Topeng Blantek

Topeng Blantek adalah seni pertunjukan (teater) tradisional asli milik masyarakat Betawi yang muncul pada jaman kolonial Belanda, sekitar abad ke 19. Pertunjukan Topeng Blantek ini tak membutuhkan panggung, dan umumnya dipentaskan pada malam hari untuk hiburan para tuan tanah. Pada masa itu pagelaran Topeng Blantek memang lebih sering dipertunjukkan, karena pada saat itu memang belum banyak cabang seni pertunjukan yang ada.

Pagelaran Topeng Blantek tidak menggunakan teks atau naskah,sebagai acuan sehingga para pemainnya, yang disebut panjak,  tidak perlu latihan menghafal teks naskah cerita sebelum pementasan. Karena itu, setiap pemain harus kreatif dan pandai berimprofisasi untuk menghasilkan dialog-dialog peran yang menjadi tugasnya sesuai dengan tema cerita di dalam pertunjukan. Cerita yang biasa dipentaskan adalah tentang kehidupan masyarakat hingga cerita legenda Betawi yang disisipi dengan kritik sosial campur lawakan-lawakan segar dan merakyat.

[iklan]

Sebagai produk seni budaya Betawi, Topeng Blantek memang kurang terkenal dibandingkan dengan kesenian Betawi yang lain seperti Lenong dan Gambang Kromong, padahal ditinjau dari sejarahnya Topeng Blantek sudah lebih dahulu hadir di tengah-tengah masyarakat Betawi jauh sebelum kesenian tradisional Betawi yang lain ada.

Konon katanya, asal usul nama Topeng Blantek yang terdiri dari kata Topeng dan Blantek  itu adalah:  istilah Topeng berasal dari Bahasa Cina di zaman Dinasti Ming. To artinya Sandi dan Peng artinya Wara. Karena itu, Topeng bisa dijabarkan menjadi Sandiwara. Sedangkan istilah Blantek  berasal dari kata blind teks yang artinya teks kosong atau tanpa teks. Sehingga Topeng Blantek dapat diartikan Sandiwara tanpa teks.  Ada juga yang mengatakan kalau istilah Blantek itu berasal dari suara musik pengiringnya. Di awal pemunculannya musik pengiringnya adalah Rebana, yang terdiri dari satu Rebana Biang dan dua Rebana Anak serta satu Kecrekan. Tabuhan alat-alat musik itu menghasilkan rangkaian bunyi: Blang Blang Crek.   Selanjutnya, karena supaya penyebutannya mudah  maka munculah istilah Blantek.

Suara alat musik kecrekan yang mengeluarkan bunyi crek-crek, gagangnya terbuat dari kayu yang bisa juga mengeluarkan bunyi tek tek tek bila gagangya dipukulkan ke kayu, sehingga kombinasi bunyi yang terdengar adalah : Blang…. Tek… Blang… Tek… Maka jadilah BlangTek atau Blantek. Karena itulah kemudian dinamakan Topeng Blantek. Sandiwara tanpa teks dengan iringan musik yang berbunyi: blang blang tek atau blang blang crek.

Ciri khas kesenian Topeng Blantek adalah terdapat 3 buah Sundung (rangkaian bambu berbentuk segi tiga yang biasa digunakan untuk membawa rumput, mikul sayuran, dan lain sebagainya). Sundung-sundung tersebut diletakkan di pentas sebagai pembatas antara para pemain yang sedang memainkan lakon dengan musik pengiring, dan dengan para pemain lain yang belum dapat giliran main. Perangkat lainnya adalah berupa obor yang diletakkan di tengah pentas.

Dalam perkembangannya sekarang ini, bila dibandingkan dengan kesenian Betawi lainnya, seperti Lenong dan Gambang Kromong, kesenian Topeng Blantek sudah jarang sekali ditemui di kalangan masyarakat Betawi. Boleh jadi si Blang Blang Tek ini memang sudah dilupakan oleh para penerus dan pegiat seni budaya Betawi. Ehm…Ehm…

Betawi memang kaya dengan seni dan budaya. Tapi sayang, tak semua kesenian Betawi dikenal masyarakat secara luas, termasuk seni pertunjukan Topeng Blantek ini. (AY)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *