
Pipit Kecil yang Malang
Ada seekor pipit kecil
Dia begitu manis
Murni dan tak bersalah
Untuk itu tuhan tersenyum padanya
Memberinya berkah pagi dan petang
Suatu waktu ia terperangkap
dalam sangkar atas nama cinta
Seharian ia menatap keluar
Mendambakan ingin terbang
Lepas dan bebas
O, betapa malang nasibnya
Saat kesempatannya datang
Dia meninggalkan sangkarnya
Tapi sebelum dia menggapai langit
Burung elang mendatanginya
Mengoyak tubuhnya
Sepotong demi sepotong
[Bunu, 24.02.2023]
Biarkan Aku di Sini
Bila aku kedapatan melakukan salah
Sekali tamparan di pipi kiri
Sudah lebih dari cukup
Jangan lagi kau tampar pipi yang lain
Dan menghendaki suara sang gembala digenapi
Sebab aku bukan gembala yang baik
Masa yang sulit akan menciptakan pahlawan
Apa pun yang mau kau ambil dariku
Ambillah sesuka maumu
Tapi jangan sekali-kali memintaku pergi
dari bangsaku
Meninggalkan ibuku
Terpenjara jarak
Tersiksa rindu
Biarkan aku di sini
Menunggu sampai waktunya tiba
Saat matahari dan bulan bersatu
Langit menjadi merah
Kemudian semua orang akan mati
Aku pun melepas semua atribut
Diterpa angin dan debu
Dan berubah jadi pasir
Di atas pangkuan ibu
Cuma itu saja sebab
Mengapa aku masih di sini
[Bunu, 13.03.2023]
Lagu Kenangan
Ada lagu baru?
Tidak, belum ada!
Yang ada hanya lagu lama.
Kau tersenyum dan bernyanyi
Cinta membuatmu bernyanyi begitu manis
[Sly, 20.03.2023]
Eliaser Loinenak lahir di Puamese, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, 2 Mei 1980. Menulis cerpen dan puisi. Puisi-puisinya termuat di bebagai media. Kumpulan buku puisi tunggalnya Cerita Sepasang Mata (Sketsa Media, 2022). Saat ini mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri Satu Atap Sunu, kecamatan Amanatun Selatan, kabupaten Timor Tengah Selatan, provinsi Nusa Tenggara Timur.