Oleh Atik Bintoro

  • Awal Yang Mendesah

Seperti disampaikan pada Ensiklopedia Sastra Indonesia [1], bahwa menurut H.B. Jassin sajak sajak karya Afrizal Malna adalah dahsyat. Sedangkan menurut Rachmat Djoko Pradopo bahwa sajak sajak Afrizal Malna beraroma surealisme, dan Afrizal Malna pun termasuk kategori penyair surealisme.

Afrizal Malna lahir di Jakarta, 7 Juni 1957, putra Sutan Malin Bagindo dan Nurjanah. Pendidikan terakhirnya di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, dan tidak tamat kuliah.

Ada pun karya kumpulan puisi Afrizal Malna, antara lain: Mitos-Mitos Kecemasan (1985), Yang Berdiam di Mikrofon (1990), Kalung dari Teman (1999), Teman-Temanku dari Atap Bahasa (2008), dan Pada Bantal Berasap (2010). Disamping itu, juga ada di Antologi Perdebatan Sastra Kontekstual (editor Ariel Heryanto, 1986), dan Tonggak: Antologi Puisi Indonesia Modern 4 (editor Linus Suryadi, 1987). Afrizal Malna pernah mengikuti baca puisi dan workshop puisi di Den Haag dalam forum penyair Indonesia dan Belanda (1995). Di samping itu, Afrizal juga melakukan diskusi dan baca puisi di beberapa universitas di Koln dan Hamburg (1995), dan mengikuti Poetry Reading International Rotterdam (1996).

Satu diantara puisi Afrizal Malna yang terdapat di KUMPULAN PUISI KOMPAS pada 3 Februari 2013, akan dinikmati pada kesempatan kali ini. Ada pun puisinya seperti di bawah ini [2]:

Apartemen Identitas

Aku ingin bisa melihat angin. Melihatnya. Menggenggamnya.
Menatapnya. Menghembuskan setiap pecahan aku ke aku yang
lain. Biji-biji bahasa berjatuhan. Seseorang melihatku melalui
mata sebuah bangsa dari jendela apartemennya, di jalan Eugene
Sue, telah berlalu meninggalkan yang telah berlalu. Empat
kelompok angin besar, kelabu, bergerak. Membuat perempatan
angin di langit. Kelompok awan putih dibaliknya, menyimpan
perpustakaan Utara dan Selatan. Bergerak dari empat arah. Biji-
biji bahasa memecah identitas, kamus-kamus tercabik, setelah
Perancis dan Afrika. Malam datang bersama suara
ambulan. Kita belajar sendiri-sendiri ketika bersama. Udara dari
tubuhmu membuat biji-biji bahasa tumbuh di atas debu-debu
yang berkumpul di balkon apartemen. Asap tembakau
menjemput seorang penyair yang bermukin dalam tas kopernya.
Burung-burung, anak-anak musim yang setia, menjaganya
dengan cerita-cerita botanikal. Penggaris yang mengukur
kematian, dan pidato seorang pengangguran di kreta metro,
melintasi stasiun Stalingrad.

Apartemen itu berisi:
-Pemberontakan tali sepatu daerah kubusmu
-Slide cincin pernikahan di atas lidah
-Tarian tak selesai Henri Matisse
-Bunga-bunga bunuh diri di Saint Muchel, Notre-Dame
-Seorang tua berkulit hitam bicara dengan dua tas besarnya di
Stasiun metro, Duroc
-Kematian post-modernisme dalam aliran keuangan
internasional.

Alarm apartemen merontokkan semua bunyi di dinding, minyak
goreng yang hangus di kompor elektrik. Asapnya mengumpal,
tak bisa kulihat, tak bisa kugenggam, tak bisa kutatap,
menjemput identitas dalam tas koper yang terus bergerak tanpa
rekening bank. Membuat perempatan angin untuk potret-potret
luka setiap bangsa.

Lupakan aku. Lupakan aku, setelah semua kultur membisu.

Desahan bait bait puisi di atas seolah ada nuansa menerobos hasrat pembaca untuk menikmatinya lebih mendalam agar tertangkap makna desah tersebut.

  • Jalan Panjang Menikmati Puisi Apartemen Identitas karya Afrizal Malna

Sebagai langkah awal perjalanan panjang menikmati puisi karya Afrizal Malna yang berjudul Apartemen Identitas, dirasa perlu membagi puisi ke dalam beberapa bait dan baris dengan memberinya nomor identitas, dan ditulis miring. Adapun pembagian puisi tersebut seperti di bawah ini.

Apartemen Identitas

1.
Aku ingin bisa melihat angin. Melihatnya. Menggenggamnya Menatapnya. (1)
Menghembuskan setiap pecahan aku ke aku yang lain. (2)
Biji-biji bahasa berjatuhan. Seseorang melihatku melalui mata sebuah bangsa (3)
dari jendela apartemennya, di jalan Eugene Sue, (4)
telah berlalu meninggalkan yang telah berlalu. (5)

2.
Empat kelompok angin besar, kelabu, bergerak. (1)
Membuat perempatan angin di langit. (2)
Kelompok awan putih dibaliknya, menyimpan perpustakaan Utara dan Selatan. (3)
Bergerak dari empat arah. Biji-biji bahasa memecah identitas, (4)
kamus-kamus tercabik, setelah Perancis dan Afrika. (5)
Malam datang bersama suara ambulan. (6)
Kita belajar sendiri-sendiri ketika bersama. (7)
Udara dari tubuhmu membuat biji-biji bahasa tumbuh di atas debu-debu (8)
yang berkumpul di balkon apartemen. (9)
Asap tembakau menjemput seorang penyair yang bermukin dalam tas kopernya. (10)
Burung-burung, anak-anak musim yang setia, menjaganya dengan cerita-cerita botanikal. (11)
Penggaris yang mengukur kematian, dan pidato seorang pengangguran di kreta metro, (12)
melintasi stasiun Stalingrad. (13)

3.
Apartemen itu berisi: (1)
-Pemberontakan tali sepatu daerah kubusmu (2)
-Slide cincin pernikahan di atas lidah (3)
-Tarian tak selesai Henri Matisse (4)
-Bung-bunga bunuh diri di Saint Muchel, Notre-Dame (5)
-Seorang tua berkulit hitam bicara dengan dua tas besarnya di Stasiun metro, Duroc (6)
-Kematian post-modernisme dalam aliran keuangan internasional.(7)

4.
Alarm apartemen merontokkan semua bunyi di dinding, (1)
minyak goreng yang hangus di kompor elektrik. (2)
Asapnya mengumpal, tak bisa kulihat, tak bisa kugenggam, tak bisa kutatap, (3)
menjemput identitas dalam tas koper yang terus bergerak tanpa rekening bank. (4)
Membuat perempatan angin untuk potret-potret luka setiap bangsa.  (5)

5.
Lupakan aku. Lupakan aku, setelah semua kultur membisu. (1)

Judul puisi /Apartemen Identitas/ karya Afrizal Malna dapat dimaknai sebagai diksi yang mengarah pada pengertian kata: apartemen dan identitas.  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa apartemen adalah tempat tinggal yang terdiri atas[3]: kamar duduk, kamar tidur, kamar mandi, dan dapur. Apartemen berada pada suatu lantai bangunan bertingkat yang besar dan mewah, biasanya dilengkapi dengan berbagai fasilitas, semisal: kolam renang, pusat kebugaran, dan toko.

Sedangkan pengertian identitas menurut KBBI adalah[4]: ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang.

Jadi aroma makna judul puisi /Apartemen Identitas/ merupakan petunjuk bagi pembaca bahwa batang tubuh puisi akan berisi tentang tempat tinggal: logika, makna, dan rasa; yang penuh dengan berbagai fasilitas yang menyertainya, dengan ciri ciri khusus yang boleh jadi sebagai pembeda dengan yang lain, dan bersifat permanen. Sebab jika identitas sering berubah, berpotensi tidak lagi mempunyai ciri khusus, atau ciri khususnya ada pada perubahan itu sendiri. Sehingga bisa dikatakan bahwa segala hal yang mudah berubah, maka hal tersebut tidak lagi mempunyai identitas yang permanen.

Setelah memindai judul puisi, untuk menikmatinya bisa langsung turun ke bait 1, baris (1). Dari sini ada nuansa informasi tentang keinginan tokoh aku lirik dalam sajak /Aku ingin bisa melihat angin. Melihatnya. Menggenggamnya/.

Kata /ingin/ bisa mengingatkan pembaca pada judul puisi Aku Ingin karya Sapardi Djoko Damono, yang ditulis pada tahun 1989 [5]. Ungkapan ingin mengandung dugaan bahwa tokoh aku lirik hanya sebatas keinginan saja: tidak terlalu masalah bisa kesampaian atau tidak. Apalagi jika keinginan tersebut tidak terikat pada ruang, waktu, dan peristiwa tertentu, kan sekadar keinginan saja [6].

Timbul pertanyaan: apakah Puisi Aku Ingin karya Sapardi Djoko Damono (SDD) yang ditulis pada tahun 1989 telah mengilhami Penyair Afrizal Malna dengan baris sajaknya /Aku ingin bisa melihat angin/, yang dimuat di Puisi Kumpulan Kompas pada 3 Februari 2013?

Keduanya mengandung endusan yang berpotensi bermakna mirip, yakni sekadar keinginan saja, yang mungkin keinginan tersebut akan terlalu sulit untuk dicapai, yaitu, untuk penyair SDD: /Aku ingin mencintaimu dengan sederhana/, sedangkan untuk Penyair Afrizal Malna: /Aku ingin bisa melihat angin/.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, dirasa perlu melakukan penikmatan puisi melalui jalur intertekstual dari kedua puisi tersebut [7], yaitu dengan cara membandingkan antar teks dari puisi terdahulu dengan puisi yang lahir kemudian dari puisi penyair yang berbeda. Tentu pada artikel penikmatan ini, tidak bermaksud sampai ke ranah investigasi keterpengaruhan tersebut. Tetapi hanya sebatas mengetahui, ternyata ada nuansa yang berpotensi mirip dalam memilih diksi /aku ingin/.

Di sisi selanjutnya ada ungkapan menarik di baris ke (2), yaitu: /aku yang lain/.  Ungkapan ini dalam bahasa Inggris pernah terkenal melalui judul lagu Another Me yang dinyanyikan oleh Penyanyi Korea Selatan Kim Sunggyu, yang rilis pada 19 November 2012.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya diantara tahun 2014 sampai dengan 2019 istilah /aku yang lain/ atau istilah kau adalah aku yang lain juga sering muncul di jagad medsos, bahkan seorang Kiyai Budi Harjono satu diantara aktor dalam film ‘Kau Adalah Aku yang Lain’ bersedia untuk diskusi mengenai kontroversi isitilah tersebut, dan Film ini sempat menuai kontroversi di sebagaian masyarakat [8].

Dari fenomena kemunculan istilah yang mirip untuk diksi /aku yang lain/ bisa menimbulkan pertanyaan, apakah lahirnya istilah tersebut, bahwa para penggagasnya mempunyai hubungan telah mengalami saling keterpengaruhan, atau bagaimana?. Tentu untuk menjawabnya pun minimal perlu telaah intertekstual pada semua teks dari istilah tersebut.

Artikel ini pun, sebatas pada pengetahuan saja, yaitu: ternyata ada potensi kemiripan istilah, antara Lagu Another Me, Sajak /aku yang lain/ di puisi Apartemen Identitas, Judul film ‘Kau Adalah Aku yang Lain’ karya Anto Galon. Artikel juga tidak hendak membahas lanjut tentang kemiripan tersebut.

