Puisi lahir dari kegelisahan penyairnya, ia (puisi) terkadang hadir dengan tanpa diduga-duga, bisa saja saat bepergian, santai atau sedang merasa sendiri pada sebuah kegiatan. Seperti puisi yang tercipta oleh Stangkai Kasih Putih Alghie Suwandi, puisi-puisi ini hadir pada saat penyair sedang merasakan situasi sepi dalam keramaian, kemudian ia pun mengembara ke segala peristiwa di tempat itu dengan waktu yang berbeda. (redaksi).
Rumah Kita
Dulu aku pernah datang tanpa salam
Ke rumah kita…
Mengendap-endap menyelinap sebagai tamu gagap
Dengan mata berbinar menatap penuh harap
Kelak aku akan berkesempatan datang lewat pintu depan
Membawa sekantung salam
Berisi sepotong karya yang kugenggam.
Dulu aku pernah sesekali
menikmati keramahan sederhana kedai kopi
Dan juga menikmati
Nafas seni yang terendus
Lewat semangkok soto betawi.
Kini,
Aku telah hadir merupa sebutir pasir
Yang ikut terukir di sebuah sudut dinding istana megah
Menyerapi rekan-rekan air yang telah sirna
Merekat bersama kumpulan granit, bata dan permata
Berdiri gagah di sebuah monumen cinta
rumah kita.
Melalui sebuah salam lirih
Aku duduk mencil di teater kecil
Ketika kata-kata
menunjukkan keperkasaannya.
(Taman Ismail Marzuki),
28 November 2021
Seuntai Puisi yang ku tulis Sambil Mengikuti
Acara Malam Anugerah Hari Puisi Indonesia
Bila Sepi
Bila sepi
Memaksa angin enggan berbisik
Meminta malam jangan berakhir
Mengusir mimpi gegas menyingkir
Mencurah hujan tikamkan gigil
Ku ulapkan di keningnya
Sepenggal salam langit
Bahwa angin, malam, mimpi dan hujan
Pun mencintaiku sepenuh hati
Bersama denting hening rintihan ranting
Kembang-kembang jati
tetap bermekaran
di sebentang tanah gamping….
Sungguh simponi syahdu
tak kan pernah pergi berlalu
Bila sepi…
Selalu setia…
Menemani hari-hariku…
Jakarta, 05 November 2021