. Begitu indah dan menakjubkan.
“Subhanallah… Subhanallah… Subhanallah…,” begitu ucapnya berulang-ulang.
Nabi Idris melihat sungai-sungai yang airnya bening seperti kaca. Ada juga sungai madu, sungai susu, dan di tepian sungai tumbuh pohon-pohon yang batang, cabang, rantingnya dan daunnya terbuat dari emas dan perak. Adapula istana-istana pualam dengan taman bunga warna-warni. Para bidadara dan bidadari berlari-larian sambil sesekali memetik buah-buahan yang ranum yang tumbuh subur di sekitar taman. Pada saat Nabi Idris mengelilingi Taman Surga, ia ditemani oleh para Bidadri yang cantik jelita dan Bidadara yang sangat tampan. Perilaku mereka sangat sopan dan menawan.
Melihat betapa beningnya air sungai di taman Surga itu, Nabi Idris tak bisa membendung keinginannya untuk minum.
“Bolehkan aku meminum air yang bening itu, nampaknya sejuk dan segar sekali.”
“Silahkan minum. Inilah minuman bagi para penghuni surga,” jawab Izrail.
Seorang pelayan Surga segera datang membawakan gelas minuman yang terbuat dari emas. Nabi menerima dengan senang hati, lalu meminum air surga itu dengan nikmatnya. Oh, betapa nikmatnya. Tak pernah terbayangkan olehnya ada minuman selezat itu. Luar biasa enak dan segar.
“Alhamdulillah… Alhamdulillah…” berkali-kali ia mengucapkan puji syukur.
Setelah puas melihat keadaan di Surga, Izrail mengajak Nabi Idris kembali ke bumi. Tapi nabi Idris tak mau kembali ke Bumi.
“Saya tak mau keluar dari Surga ini,” katanya.
“Saya ingin beribadah kepada Allah sampai kiamat nanti. Di sini.”
Malaikat Izrail menggeleng dan berkata:
“Tuan boleh tinggal di sini tapi nanti setelah hari kiamat. Setelah semua amal ibadah dihisab oleh Allah. Setelah itu baru Tuan bisa menghuni surga beserta para nabi dan orang-orang beriman lainnya.”
Akan tetapi, Nabi Idris tetap bersikukuh pada keinginannya untuk tetap tinggal di surga beribadah kepada Allah. Betapa pun Malaikat Izrail membujuk dan memberi penjelasan, Nabi Idris tetap tidak mau kembali ke bumi. Malaikat Izrail akhirnya menyerah, dan Allah mengaruniakan sebuah tempat yang mulia di lapis langit ketujuh. Nabi Idris menjadi satu-satunya nabi yang masuk surga tanpa mengalami kematian.
Maret 2021,
Dapoer Sastra Tjisaoek
Diceritakan kembali oleh: Abah Yoyok