Tahura Juanda-Dago Yang Menenangkan

Pergi ke Bandung dan menginap di daerah Dago adalah menyenangkan asalkan tidak pada hari libur akhir pekan. Beruntung saya mendapatkan kesempatan itu bulan lalu. Jalanan otomatis lancar dan saya tak perlu mengalami stress akibat kemacetan. Tidur di hotel bintang empat dengan restoran menghadap kolam renang, plus menu yang aneka macam, juga teh dan kopi hasil tanah Indonesia, sungguhlah membuat saya betah berlama-lama ketika menikmati waktu sarapan pagi.

Apakah saya pergi ke Bandung untuk berbelanja atau kuliner?  Tidak. Kali ini saya menginap di daerah Dago bukan untuk kuliner, lalu foto-foto di cafe atau resto yang sedang happening lalu mengunggahnya ke medsos? No. Apakah saya ke sana untuk shopping di FO yang ribuan jumlahnya?  Nope. Karena tujuan saya kali ini akan khusus berwisata sejarah di daerah Dago yang tak banyak orang tertarik mengunjunginya yaitu Taman Hutan Raya atau Tahura Ir Haji Djuanda.

[iklan]

Tahura Juanda berjarak sekitar 7km dari pusat kota dan terletak di sebelah utara kota Bandung. Secara administrasi berada di wilayah desa Ciburial,  desa Cibodas, desa Langensari, desa Wangunharja dan sebagian masuk desa Mekarwangi.

Taman terbesar yang pernah dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda, yang pada awalnya merupakan hutan lindung Pulosari dengan luas 590 hektar. Dibangun pada tahun 1911 dan diresmikan tahun 1922.

Ketika negara merdeka, otomatis Taman ini menjadi aset bangsa Indonesia yang kemudian dikelola oleh Djawatan Kehutanan. Gubernur Jawa Barat Mashudi yang pada tahun 1960 menggagas Taman Hutan Wisata Alam yang sekaligus Kebun Raya.

Flora dan Fauna
Tahura Juanda memiiliki tipe vegetasi hutan alam sekunder yang didominasi oleh jenis pohon pinus (Pinus merkusi), Kaliandra (Calliandra callothyrsus) dan berbagai jenis tumbuhan bawah seperti Teklan (Euphatorium). Lalu pada tahun 1963 berbagai jenis tanaman kayu asing dari luar daerah dan luar negeri mulai ditanam pada lahan seluas 30 hektar.  Ada 40 famili dan sekitar 112 spesies dengan jumlah pohon diperkirakan 2.500.

Sementara Fauna yang terdapat dikawasan itu adalah Musang (Paradoxurus), Ayam hutan (Gallus gallus bankiva), Kepodang (Oriolus cinensis), Ketilang (Pycnontus caferaurigaster), Tupai (Callosciurus notatus), dan Kera (Macaca insularis)

Terletak di daerah Dago dengan tiket masuk yang hanya 20 ribu kita seperti dibawa masuk ke dalam hutan. Tetiba suara bising kendaraan hilang. Semua seperti terserap oleh dedaunan dari pohon-pohon tinggi menjulang dengan batang-batang menjalar dan akar-akar raksasa mencakar bumi dengan kokoh. Benar-benar suasana yang berbeda. Segera setelah berjalan seratus meter terlihat ada loket. Kita seolah sudah masuk hutan belantara dimana hanya suara burung dan nyanyian alam yang terdengar.

Oh ya mengapa taman ini dinamakan Taman Ir Haji Juanda? Untuk menghormati beliau yang pernah berjasa dalam sumbangannya kepada Indonesia. Pada tahun 1957 Deklarasi Juanda mewujudkan,  menentukan dan mengatur lalu lintas damai pelayaran dengan mengatakan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang punya corak sendiri. Bahwa Indonesia ini adalah kepulauan Nusantara yang sudah merupakan satu kesatuan. Jika bukan atas Jasa Beliau,  wilayah republik Indonesia masih mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939. yaitu Teritoriale Zeeen en Meritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai wilayah laut sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Itu artinya,  kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Oh…

Nama beliau juga menjadi nama bandara di Surabaya. Karena apa? Karena jasanya dalam memperjuangkan pembangunan lapangan terbang tersebut hingga terlaksana. Oh ya, nama jalan Juanda juga ada di Jakarta termasuk nama stasiun.

Di Tahura Juanda tersedia beberapa obyek wisata, antara lain: Gua Belanda, Gua Jepang, Tebing Keraton, Curug Omas, Curug Dago, dan banyak lagi.

Sayang sekali karena waktu itu saya membawa balita, maka kami hanya mengunjungi Gua Belanda dan Gua Jepang. Jarak keduanya tak sampai 500 meter. Namun berjalan kaki dari pintu masuk lalu sempat salah jalan cukup membuat kami kelelahan.

Goa Belanda
Dibangun pada tahun 1901 dengan tujuan untuk pembangkit listrik tenaga air.  Namun pada tahun 1918 Belanda melakukan renovasi dengan menambah lorong-lorong. Ada 15 lorong dan dua pintu masuk setinggi 4 meter dengan luas keseluruhan gua berikut lorongnya adalah 547 meter. Di dekat mulut pintu masuk ada pos penjagaan yang tinggi untuk mengawasi keadaan sekitar.

Gua Jepang
Berjarak sekitar 400meter dari Gua Belanda.  Dibuat oleh Jepang pada tahun 1942 tentu dengan kerja paksa alias romusa. Gua Jepang memiliki 4 pintu masuk. Dan dua lubang penjagaan. Terdapat 18 bunker yang masih dalam keadaan aslinya.  Tentu saja bunker ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ada untuk tempat pengintaian, ruang penyiksaan atau malah ruang untuk penembakan. Ada juga ruang dapur dan ruang pertemuan.

Kesan mistis dan suasana gelap ketika memasuki lorong-lorong dalam goa-goa tersebut memberikan pengalaman tersendiri. Betapa pada jaman dahulu manusia begitu niat membuat goa di bawah tanah.

Dengan tiket masuk yang dua puluh ribu saja tentu banyak manfaat ilmu yang di dapat. Tak akan rugi mengajak anak-anak ke sana.

Bertemu pasukan monyet yang berani naik ke atas ransel untuk mengambil makanan yang terlihat cukup membuat adrenalin kami berpacu. Belum lagi sarang lebah yang berisi madu membentuk lempengan besar di atas puncak pohon yang tinggi adalah pengalaman batin lain bagi anak-anak yang (jika boleh) melihatnya.

Bandung tak hanya kemacetan dan hantu kuntilanak yang bisa diajak foto bareng. Bukan pula hanya berburu oleh-oleh, karena ada wisata sejarah yang keren untuk dipelajari.

Dikunjungi sekitar 600 ribu wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, tentu saja ini membanggakan. Karena pada tahun 2012 taman hutan raya ini hanya Dikunjungi sekitar 10 ribu pengunjung saja. Lonjakan yang sangat banyak. Sayangnya masih banyak pengunjung yang kurang kesadaran dalam membuang sampah. Terutama sampah sachet plastik. Ini pekerjaan rumah kita semua demi Indonesia lestari.

Menuju ke lokasi Tahura Juanda-Dago cukup mudah karena bisa dicapai dengan naik Angkot (Angkutan Kota) dan beberapa rute jalan, antara lain:
-Melalui terminal Dago (angkutan kota)
-Melalui Ciumbuleuit-Punclut
-Melalui Lembang-Maribaya

(Cikeu Bidadewi)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *