Tradisi Kenduri

Tradisi Kenduri atau Kenduren atau ada juga yang menyebutnya Kepungan, adalah acara kumpul bersama yang diselenggarakan oleh seorang warga masyarakat yang punya hajat dengan mengundang kerabat atau tetangga untuk ikut mendoakan agar segala sesuatu yang dihajatkan dari pihak tuan rumah atau penyelenggara dikabulkan oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Tradisi kenduri ini merupakan tradisi yang sudah turun temurun dilakukan sejak  zaman dahulu pada masyarakat Jawa sebelum ada agama masuk ke Jawa. Konon katanya, tradisi kenduri yang ada di masyarakat Jawa ini dijadikan media oleh Walisanga yang menyebarkan ajaran Islam di Jawa.

[iklan]

Beberapa daerah di pedesaan Jawa memang masih banyak yang tetap memegang teguh tradisi warisan  dari nenek moyangnya ini. Walaupun bentuknya sudah disesuaikan atau dimodifikasi sesuai dengan perkembangan zaman, namun nilai spiritual yang ada tetap dipertahankan.

Acara kenduri, kenduren atau kepungan ini, bisa dilaksanakan di rumah yang punya hajat, ruang terbuka, atau di masjid/musholah. Biasanya dilaksanakan setelah waktu Isya atau setelah Magrib, dan dipimpin oleh seorang Kyai, Pemuka Agama, atau Sesepuh yang dituakan.

Dalam tradisi Jawa, Kenduri atau Kenduren ada beberapa macam, antara lain: Selapanan, Puputan, Wetonan, Sabanan, Likuran, Ba’dan, Ujar, dan Muludan.

Kenduri Selapanan
Tujuan kenduri selapanan adalah untuk mendoakan anak agar terhindar dari penyakit, menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, taat pada ajaran agama, terhindar dari penyakit dan mara bahaya, dan menjadi anak yang bermanfaat dalam bermasyarakat. Umumnya kenduri ini diadakan setelah anak berumur 35 hari atau selapan.

Kenduri Puputan
Pelaksanaan Kenduri Puputan atau Puput Puser adalah untuk memperingati terlepasnya tali pusar bayi. Biasanya dilakukan sebelum anak berumur selapan (35 hari) atau kalau tali pusarnya sudah terlepas. Kenduri Selapanan dan Puputan seringkali dilaksanakan pada waktu yang bersamaan.

Kenduri Wetonan
Dinamakan wetonan karena tujuan dari pelaksanaan kenduri ini adalah untuk syukuran memperingati hari lahir (weton) seseorang. Hari lahir dan weton itu misalnya: Rabu Pahing, Jum’at Kliwon, Sabtu Legi, dan Senin Wage.

Kenduri Mitoni
Tujuan kenduri mitoni adalah slametan atau doa bersama untuk memperingati kehamilan jabang bayi yang masih dalam kandungan dan berumur sekitar tujuh bulan. Dikenal juga dengan istilah Nuju Bulan.

Kenduri Kepaten
Kenduri Kepaten atau Kenduri Kematian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk kirim do’a kepada ahli kubur atau anggota keluarga yang meninggal dunia. Biasa juga disebut Tahlilan. Kenduri Kematian ini terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:
Tahlilan Hari Ketiga (telung dinanan), Tahlilan Hari Ketujuh (pitung dinanan), Tahlilan Hari Keempat puluh (patang puluhan), Tahlilan Hari Keseratus (Nyatus), dan Tahlilan Hari Keseribu (Nyewu).

Kenduri Syukuran
Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha kuasa karena satu hal yang diinginkan telah tercapai, misalnya anak lulus ujian sekolah, sembuh dari penyakit, atau dapat pekerjaan, biasanya dilakukan syukuran atau kenduri syukuran.

Kenduri Angsumdahar
Kenduri ini adalah kenduri yang dilaksanakan dengan tujuannya untuk keselamatan calon pengantin sebelum resmi menikah, dan biasanya dilaksanakan dua hari sebelum calon pengantin tersebut menikah.

Pada acara kenduri lingkup kecil yang diselenggarakan oleh seorang warga (rumah tangga), acara akan segera dimulai setelah  kerabat dan tetangga kiri kanan yang diundang telah hadir. Acara diawali dengan sambutan tuan rumah, lalu dilanjut dengan pembacaan do’a tahlil atau yasinan yang dipimpin oleh pemuka agama, sesepuh, atau Kyai. Selesai pembacaan doa, acara ditutup dengan makan bersama dan pembagian berkat.

Dalam ruang lingkup yang lebih luas, kenduri juga biasa diadakan dengan tujuan untuk do’a bersama pada saat hari-hari tertentu di bulan-bulan tertentu, misalnya Kenduri Muludan, Kenduri Rajaban, Kenduri Suronan (10 Muharram), Kenduri Munggahan, Kenduri Likuran, dan Kenduri Ba’dan (Idul Fitri dan Idul Adha).

Tradisi Kenduri yang pada hahekatnya adalah semacam bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga mempunyai nilai positif secara sosial kemasyarakatan karena dapat menyambungkan tali silaturahmi dan dapat menciptakan kerukunan antar warga masyarakat.

Namun satu hal yang sangat disayangkan, bahwa seiring jalannya waktu dan kemajuan zaman, kenduri yang semula banyak dilakukan oleh masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan, kini semakin lama semakin ditinggalkan. Sekarang ini sudah jarang dilakukan oleh masyarakat. (AY)

Inspirasi:
http://jatengpos.co.id/kenduri-tradisi-leluhur-yang-kian-luntur/
https://ilmuseni.com/seni-budaya/adat-istiadat-suku-jawa-upacara-kenduren
https://www.kompasiana.com/imawandanuha/

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *