
Tari Gandrung Banyuwangi
Gandrung Banyuwangi adalah seni tari tradisional dari Kabupaten Banyuwangi -Jawa Timur, yang disajikan dengan iringan musik khas Gamelan Osing. Pada tahun 2.000, tari Gandrung Banyuwangi ini resmi menjadi mascot pariwisata Banyuwangi, sehingga tak heran jika Banyuwangi menjdapat julukan sebagai Kota Gandrung. Sejak tahun 2013 tarian tradisional ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Setiap tahun, Pemerintah Kabupaten selalu menggelar atraksi kolosal Festival Gandrung Sewu. Lebih dari seribu penari Gandrung mempertujukkan kebolehan mereka di tepi pantai.
Dalam Bahasa Jawa, kata ‘Gandrung’ artinya ‘terpesona’, ‘jatuh cinta’, atau kagum. Gandrung Banyuwangi ini konon katanya bisa diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
[iklan]
Tarian Gandrung Banyuwangi pada awalnya dibawakan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat setelah masa panen selesai. Tarian dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan (Penari Gandrung) dan laki-laki (Pemaju). Tarian ini sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya, di wilayah Banyuwangi dan sekitarnya. Pertunjukan gandrung biasanya dimulai sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).
Tari Gandrung yang awalnya hanya ada saat hajatan atau sengaja dihadirkan dengan bayaran, kini semakin berkembang dan banyak diminati. Tidak hanya sebatas pertunjukan yang hampir selalu menampilkan tari Gandrung, tarian khas Banyuwangi ini juga semakin naik pamornya setelah Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menggelar pertunjukan akbar Gandrung Sewu pada tahun 2011 hingga kini.
Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan. Namun, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an. Diduga karena ajaran Islam melarang seorang laki-laki berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni Marsan.
Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung Semi, seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895. Tradisi gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai nama panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seantero Banyuwangi. Pada mulanya Gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, tetapi sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan Gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian.
Tata Busana Penari
Tata busana penari Gandrung Banyuwangi khas, dan berbeda dengan busana tarian Jawa yang lain. Ada pengaruh dari busana jaman Kerajaaan Blambangan yang terlihat. Dulu, penari gandrung biasanya membawa dua buah kipas untuk pertunjukannya. Tapi sekarang ini penari gandrung hanya membawa satu buah kipas dan hanya untuk bagian-bagian tertentu dalam pertunjukannya, khususnya dalam bagian Seblang Subuh.
Musik Pengiring
Musik pengiring untuk Gandrung Banyuwangi terdiri dari: kempul atau gong, kluncing (triangle), biola, dua buah kendhang, dan sepasang kethuk. Selain itu, pertunjukan tidak lengkap jika tidak diiringi panjak atau kadang-kadang disebut pengudang (pemberi semangat) yang bertugas memberi semangat dan memberi efek kocak dalam setiap pertunjukan gandrung. Peran panjak dapat diambil oleh pemain kluncing. Kadang-kadang juga iringan musiknya diselingi dengan saron Bali, angklung, rebana , dan electone sebagai bentuk kreasi.
Tahapan-Tahapan Pertunjukan
Rangkaian pertunjukan Gandrung yang asli terbagi atas tiga bagian, yaitu:
- Jejer
Adalah pembuka dari seluruh pertunjukan Gandrung. Pada bagian ini, penari menyanyikan beberapa lagu dan menari secara solo, sendiri. Para tamu yang umumnya laki-laki hanya menyaksikan saja. - Maju atau Ngibing
Setelah Jejer selesai, sang penari mulai memberikan selendang-selendang kepada tamu. Tamu-tamu pentinglah yang terlebih dahulu mendapat kesempatan menari bersama-sama. Biasanya para tamu terdiri dari empat orang, membentuk bujur sangkar dengan penari berada di tengah. Sang Gandrung akan mendatangi para tamu yang menari dengannya satu persatu, dengan gerakan-gerakan yang menggoda, dan itulah esensi dari tari gandrung, yakni tergila-gila. Setelah selesai, si penari akan mendatang rombongan penonton, dan meminta salah satu penonton untuk memilihkan lagu yang akan dibawakan. Acara ini diselang-seling antara maju dan repèn (nyanyian yang tidak ditarikan), dan berlangsung sepanjang malam hingga menjelang subuh. Kadang-kadang dalam pertunjukan ini menghadapi kekacauan, yang disebabkan oleh para penonton yang tak sabar menunggu giliran atau mabuk, sehingga perkelahian tak bisa dielakkan lagi. - Seblang Subuh
Bagian ini merupakan penutup dari seluruh rangkaian pertunjukan Gandrung Banyuwangi. Setelah selesai melakukan babak maju/ngibing dan beristirahat sejenak, dimulailah bagian Seblang Subuh. Dimulai dengan gerakan penari yang perlahan dan penuh penghayatan, kadang sambil membawa kipas yang dikibas-kibaskan menurut irama atau tanpa membawa kipas sama sekali sambil menyanyikan lagu-lagu bertema sedih seperti misalnya Seblang Lokento. Suasana mistis terasa pada saat bagian Seblang Subuh ini, karena masih terhubung erat dengan ritual seblang, suatu ritual penyembuhan atau penyucian dan masih dilakukan (meski sulit dijumpai) oleh penari-penari wanita usia lanjut. Pada masa sekarang ini, bagian Seblang Subuh sering dihilangkan walaupun sebenarnya bagian ini menjadi penutup sebuah pertunjukan pentas Gandrung.
Perkembangan terakhir
Kesenian Gandrung Banyuwangi masih tegar dalam menghadapi gempuran arus globalisasi, yang dipopulerkan melalui media elektronik dan media cetak. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi bahkan mulai mewajibkan setiap siswanya dari SD sampai SMA untuk mengikuti ekstrakurikuler kesenian Banyuwangi. Salah satu di antaranya adalah diwajibkan mempelajari Tari Jejer yang merupakan bagian dari pertunjukan Gandrung Banyuwangi. Itu merupakan salah satu wujud perhatian Pemerintah setempat terhadap seni budaya lokal yang sebenarnya sudah mulai terdesak oleh pentas-pentas populer lain seperti dangdut dan campursari.
Tari Gandrung yang awalnya merupakan identitas masyarakat Banyuwangi yang menggambarkan rasa syukur setelah musim panen selesai, kini mulai meluas. Apalagi setelah digelarnya tarian massal yang telah menjadikan Gandrung Sewu sebagai acara rutin setiap tahun pada pagelaran Festival Gandrung Sewu. (AY)
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Gandrung_Banyuwangi
https://www.voaindonesia.com
https://www.banyuwangikab.go.id