Terlepas dari semua potensi aroma kemiripan di atas, mari penikmatan puisi diteruskan pada bait selanjutnya. Bait pertama seolah menjadi pintu gerbang memasuki ranah kepiawaian Penyair dalam menyembunyikan rasa, logika, dan makna dari masing masing diksi. Agak rumit memang, tetapi bukan berarti tidak bisa dinikmati kerumitannya. Lebih lebih ketika memaknai sajak /Aku ingin bisa melihat angin/.

Secara fisik angin, relatif tidak diketahui warnanya, meski bentuk dan mungkin aromanya bisa dirasakan yakni angin berbentuk gas, dengan aroma sesuai kandungan yang ada di dalam angin, bisa wangi, atau pun tak sedap.

Dari Angin di baris (1) bait 1 yang tidak kasat mata, dan cenderung hanya tersimpan di rasa dan pikiran, kemudian berujung pada realitas yang tampak fisiknya: warna, dan bentuknya, yaitu di sajak /mata sebuah bangsa dari jendela apartemennya, di jalan Eugene Sue/.

Jendela apartemen pastilah nyata, dan jalan Eugene Sue juga nyata, meskipun keduanya bisa diduga sebagai metafora saja, namun belum jelas benar maksud dari sajak /jalan Eugene Sue/, apakah mengacu pada nama seorang novelis Prancis Marie-Joseph Eugène Sue yang mempopulerkan genre novel seri di Prancis dengan karyanya The Mysteries of Paris, yang sangat populer terbit di Koran sejak 1842 sampai 1843 [9], atau bagaimana?

Kembali pada dua realitas yang berbeda di atas, yakni realitas keinginan di pikiran, dan realitas fisik di kenyataan bisa menimbulkan kekacauan pikir, dan akan bikin bingung dalam langkah menikmatinya, jika si penikmat meninggalkan pisau sayatan bergaya surealis, yaitu gaya ungkap yang berisi: konsep mimpi, dunia nyata, alam bawah sadar, dan ungkapan yang tidak akan terjadi di dunia nyata [10].

Begitu juga gaya puisi yang berpotensi surealis akan mengingatkan pada puisi Penyair Abdul Hadi WM yang berjudul /LA CONDITION HUMAINE/ yang ditulis tahun 1975. Puisi ini menampakkan kepakaran penyair Abdul Hadi WM dalam gaya surealis pada saat berpuisi, sehingga dengan diksi sederhana, bisa lahir muatan: makna, logika, dan rasa luar biasa; terutama ketika Penyair sengaja menyediakan ranah abstrak kemulti-tafsiran pada puisi /LA CONDITION HUMAINE/[11].

Demikian juga gaya surealis dari puisi Afrizal Malna di /Apartemen Identitas/ di atas, semakin tampak tatkala sang penikmat puisi memasuki bait ke 2, dan berlanjut sampai dengan bait 4.

Di bait ke dua ini sudah terasa berhamburan diksi yang saling memperkuat untuk memberikan ruang imajinasi pembaca, yang cenderung berpotensi menjadi multi tafsir, mulai dari sajak di baris (1), bait 2 sampai dengan baris 12, apalagi jika sampai ke baris (5) bait ke 4.

Untuk membantu menafsirkan, aplikasi Meta AI bisa digunakan sebagai alat bantu penafsiran, misalnya  dengan memberi pertanyaan: apa maksud dari puisi ini. Hasilnya sebagai berikut [12]:

Puisi di bait 2 merupakan karya sastra kontemporer yang menggunakan bahasa yang kompleks dan metaforis. Berikut adalah interpretasi dari puisi ini:

Struktur dan Tema

Puisi ini terdiri dari 12 baris yang dapat dibagi menjadi empat bagian utama. Setiap bagian memiliki tema yang berbeda, tetapi semua terkait dengan konsep perubahan, identitas, dan komunikasi.

Bagian Pertama (Baris 1-3)

Bagian ini menggambarkan empat kelompok angin besar yang bergerak dan membentuk perempatan angin di langit. Ini dapat diinterpretasikan sebagai perubahan besar yang terjadi di dunia. Kelompok awan putih yang menyimpan perpustakaan Utara dan Selatan dapat diartikan sebagai pengetahuan dan kebijaksanaan yang terkumpul dari berbagai belahan dunia.

Bagian Kedua (Baris 4-5)

Bagian ini menggambarkan biji-biji bahasa yang memecah identitas dan kamus-kamus yang tercabik. Ini dapat diinterpretasikan sebagai perubahan dalam cara kita berkomunikasi dan memahami identitas kita. Perancis dan Afrika dapat diartikan sebagai simbol perbedaan budaya dan bahasa.

Bagian Ketiga (Baris 6-8)

Bagian ini menggambarkan malam yang datang bersama suara ambulan dan kita belajar sendiri-sendiri ketika bersama. Ini dapat diinterpretasikan sebagai perubahan dalam cara kita berinteraksi dengan orang lain dan bagaimana kita memahami diri kita sendiri. Udara dari tubuhmu yang membuat biji-biji bahasa tumbuh dapat diartikan sebagai pengaruh orang lain terhadap kita.

Bagian Keempat (Baris 9-12)

Bagian ini menggambarkan asap tembakau yang menjemput seorang penyair dan burung-burung yang menjaganya dengan cerita-cerita botanikal. Ini dapat diinterpretasikan sebagai perubahan dalam cara kita memahami dan mengekspresikan diri kita. Penggaris yang mengukur kematian dan pidato seorang pengangguran di kreta metro dapat diartikan sebagai simbol perubahan dalam cara kita memahami hidup dan kematian.

Sedangkan intepretasi aplikasi Meta AI terhadap bait ke 3, adalah Puisi ini merupakan puisi karya sastra kontemporer yang menggunakan bahasa kompleks dan metaforis. Berikut interpretasi dari beberapa baris dalam puisi:

  • “Pemberontakan tali sepatu daerah kubusmu” mungkin menggambarkan perlawanan terhadap keteraturan dan ketertiban yang ada.
  • “Slide cincin pernikahan di atas lidah” bisa diartikan sebagai simbol kehilangan komitmen atau pernikahan yang gagal.
  • “Tarian tak selesai Henri Matisse” mungkin mengacu pada karya seni yang belum selesai atau proses kreatif yang terputus.
  • “Bunga-bunga bunuh diri di Saint Muchel, Notre-Dame” menggambarkan kematian dan kehancuran di tempat yang seharusnya suci.
  • “Seorang tua berkulit hitam bicara dengan dua tas besarnya di Stasiun metro, Duroc” mungkin menggambarkan seseorang yang terpinggirkan atau terisolasi.
  • “Kematian post-modernisme dalam aliran keuangan internasional” mengacu pada kematian sebuah ideologi atau gerakan dalam konteks globalisasi dan kapitalisme.

Sedangkan bait ke 4, menurut Meta AI, maknanya adalah: Puisi ini menggambarkan kekacauan dan kebingungan yang terjadi dalam kehidupan modern. Berikut adalah interpretasi dari beberapa baris dalam puisi tersebut:

  • “Alarm apartemen merontokkan semua bunyi di dinding” menggambarkan kekacauan dan kebingungan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
  • “Minyak goreng yang hangus di kompor elektrik” mengacu pada kehancuran dan kerusakan yang terjadi akibat kesalahan atau kelalaian.
  • “Asapnya mengumpal, tak bisa kulihat, tak bisa kugenggam, tak bisa kutatap” menggambarkan kekacauan dan kebingungan yang tidak dapat dipahami atau diatasi.
  • “Menjemput identitas dalam tas koper yang terus bergerak tanpa rekening bank” mengacu pada perubahan identitas yang terjadi akibat percampuran budaya dan globalisasi, serta ketidakpastian yang terjadi dalam kehidupan modern.
  • “Membuat perempatan angin untuk potret-potret luka setiap bangsa” menggambarkan kekacauan dan kebingungan yang terjadi dalam kehidupan modern, serta luka-luka yang terjadi dalam sejarah dan budaya setiap bangsa.

