Bisa dikatakan menciptakan puisi sama dengan mengasah kepekaan diri. Puisi dapat menjadikan seseorang mengenal kultur sosial di lingkungan, termasuk perubahan-perubahan yang terjadi. Begitulah Ca’at Fa, dia sadar betul ada sesuatu yang berubah, yang tidak biasa membuat hatinya tersentuh. Sisi religius dalam puisi-puisinya pun mewakili keadaan yang terjadi di seluruh dunia, disaat pandemi corona mewabah. Ca’at Fa mengajak kita semua untuk peka dan kembali kepada kemanusiaan untuk mencapai ketuhanan. (Redaksi)

[iklan]

Sepi

ketika masjid
sengaja tak dikunjungi
sepi terasa di hati
orang-orang merunduk
menatapi ujung sajadah
tanpa berkata-kata
hanya dadanya yang bergelora
yang ingin menumpahkan airmata
airmata kesedihan yang dalam
oh Alloh ampuni kami

sf 24.04.2020 20:20

Malam Pertama

ketika hati menangis
menyaksikan masjid-masjid sepi
tak ada jamaah yang datang
di malam pertama romadhon
biasanya penuh orang tua
anak-anak, remaja, ibu-ibu
sandal berserak di pintu masjid

malam ini tak ada yang datang
untuk melaksanakan sholat tarawih
malam ini begitu sepi
pengeras suara di masjid-masjid
tak ada yang mengumandangkan doa-doa
tak terdengar doa kamilin
masjid bagai ditinggal jamaahnya

dan hati menangis
sambil terus mengangkat tangan
bermohon agar semua segera berlalu
dan menghapus wabah yang melanda
aamiin ya Alloh

sf 23.04.2020 22:08

Hamba

apalah aku ini di hadapanNya
sungguh tak ada apa-apanya
semua milikNya
ya… semua…
jiwa dan ragaku
bumi dan langit serta seisinya
aku hanya boleh bergantung padaNya

dan aku hanya sebutir pasir
di bibir pantai
yang kan tergulung ombak
tanpa bisa apa-apa
aku hanya sebutir pasir
di padang yang amat luas
yang kan terlempar
ketika dihempas angin
tanpa bisa apa-apa

aku hanyalah hamba
yang patut mengangkat tangan
memohon doa
dan bermunajat hanya kepadaNya

ya Alloh ya Robbi…
ampuni aku… ampuni kami…
ampuni…

sf 18.03.2020 05:41

Hanya Pada-Mu

semua beringsut
hati diliputi rasa takut
membuat gemetar memagut

wabah meraja
semua berwaspada
menutup pintu dan jendela

panjatkan segala doa
mengangkat tangan tundukan kepala
berserah diri pada yang Kuasa

sf 28.03.2020 20:55

MU

siapapun
apapun
di manapun
ke manapun
berapapun
bagaimanapun

hanya Engkau-lah
penguasa

sf 02.04.2020 22:11

Ca’at Fa. Nama pena dari Saad Fauzi. Pria kelahiran Jakarta, 29 Mei 1958 ini. Puisi-puisiya menyebar di beberapa buku Antologi Puisi bersama, al: Gerhana,  Kutulis Namamu Di Batu, Bebas Melata Menenun Kasih. Karya puisinya pernah juga dimuat di koran Sinar Harapan. Sekeranjang Puisi Rasa Cinta (2017) dan Gelora Merah Saga (2018) adalah 2 buku Antologi Puisi tunggalnya. Selain nulis puisi, ia juga senang nonton teater, nonton orang-orang baca puisi, dan tak lupa ikutan nimbrung di Dapoer Sastra Tjisaoek, Tangerang, Banten. Sampai saat ini, Ca’at Fa masih sibuk sebagai Pensiunan Pegawai Negeri Sipil di Kementan RI.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *