Puisi dari tiga Penyair di Grup FB Mbludus berhasil terbidik oleh lesatan mata rasa bermakna kurator mbludus.com. Ketiganya adalah: Kekasihku karya Ibnu Kamal, Sajak Lubang Kunci Kepada Anak Kunci besutan
Winarni Dwi Lestari, dan Puisi Kosong oleh Heru Antoni.
Penyair Ibnu Kamal dalam puisinya /Kekasihku/ mencoba berusaha menantang tafsir, siapakah sejatinya si Aku lirik ? Penyair itu sendiri, semacam tulisan di buku harian, atau ada Aku lain selain Penyair, semacam potret kehidupan yang diliput oleh Wartawan. Atau Aku yang lain lagi. Puisi memang kadang punya alam dan bahasanya sendiri.
Demikian juga /Sajak Lubang Kunci Kepada Anak Kunci/ besutan Penyair Winarni Dwi Lestari.
Puisi ini memanfaatkan diksi aku sebagai aku lirik dalam rupa huruf kecil semua. Tentu diksi ini pun tidak serta merta bisa diprediksi siapa juga semestinya si aku ini. Ada nuansa informasi tersembunyi yang begitu apik dilantunkan kata demi kata oleh Sang Penyair. Adakah ini semacam catatan perjalanan kepenyairannya atau kah justru menjadi patok duga spiritual dari seorang Penyair Winarni Dwi Lestari. Sepertinya hanya puisi itu sendiri yang menyimpan segala misteri di dalam setiap huruf yang kaya makna, dan menantang untuk dibuka.
Penyair Heru Antoni menggurit puisinya berjudul /Puisi Kosong/. Di dalam puisi ini, Sang Penyair justru menggunakan kata /ia/ sebagai tokoh ia lirik dalam huruf kecil semua. Pada umumnya kata /ia/ bermakna sebagai orang ketiga tunggal, dan cenderung bermakna sedang tidak bersama dengan yang menyebutkan si /ia/. Kata ini pun juga masih penuh rahasia: siapa sejatinya tokoh ia lirik ini?
Dari Ketiga puisi tersebut serasa masing masing Penyair mengajak pembaca untuk menelusuri alam pikir penyair yang saling bertegur sapa, padahal mungkin mereka belum mengenal satu sama lain, hanya sebatas mengunggah karya dari dunia pikir, berlanjut ke layar cahaya sebagai wadah bertukar aksara, itu pun jika bisa bertemu di media publikasi puisi yang kadang perlu mental perjuangan tersendiri, agar terendus oleh sesama penyair, kurator dan atau pecinta sastra. Puisi memang seringkali mempunyai caranya sendiri untuk menemukan takdirnya. Kepada siapa puisi akan dilahirkan.
Selamat menikmati.
Ibnu Kamal
Kekasihku
Aku memandangmu
tanpa peduli teori
sudut pandang
atau
cara pandang apapun
Aku memandangmu
kerna ketidakberdayaan
otak dan hatiku
Aku ikuti alur pandangku
semau maunya
Dan aku bersamamu kini
Winarni Dwi Lestari
Sajak Lubang Kunci Kepada Anak Kunci
lindungi aku dari setiap mata
yang mengintip-intip mencoba cari tahu.
ada bisik, pekik (untuk setiap sapa)
ada desah, serapah (yang tak berujung jumpa)
pada telingaku yang terlampau peka.
mata-mata tak bertelinga
namun selalu mencuri-curi dengar kabar.
tangan-tangan genit meraba-raba bibirku,
setelah suara ketuk tak pedulikannya,
kau halau segera.
ah, aku selalu saja tersipu
kau menggeliat geli saat kugelitik
lalu kita beradu menciptakan bunyi klik
jangan pedulikan handle yang memalingkan muka,
juga derit engsel itu
katamu sambil tertawa kecil menggoda.
diam-diam aku selalu mendamba hadirmu
meski angin yang jahat dan pandai bersiasat itu
mengaburkan kabar tentangmu.
karena kau adalah tabir penutup segenap aibku
meski kau juga kunci pembuka semesta rahasia
yang tersembunyi di balik pintu.
Tuban 2014
Heru Antoni
Puisi Kosong
ia berharap tidak ada lagi puisi
di antara meja dan kursi berdebu
kata-kata tersedak ambigu
makna hilang entah kemana;
hidup hanya sekedar syair
rengekan tersasar di jalan
menuju ruang pesakitan
saat penyair lupa kalimat
keindahan terserap kabut
mengumbar kebodohan
di atas mimbar panggung
dengan pengeras suara
pekak lantang berdengung
jika ia tersesat
matilah ia dalam imaji
ribuan benda menjerat
menjadi kosong tanpa isi
ia berharap tak ada lagi puisi
sebagai pemanis nama-nama
sebab hidup bukan cuma nama
Note : Puisi-puisi di atas dikurasi dari grup Facebook Mbludus Grup