Meta AI menyimpulkan bahwa Puisi di bait 2 sampai dengan bait 4, adalah sebagai berikut: Puisi ini merupakan refleksi tentang perubahan dalam cara kita berkomunikasi, memahami identitas kita, dan mengekspresikan diri kita. Puisi ini juga menyoroti pentingnya memahami dan menghargai perbedaan budaya dan bahasa. Puisi ini tampak menggambarkan kehancuran, kematian, dan ketidakpastian di berbagai aspek kehidupan, serta menyoroti ketegangan antara modernitas dan tradisi. Disamping itu juga menggambarkan kekacauan dan kebingungan yang terjadi dalam kehidupan modern, serta perubahan identitas yang terjadi akibat percampuran budaya dan globalisasi.

Dari hasil pemaknaan oleh Meta AI terhadap bait 2 sampai dengan bait 4, dapat dipahami jika asumsi penilaian Meta AI ini, dianggap sesuai dengan: logika, rasa, dan makna; oleh penikmat puisi besutan Penyair Afrizal Makna yang berjudul /Apertemen Identitas/ ini, maka sebagai penutup bait dan baris puisi, tokoh /aku/ lirik minta dilupakan, lalu dipilih diksi sajak di baris (1), bait 5, seperti di bawah ini.

/Lupakan aku. Lupakan aku, setelah semua kultur membisu/. (1)

Ya… sudah lupakan saja, atau… terserah pembaca, bagaimana menyangkut: rasa, makna, dan logika; ketika berhadapan dengan puisi yang berpotensi punya gaya ungkap cenderung surealis. Silakan….

Daftar Pustaka

  1. —, 2026, Afrizal malna, Ensiklopedia Sastra Indonesia – Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia https://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Afrizal_Malna
  2. —, 2013, Puisi Afrizal Malna, Kumpulan Puisi Kompas, puisikompas.wordpress.com https://puisikompas.wordpress.com/2013/02/04/puisi-afizal-malna/
  3. kbbi, —, Arti Kata “apartemen” Menurut KBBI, https://kbbi.co.id/arti-kata/apartemen
  4. kbbi, —, Arti Kata “identitas” Menurut KBBI, https://www.kbbi.co.id/arti-kata/identitas
  5. Vanya Karunia Mulia Putri, 2023, “Makna Puisi “Aku Ingin” Karya Sapardi Djoko Damono”, kompas.com, https://www.kompas.com/skola/read/2023/02/27/080000569/makna-puisi-aku-ingin-karya-sapardi-djoko-damono.
  6. Atik Bintoro, 2024, Menikmati Puisi “Aku Ingin” karya Sapardi Djoko Damono: Hanya keinginan Saja?, mbludus.com,
  7. Hayya Meilina Eka Hastuti, Hana Jihan Fadhila, Yosi Wulandar, 2024, Perbandingan Puisi “Hanya” Karya Sapardi Djoko Damono Dan “Mata Hitam” Karya W.S Rendra: Kajian Intertekstualitas, LITERASI, Volume 8|Nomor 1|April 2024
  8. Angling Adhitya Purbaya, 2027, “Kiai Budi Siap Diskusi soal Kontroversi ‘Kau Adalah Aku yang Lain'”. selengkapnya, detiknews, https://news.detik.com/berita/d-3548798/kiai-budi-siap-diskusi-soal-kontroversi-kau-adalah-aku-yang-lain
  9. …, 2024, Eugene Sue, Wikipedia, https://en.wikipedia.org/wiki/Eug%C3%A8ne_Sue
  10. —, —, Pengertian Surealisme: Sejarah, Unsur, Ciri Jenis, dan Tokohnya, Gramedia Blog https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-surealisme/
  11. Kek Atek, 2023, Ada Puisi di Puisi Penyair Abdul Hadi WM., mbludus.com
  12. Meta AI, 2025, New Conversation, https://www.meta.ai/

Penulis: Atik Bintoro atau sering dikenal sebagai Kek Atek
Penikmat Puisi tinggal di Rumpin, Kab. Bogor, Jawa Barat, Indonesia.
Pegiat Komunitas Dapoer Sastra Tjisaoek

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *