
Tiga Puisi Penyair Eliaser Loinenak yang telah tayang di Jurnal Online mbludus.com di laman https://mbludus.com/puisi-puisi-eliaser-loinenak/ memanggil hasrat selidik Penulis untuk menguliti cita rasa dan cara ungkap, serta mencoba untuk menelusuri ada aroma apa saja dari ketiga puisi tersebut.
Kata para ahli memang benar bahwa latar belakang Pengarang (Author) termasuk Penyair sebagai pengarang Puisi, akan bisa mewarnai karya tulisnya, baik mulai dari pencarian gagasan, proses kreatif, sampai dengan cara tuang ungkapan untuk menjadi Puisi. Sebut saja Penyair Eliaser Loinenak yang mengaku lahir di Puamese, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan sekaligus sebagai pengajar mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri Satu Atap Sunu, Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Latar belakang tersebut patut diduga mempengaruhi gaya ungkap maupun proses kreatif sampai lahir ketiga puisinya yang masing masing berjudul : 1. /Pipit Kecil yang Malang/, 2. /Biarkan Aku di Sini/, dan 3. /Lagu Kenangan/.
Betapa tidak, keterpengaruhan dengan latar belakang Penyair bisa terendus dari ke tiga Puisi di atas. Pada kesempatan ini Penulis akan menyampaikan keterpengaruhan tersebut, khususnya untuk Puisi yang berjudul /Lagu Kenangan/. Puisinya seperti di bawah ini.
Lagu Kenangan
Ada lagu baru?
Tidak, belum ada!
Yang ada hanya lagu lama.
Kau tersenyum dan bernyanyi
Cinta membuatmu bernyanyi begitu manis
[Sly, 20.03.2023]
Kata /Lagu Kenangan/, tentu bukanlah kata baru dalam khasanah bahasa Indonesia, sudah sering dipikirkan, ditulis, disuarakan, didengar, maupun dibaca oleh banyak orang. Bahkan di mesin pencari data di internet, kata Lagu Kenangan berhasil ditemukan lebih dari 21 kali, ditambah kata padanannya, semisal Tembang Kenangan atau pun Lagu Nostalgia. Hal ini mengundang prediksi bahwa Penyair Eliaser Loinenak memang sudah akrab dengan kata tersebut, sehingga menginspirasi untuk melahirkannya dalam judul Puisi. Kata Lagu Kenangan yang tadinya bebas berkeliaran di berbagai media, semisal di: media pikir, tulis, layar komputer, kertas, maupun di layar telepon genggam, menjadi terikat dan diawetkan oleh Sang Penyair dengan cita rasa dan aroma tertentu, ketika sudah dilahirkan dalam wujud Puisi. Oleh karena itu kata Lagu Kenangan di dalam judul puisi /Lagu Kenangan/, tidak lagi bermakna umum, tetapi sudah terbingkai oleh makna khusus. Penelusuran apa maksud dari makna khusus ini, bisa diendus melalui kata kata atau pun kalimat yang berada di batang tubuh Puisi secara keseluruhan.
Bait pertama dari Puisi /Lagu Kenangan/ diawali dengan kalimat tanya:
/Ada lagu baru?/
kemudian ada jawaban di kalimat ke dua dan ke tiga, yaitu:
/Tidak, belum ada!/
/Yang ada hanya lagu lama./
Kalimat Tanya beserta Jawaban di bait pertama di Puisi di atas, menyisakan misteri bagi pembaca untuk memancing hasrat melakukan pemindaian siapa gerangan yang bertanya, dan siapa pula yang menjawab. Atau apakah Sang Penyair sedang melakukan monolog refleksi diri, dalam arti dia yang bertanya, dia juga yang menjawab, atau kah masih ada tokoh lain, selain Penyair itu sendiri?
Kecurigaan terjadinya monolog ini bisa dipahami dari latar belakang Penyair, sehari harinya sebagai seorang pengajar di sekolah. Seorang pengajar sering kali tidak terlepas dari dunia Tanya jawab, baik dari dirinya sendiri kepada orang lain sebagai sesama warga pembelajar yang terus belajar, bersama sama dengan insan yang sedang belajar, maupun dari Sang Murid yang memang sedang belajar kepada dirinya sebagai Pengajar.
Sehingga tidak berlebihan jika kalimat Tanya jawab di bait pertama tersebut memang pertanda adanya monolog dari Sang Penyair yang menyiratkan adanya kenangan terhadap lagu lama.
Misteri selanjutnya adalah, apakah kata /lagu lama/ itu memang benar benar sebuah lagu, dalam arti tembang kenangan yang bernuansa nostalgia, atau justru mengandung arti tersembunyi dalam bentuk metafora, perumpamaan, bukan lagi sebagai kesebandingan makna?
Disinilah mulai tercium adanya kepiawaian Penyair atau dengan ungkapan lain Penyair memang pinter melipat makna tersembunyi di balik kata, sehingga diperlukan detektif kata dalam membedah makna dari bait bait Puisinya. Hal ini diperkuat lagi, manakala pembaca masuk ke bait ke dua, yakni bait terakhir dari Puisi tersebut.
/Kau tersenyum dan bernyanyi/
/Cinta membuatmu bernyanyi begitu manis/
Di bait kedua ini berisi pernyataan yang menuliskan kata /Kau/, dan /mu/. Dua pernyataan ini dapat memancing hasrat untuk bertanya, siapakah tokoh /Kau/ lirik, dan tokoh /mu/ lirik. Apakah keduanya adalah tokoh personifikasi yang sama, ataukah berbeda. Ataukah /Kau/ dan /mu/ ini merupakan tokoh lawan bincang dari tokoh aku yang tersembunyi?
Untuk menjawabnya, hanya dua bait yang bisa ditelusuri, bait pertama, dan bait ke dua, tidak ada keterangan lanjut yang tertera, yang dapat dijadikan rujukan untuk menelaah misteri puisi. Jika pun kembali ke bait pertama, tetap saja belum ditemukan jawaban yang pasti. Jawab ungkap paling berani, maksimal adalah bahwa Sang Penyair memang pinter menyembunyikan makna sejatinya, sehingga pembaca, pecinta, dan penelaah pun dipaksa tetap dalam ranah meraba, menerka, dan memprediksi saja. Jangan jangan Tokoh /Kau/ lirik, tokoh /mu/ lirik adalah penyair itu sendiri yang sedang bermonolog dengan Lagu Kenangannya.
Selamat berkreasi, teruslah menulis puisi!
Penulis : Kek Atek
Penikmat Puisi, tinggal di Rumpin, Kab. Bogor, Jawa Barat – Indonesia.