Abunawas Dokter Cinta

Diceritakan, bahwa pada suatu ketika seorang Pangeran yang akan menjadi penerus tahta dari Khalifah Harun Al-Rasyid secara tiba-tiba jatuh sakit. Demam tinggi, badannya panas dan lemas. Mirip orang terserang wabah virus Covid-19. Sudah banyak dokter berusaha untuk mengobatinya, namun tak seorang pun yang mampu menyembuhkan penyakit sang Pangeran. Sehingga akhirnya, saking putus asanya maka Baginda Raja membuat sayembara untuk semua orang, dengan hadiah yang sangat menggiurkan bagi mereka yang bisa menyembuhkan penyakit Sang Pangeran.  Hasilnya sama saja. Sia-sia. Pangeran tak juga sembuh. Bahkan bertambah parah penyakitnya.

[iklan]

Pada suatu hari, datanglah Abu Nawas, teman dekat Baginda Raja, menawarkan bantuan untuk menyembuhkan penyakit yang dialami oleh Sang Pangeran. Baginda Raja Harun al-Rasyid, dengan senang hati menerima tawaran bantuan dari Abu Nawas. Abu Nawas datang tanpa membawa peralatan medis untuk mengobati sang pangeran sehingga para dokter yang ketika itu hadir kaget dan heran. Bagaimana mungkin Abu Nawas bisa mengobati Sang Pangeran tanpa alat medis yang diperlukan untuk mengobati.

Para dokter tidak habis pikir, mungkinkah orang seperti Abu Nawas bisa mengobati Sang Pangeran. Sedangkan para dokter yang mempunyai peralatan lengkap saja tidak bisa mengobati. Bahkan penyakit yang dideritanya pun tidak bisa dideteksi. Dari wajah-wajah para dokter, Abu Nawas bisa merasakan bahwa dirinya dipandang remeh. Tapi ia tak perduli perduli dengan hal tersebut.

Maka, tibalah waktunya Abu Nawas dipersilahkan untuk masuk ke kamar Sang Pangeran. Abu Nawas kemudian menghampiri  Sang Pangeran dan duduk di sampingnya. Terjadilah saling pandang memandang antara Abu Nawas dan Sang Pangeran. Abu Nawas manggut-manggut dan tersenyum, kemudian berkata kepada Baginda Raja: “Saya membutuhkan seorang tua yang pada masa mudanya suka mengembara ke pelosok negeri”.

Kemudian orang tua yang diinginkan olah Abu Nawas didatangkan. Abu Nawas lalu menyuruh orang tua itu menyebut satu persatu nama-nama desa yang ada di daerah selatan.

Ketika kemudian orang tersebut menyebutkan satu persatu nama desa yang ada di daerah Selatan, Abu Nawas menempelkan telinganya di dada Sang Pangeran. Setelah itu, Abu Nawas menyuruh orang tua tersebut kembali menyebutkan nama desa di bagian Barat, Timur dan Utara. Setelah semua bagian negeri telah disebutkan, Abu Nawas meminta izin untuk mengunjungi sebuah desa yang ada di Utara. Tentu saja Baginda Raja jadi heran terhadap permintaan Abu Nawas yang sama sekali tak ada hubungan dengan kesembuhan Putra, menurutnya.

“Hei Abu Nawas, engkau kuundang ke sini bukan untuk bertamasya,”  kata Baginda Raja.
“Hamba bukan ingin berlibur, Baginda,” jawab  Abu Nawas
“Tetapi aku belum paham, apa maksudmu pergi ke desa itu.”
“Maafkan hamba, paduka yang mulia. Kurang bijaksana rasanya bila hamba jelaskan sekarang.”

Baginda Raja tak mau pusing. Apapun yang akan dilakukan Abu Nawas, yang penting putranya bisa sembuh. Abu Nawas kemudian diijinkan pergi selama dua hari untuk pergi ke desa yang berada di Utara negeri. Setelah kembali dari desa yang dikunjunginya itu, Abu Nawas kemudian menemui Sang Pangeran dan membisikan sesuatu di telinga Sang Pangeran yang berbaring lemah di pembaringannya. Lalu Abu Nawas menempelkan telinganya di dada Sang Pangeran. Ia manggut-manggut setelah mendengar irama detak jantung Sang Pangeran. Setelah itu, Abu Nawas kembali menghadap Baginda Raja dan bertanya.

“Apakah yang mulia masih menginginkan Sang Pangeran untuk tetap hidup?”
“Apa maksudmu?”
“Sang Pangeran sedang jatuh cinta pada seorang gadis desa yang ada di sebelah Utara negeri ini.”
“Bagaimana kau bisa tahu hal itu?” tanya sang raja.

Abu Nawas lalu memberi penjelasan. “Begini yang mulia, Ketika nama-nama desa di seluruh negeri ini disebutkan, tiba-tiba degup jantungnya bertambah keras ketika Pangeran mendengarkan nama sebuah desa yang ada di bagian Utara negeri ini.”

“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Baginda Raja kemudian.
“Menikahkan Pangeran dengan gadis desa tersebut,”  jawab Abu Nawas santai.
“Kalau tidak bagaimana?”
“Yang mulia, sesungguhnya cinta itu buta. Jika kita tidak diobati kebutaannya, maka ia akan mati.”

Oleh karena Sang Pangeran adalah putra satu-satunya dan pewaris tunggal tahta kekuasaan, saran yang diberikan oleh Abu Nawas tidak mungkin untuk ditolak. Baginda Raja Harun Al Rasyid kemudian menyetujui saran yang diberikan oleh Abu Nawas.

Mendengar persetujuan tersebut, Sang Pangeran kemudian berangsur-angsur pulih. Sebagai ucapan terima kasih, Baginda Raja memberi Abu Nawas cincin emas. Demikianlah cinta. Cerita Indah Namun Tiada Arti. Namun bisa membuat orang menjadi galau, menjadi gila, bahkan bisa mematikan.

Diceritakan kembali oleh: Abah Yoyok
Dapoer Sastra Tjisaoek, April 2020

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *