
Mumi Nusantara
Mumi adalah mayat yang diawetkan. Dunia tahu bahwa tradisi mengawetkan mayat ini ada di jaman Mesir kuno (Jaman Firaun). Tapi ternyata, tradisi mengawetkan mayat atau tradisi mumi ini juga ada di Indonesia. Ada di 3 wilayah bumi nusantara ini, yaitu di wilayah Toraja, Sulawesi Selatan, wilayah Nusa Tenggara Timur, dan Papua.
[iklan]
Mumi Suku Toraja di Sulawesi Selatan
Tradisi mengawetkan jenazah memang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Suku Toraja di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Mereka mengawetkan jenazah dengan memberi ramuan khusus yang membuat jasad itu tidak akan membusuk. Setelah jenazah mengering kemudian disimpan di sebuah lubang (kuburan) yang berada di perbukitan batu.
Dalam kehidupan masyarakat Suku Toraja dikenal sebuah upacara bernama Ma’nene. Upacara yang berupa ritual membersihkan mayat leluhur yang sudah berusia puluhan sampai ratusan tahun. Dalam ritual tersebut pakaian si mumi yang tersimpan dalam lubang di perbukitan batu, diganti dengan pakaian baru. Setelah itu mumi (mayat) diarak keliling kampung. Yang unik dari ritual Ma’nene ini adalah, kadang-kadang ada mayat yang bisa berjalan sendiri ketika diarak keliling kampung. Keunikan inilah yang kemudian mengundang banyak wisatawan lokal maupun mancanegara untuk menyaksikan ‘mayat hidup‘ dari Tana Toraja itu.
Mumi Kaki More di Nusa Tenggara Timur
Di Kampung Wolondopo, Nusa Tenggara Timur ada sebuah bangunan berisi mumi yang awet secara alami, tanpa ramuan atau balsem sebagaimana proses pengawetan mumi pada umumnya. Mumi yang bernama Kaki More tersebut hanya dimasukkan ke dalam sebuah peti dan secara ajaib mengering dengan sendirinya.
Konon kabarnya, Kaki More itu dulunya adalah seorang Mosalaki, keturunan keluarga pemimpin adat. Sebelum ajal menjemputnya, ia berpesan pada keluarganya agar jasadnya tidak dikuburkan. Mumi Kaki More posisinya terbaring miring dengan seluruh tubuh terbalut kain bermotif batik.
Mumi Suku Dani dan Moni di Papua
Pulau di ujung timur Indonesia, Papua, juga sudah lama mengenal tradisi mumi. Ada 5 suku di Papua yang punya tradisi mengawetkan jenazah menjadi mumi. Yaitu, suku Mek di Pegunungan Bintang, suku Dani di Lembah Baliem, suku Moni di Intan Jaya, suku Yali di Kurima dan suku Mee di Dogiyai.
Suku Dani biasa mengawetkan mayat tanpa harus dibalut. Sebagaimana halnya mumi yang ada di Papua, jenazah hanya dijemur dan disimpan dalam goa. Setelah agak kering, mumi diletakkan di atas perapian, lalu ditusuk-tusuk dengan tulang babi untuk menghilangkan lemak di tubuh mumi. Perlahan-lahan mumi akan menghitam. Setelah itu mumi akan disimpan di dalam rumah tradisi yang disebut Honai.
Ada 5 suku di Papua yang punya tradisi kematian dengan mengawetkan jenazah untuk dijadikan mumi, yaitu suku Mek di Pegunungan Bintang, suku Dani di Lembah Baliem, suku Moni di Intan Jaya, suku Yali di Kurima dan suku Mee di Dogiyai.
Adapun jenazah yang dijadikan mumi bukanlah orang sembarangan. Biasanya, adalah jenazah seseorang yang dinilai berjasa bagi sukunya, baik itu merupakan kepala suku, panglima perang atau orang yang sangat dihormati. Umumnya jenazah yang dijadikan mumi adalah laki-laki.
Proses pembuatan mumi di papua tersebut ada dua cara yang cukup sederhana. Diasapi dan ditaruh di atas pohon. Pada Suku Moni misalnya, jenazah yang akan dijadikan mumi itu cukup dilumuri minyak babi, lalu ditaruh di atas perapian sampai jenazahnya mengering dan tidak membusuk. Mumi Suku Dani di lembah Baliem juga hampir sama proses pengerjaannya. Sebelum pengasapan dilakukan terhadap jenazah, terlebih dahulu dipersiapkan seekor anak babi yang baru lahir untuk pertanda waktu. Lalu, lama pengasapan jenazah dilakukan sampai anak babi tersebut mempunyai taring yang cukup panjang. Setelah pengasapan jenazah selesai, kemudian dilakukan upacara untuk memandikan para petugas yang mengasapi jenazah. Selanjutnya, sebelum pelepasan mumi untuk di simpan, babi yang digunakan sebagai tanda waktu dipotong, dan ekornya dikalungkan ke leher jenazah yang sudah menjadi mumi. Setelah semua proses pengerjaan mumi selesai, upacara diakhiri dengan pesta bakar batu.
Tak kalah unik dan menarik adalah proses memumikan jenazah yang dilakukan oleh Suku Mek. Mereka menaruh jenazah di atas pohon selama satu tahun sehingga menjadi mumi secara alami. Cuaca yang dingin di atas pohon, agaknya telah menjadikan jenazah menjadi awet secara alami. Baru setelah itu, diturunkan dan ditaruh di dalam gua.
Konon katanya, mumi-mumi yang ada di beberapa wilayah di Papua itu sudah berumur ratusan tahun. Diperkirakan sudah mencapai sekitar 300 tahun. Wow!
Mumi yang ada di Papua ini tidak disimpan di museum atau peti mati, melainkan ditaruh di rumah Honai (rumah adat) dan sangat di sakralkan. Pada umumnya mumi tersimpan dalam posisi terlentang di dalam peti. Tapi mumi Papua beda, posisinya posisinya duduk dengan mulut ternganga. Kedua tangannya memegang masing-masing kedua lututnya. Seperti posisi janin dalam kandungan.
Mumi-mumi yang ada di beberapa wilayah di Papua tersebut sangat dihormati oleh masyarakat, disakralkan dan diagung-agungkan karena dipercaya membawa keberkahan. Masyarakat Papua tetap percaya pada Tuhan, namun mereka sangat menghormati adat budaya leluhur mereka. (AY. 13/01/2020)
Sumber berita:
https://travel.detik.com/domestic-destination/
https://www.brilio.net/jalan-jalan/
Gambar: https//www/googlecom