Puisi yang baik sering kali dari permenungan panjang meskipun ia lahir pada ide-ide spontanitas. Itulah mengapa puisi selalu memiliki makna berbeda meskipun tema dan persitiwanya serupa dari puisi-puisi lainnya. Puisi, kerap kali hadir dengan kedekatan penyair dengan peristiwa-peristiwa di sekitarnya. Selamat membaca (redaksi)

Epitaf

: Sapardi Djoko Damono

Malam menjerit
melumat kisah-kisah sang penyair
sajak-sajak telah ditimbun
dalam lubang-lubang dan rahim-rahim perempuan

Anak-anak menjelma kertas
dan koran-koran tersebar di antara
hari-hari yang lalu

Di kota-kota besar
manusia-manusia lupa akan takdir
hidup adalah keabadian
kematian adalah mimpi yang dilupakan

Aku menunduk, menatap tubuhmu
kaku, dibalut tanah dan semen
memanggil roh ibu bapak.
Lalu, kutorehan potret wajahmu
di cermin yang pernah ada senyuman
dan kanvas telah kupenuhi goresan minyak
kenanganmu

Karawang, Agustus 2020

Perempuan Pasundan

Angin ribut, datangkan para lelaki dari negeri jauh
berburu tubuh dan lubang-lubang
yang ditutup rapat oleh takdir dan keteguhan

Malam telah lama melumat rahimku
di antara gemulai tingkah, dan sorot mata bulan
mengundang tawa para lelaki
ke ranjang-ranjang, dan barung-barung bekas ciuman

Pada tubuh kuning langsat
tuhan hadir membawa para lelaki
membuat kisah,
dan meninggalkan bayi-bayi tanpa dosa
di sungai-sungai kepedihan

Aku pun lari, menjauh, dan bersembunyi
dalam kegelapan kota
mencari tempat-tempat nyaman.
Tapi, malam semakin garang
para serdadu itu
kini, telah menelan tubuhku

Karawang, Agustus 2020

Tidak Ada Perahu Nuh

/1/
Sinar remang lumuri
kampung asri nan sejuk
menyentuh rumah-rumah
atap segitiga, bilik bambu
dan lantai-lantai tanah bercampur
pasir sungai

Jari-jemari mega yang lentik
merayapi tubuh-tubuh bilik bambu
di sudut-sudut rumah
membangunkan kemolekan tidur warga
kala musim penghujan

/2/
Keringat membasahi bumi
di ladang mari kita tanam
padi dan jagung
di atas tanah sumbur nan gembur

Tanah-tanah kini melahirkan panen limpah ruah
warga gelar tradisi nyalin
bukti syukur kepada Sang Hyang Kersa*
Dewi Sri tebar keberkahan
masyarakat patuh tradisi

/3/
Langit mengadu di peraduan
seekor kancil muncul
nyasar kesunyian
api merajah jiwa-jiwa serakah
tangkap, gorok, cincang kancil kecil-kecil,
tusuk-tusuk penuh semangat
dibakar campur bumbu kacang,
rempah-rempah
lalu santap diujung malam

/4/
Kabut gulung malam sepi
langit tumpahkan hujan—
tenggelamkan rumah-rumah
seret ayam-ayam, domba-domba
dan kenangan-kenangan
warga menjelma kaum nuh
ditenggelamkan semesta

Tapi tidak ada perahu untuk ditumpangi
atau sang nabi pembawa risalah
warga raib—
hanyut bersama harta benda

Karawang, Maret 2020

Keterangan:
*Sang Maha Agung

Kematian Penyair

Waktu telah membunuhku
menjelma mimpi buruk yang kian lebam
kawanan kedasih berkicau
wartakan kepulangan pada semesta

Simbol-simbol kepayahan dipampang
tangisan perempuan tua menggema ruangan
manusia-manusia saleh datang, bacakan
firman-firman tuhan yang tak pernah usang

Anak-anak kecil nampak gembira
menunggu bingkisan
larik-larik puisi yang pernah hidup
di koran-koran dan majalah

Aku dimandikan
disabuni oleh ustaz dengan penuh kasih
disalatkan ribuan air mata yang kutanam
dibopong ke liang lahat, lalu ditimbun
bersama puisi paling sunyi

Di liang lahat kutuliskan puisi cinta
untuk si kembar mungkar nakir yang kesepian

Karawang, April 2020

Malam Paskah

Angin berhamburan
saat perjamuan kudus
para abdi
beribadah taat

Malam ini
kau tetap dingin
saat ku ingin
kamu tetap tunggal
tertinggal

Kamu sorga dalam hatiku
aku neraka dalam kenangmu

Ingin kukembali
rajut Baju senja
meminum susu
dari tubuhmu

Mira, aku akan tetap menjelma
selimut paling hangat
keringat paling dingin
pada malam-malam
saat kita berdua bergoyang
di ranjang reyot ibumu

Saat paskah
dewa akan Turun
bersama rindu
rinduku padamu

Karawang, Mei 2020

Ahmad Abdul Karim, lahir di Karawang pada 30 September 1999. Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Singaperbangsa Karawang. Aktif di BEMSIKA (Bengkel Menulis & Kreativitas PBSI UNSIKA), FLP Karawang, dan UKM Teater Gabung. Peraih 10 Besar Korean Literature Essay Contest dengan tema “Apresiasi Antologi Puisi Karya Yun Dong Ju” yang diselenggarakan oleh Korean Studies Research Center (KRSC) FPBS UPI.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *