Membaca rindu bemakna banyak hal. Melipat jarak, mengakrabi sepi, akur dengan tafakur, dan rela mengulum senyum walau isi kepala tak pernah habis diurai dalam kata-kata. Novy Noorhayati Syahfida menerjang itu semua. Menjerang setiap kelit rindu dalam hati dan kepalanya. Mengurai dengan metafora yang membuat kita tak ingin kemana-mana. Membaca puisinya, kita turut hanyut dalam keriuhan paling sunyi. (Redaksi)
Semusim
seperti cuaca yang beranjak pergi
ia datang tanpa di nanti
memekarkan kembang setaman
memendarkan kerinduan demi kerinduan
saat terik terhantam perih
seribu kenangan hilang menyerpih
menghancurkan ragam imaji
jatuh di antara retakan hati
segala angan yang ingin menjelma
ternyata hanya semusim saja
Tangerang
Kemuning (2)
hujan tak reda siang ini
sudut beranda yang basah dilanda sunyi
gegas mencatat rahasia sepi
dalam hening kemuning
kau sembunyikan sesuatu yang asing
cemas yang mengalir dari tanah waktu
membelah dada yang batu
Tangerang
[iklan]
Perayaan Sepi
di ruang ini, sunyi berhadap-hadapan dengan waktu
meja-meja senyap dengan taplak berwarna ungu
denting sendok yang tak lagi nyaring
dan garpu yang tergeletak hening
ini sajian paling istimewa
semangkuk air mata dengan ranum luka
kepulannya begitu menyeruak, membuat nganga
di dadaku sunyi debarmu kian berdentang
melebihi jarak yang membentang
mari merayakan sepi, sekali lagi…
Tangerang
Yang Tak Selesai Dibaca
ada yang tak pernah selesai dibaca
temaram lampu, senja, juga kota-kota
yang telah lama ditinggalkan sepasang cahaya
di beranda, bulan melamar bayang malam
menyembunyikannya ke dalam kelam
selalu ada yang tak selesai dibaca
bisikan, dan pesan-pesan rahasia
doa-doa yang beterbangan melewati cakrawala
ia, hanya mampu bersepakat dengan gelap
dengan seribu luka yang senantiasa didekap
Tangerang
Portrait
ia menggambar sepotong wajah
memberinya selengkung alis dan mata agar tak lengah
mewarnai kulitnya yang setengah pucat-pasi
serta menambahkan tanda pada kedua pipi
perlahan, ia membingkainya di atas sebidang kertas putih
— tak letih-letih
Tangerang
Novy Noorhayati Syahfida lahir pada tanggal 12 November di Jakarta. Alumni Fakultas Ekonomi dengan Program Studi Manajemen dari Universitas Pasundan Bandung. Puisi-puisinya telah dipublikasikan di berbagai media cetak, media online, dan juga di lebih dari 90 buku antologi bersama. Namanya juga tercantum dalam Profil Perempuan Pengarang & Penulis Indonesia (Kosa Kata Kita, 2012). Tiga buku kumpulan puisi tunggalnya yang berjudul Atas Nama Cinta (Shell-Jagat Tempurung, 2012), Kuukir Senja dari Balik Jendela (Oase Qalbu, 2013) dan Labirin (Metabook, 2015) telah terbit. Saat ini bekerja di sebuah perusahaan kontraktor dan menetap di Tangerang.