Yanuar Abdillah Setiadi, Penyair yang Santri ini lahir di Purbalingga, tahun 2001. Sebagai generasi Milenial tentu tidak mengherankan jika hari-harinya akrab dengan Teknologi kekinian.

Demikian juga beberapa diksi terkini juga tak luput menjadi pilihan apik di dalam puisinya, sebut saja semisal: Laptop, Fitur, Aplikasi, dan citra diri. Disamping itu, pilihan kata lingkungan santri juga mewarnai puisi puisinya kali ini, semisal: kufur, sukur, umat, dan fana.

Gaya bertutur humor puisinya pun juga terpindai sebagai tuturan gaya Milenial, semisal: Selamat jatuh di hatiku, kau telah sampai rumah, dan ternyata rumahmu adalah hatiku, harapanku semoga kau betah.

Bahkan satu judul puisi besutan Penyair yang masih mahasiswa ini, juga beraroma Milenial, semisal: Paradoks di Era Milenial.

Generasi Milenial memang seringkali mempunyai cara ungkap, dan pemilihan gaya serta diksi tersendiri. Selamat menikmati puisi-puisi karya Yanuar Abdillah Setiadi.

Kehabisan Akal

Sudah hampir satu jam
laptop menatapku dengan tatapan
sinis dan aku menatapnya
dengan tatapan kosong.

Aku muak dengan kehampaan ini
tak ada satu pun kata  dapat aku terka.

Layar laptop sesekali berkedip
entah mengejekku yang tak kunjung mengetik
atau mulai leleh  dengan tingkahku
yang hanya merenung  tanpa sedikitpun berkutik.

Aku banyak mengucapkan terimakasih
kepada laptop dan kehampaan ini yang
tanpa sengaja memberiku beberapa bait ide
dan kalian membaca dengan saksama.

Purwokerto, 15 Agustus 2021

Paradoks Di Era Milenial

Manusia bercengkrama dengan orang nan jauh
di negeri sana sedangkan seorang
di depan mata terdiam
merana.

Memamerkan rupa diri di khalayak dengan
sangat apik guna  memikat hati para pengikutnya
namun  melupakan privasi dan jati diri.
Hingga merasa asing sendiri .

Memugar kecantikan lewat berbagai fitur
layaknya publik figur.
Bagiku mereka hanya sedang merasa kufur
dan kurang bersukur.

Berbagai aplikasi diluncurkan untuk mempermudah
kelangsungan hidup umat manusia bukan untuk
memamerkan citra  diri dan merasa paling wah sendiri
bahkan saling mencaci sana-sini.

Purwokerto, 15 Agustus 2021

Mencari Rumah

Aku sangat hati-hati dalam
meniti jalan menuju rumah agar tak
salah melangkah
Aku siapkan berbagai tanda dan simbol
agar tak kehilangan arah

Aku pernah tergelincir ke jurang sebelah kanan,
tapi kau dengan sigap menjulurkan tangan
dan mengangkat aku perlahan hingga
aku bisa beranjak dan melanjutkan perjalanan

Aku pernah terjatuh ke jurang sebelah kiri
dan tanpa basa basi kau melemparkan
tali menarikku dengan sepenuh hati
hingga aku bisa lekas  meniti kembali

Di ujung jalan menuju rumahku,
aku kehilangan arah.
Kuputuskan mundur beberapa langkah
Kau dengan cuek dan  tanpa rasa bersalah
membiarkanku terjatuh

Tak berselang lama kau malah mengucapkan selamat.
“Selamat jatuh di hatiku, kau telah
sampai rumah, dan ternyata  rumahmu adalah
hatiku, harapanku semoga kau betah”

Purwokerto, 16 Agustus  2021

Komposisi Kopi

Kopi adalah paduan
rasa pahit manis yang pas.
Pahit yang dihasilkan
oleh kegagalan selama hidup
di dunia yang fana.
Manis yang diperas dari
cucuran keringat kepayahan di masa
lampau.

Kenikmatan kopi begitu
lezat bagi bibir yang dengan
kelu -kelu sejatinya karena telah terlampau
payah dalam berusaha- menyeruputnya
dan ia memancarkan wajah senyum dan
sumringah.

Ia tau betul  bahwa  pahit dan manisnya kopi
telah ditaklukan oleh bibir lugunya.

Purwokerto, 16 Agustus 2021

Yanuar Abdillah Setiadi, lahir di Purbalingga, 01 Januari 2001. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab UIN Syaifuddin Zuhri Purwokerto. Santri Pondok  Pesantren Modern El-Furqon Purwokerto

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *