Di tengah maraknya modernisasai, masih ada tradisi Betawi yang masih sangat kental dan dijalankan hingga sekarang. Selain Cingkrik, Beksi adalah salah satu tradisi Betawi berupa maen pukulan atau silat Betawi yang masih eksis sampai sekarang.

Kalau kata orang Betawi, “Kudunya, anak-anak muda demen seni ama budaya Betawi.” Satu di antaranya seni bela diri silat Beksi. Minimal mengetahui apa itu Beksi.

Pengertian dan Sejarah Silat Beksi
Pengertian silat beksi dapat diartikan sebagai satu di antara aliran silat yang mengacu pada teknik pukulan. Tak salah kalau Silat Beksi juga mendapat julukan ‘maen pukul’.

Mungkin sebagian besar banyak yang menganggap bahwa silat Beksi ditemukan oleh orang pribumi. Sebenarnya aliran silat ini ditemukan oleh Lie Tjeng Hok atau Lie Ceng Oek (1854 – 1951) yang merupakan seorang petani keturunan Tionghoa. Lie Tjeng Hok sempat tinggal di Tangerang, tepatnya di daerah Dadap.

Awalnya, ia mencoba menginovasi bela diri keluarganya dengan cara mengkolaborasi ilmu silat dari guru-guru yang berasal dari Betawi, satu di antaranya adalah Ki Jidan. Lie Ceng Oek menemukan aliran Beksi saat ia mempelajari gerakan silat di sebuah gua. Hingga akhirnya, Beksi mulai berkembang seiring perkembangan zaman dan mulai meluas di tanah masyarakat Betawi.

[iklan]

Istilah ‘Beksi’ diambil dari dua kata yaitu ‘Bek’ yang artinya bertahan, dan ‘Shi’ yang artinya empat penjuru. Jika diartikan dari istilah tersebut, maka Beksi merupakan ilmu silat yang lebih mempertahankan atau membela diri dengan gerakan 4 jurus atau penjuru dasar. Di mana 4 jurus dasar tersebut masih bisa dikembangkan lagi seiring perkembangnya jaman.

Seiring waktu berjalan, istilah Beksi pun memiliki makna yang lebih dalam lagi, yang mana istilah ‘Beksi’ merupakan akronim dari kalimat ‘berbaktilah engkau kepada semua insan’. Akronim tersebut ditulis dalam Ensiklopedi Jakarta yang diterbitkan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemprov DKI Jakarta tahun 2005.

Fungsi Beksi
Biasanya seni bela diri ini masih ditampilkan dalam budaya Betawi, satu di antaranya adalah Palang Pintu Betawi yang merupakan tradisi Betawi sebagai penyambutan pengantin. Di mana Beksi ditampilkan oleh seorang jawara sebagai perwakilan dari setiap mempelai dengan pakaian traidisional Betawi dan dilengkapi golok. Jawara tersebut akan melantunkan pantun yang bernuansa komedi dengan pokok pembahasan sebagai pengantar mempelai pria dan penyambut sebagai perwakilan mempelai perempuan. Pantun yang kocak mengundang gelak tawa undangan.

Namun, jangan salah, bahwa candaan tersebut adalah keseriusan dalam tradisi Betawi.

Ciri khas dari Beksi adalah gerakan yang bertumpu pada kuda-kuda dengan napas panjang. Ditambah lagi mata fokus lurus ke depan dan tangan dikepalkan. Karena pada dasarnya, Beksi lebih bertumpu pada pukulan dan tidak menggunakan kaki yang mendominasi.

Ada juga yang percaya bahwa Beksi juga bisa diisi dengan ilmu magis yang merupakan tradisi nusantara sebagai budaya kental. Tak heran kalau Beksi juga memiliki beberapa gerakan-gerakan hewan seperti harimau, monyet, ular, dan sebagainya.

Mungkin paradigma magis pada masyarakat awam akan beranggapan bahwa Beksi menggunakan ilmu hitam alias ilmu sesat. Namun, magis yang sebenarnya pada beksi adalah magis yang menggunakan Al Quran sebagai pedoman mereka dalam melakukan gerakan juga berilmu. Di sinilah letak keindahan dari Beksi yang memadukan antara, olahraga, seni, dan nilai religi.

Pelaku Beksi akan mencari lawan yang sepadan dengannya. Dengan kecepatan yang dipadukan dengan kedinamisan gerakan mampu memberikan kekuatan dalam tenaga gerakannya hingga melumpuhkan lawannya. (Heru Cakiel)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *