Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Mbludus.com
    • Beranda
    • Berita
    • Humaniora
      • Sosial Politik
      • Sosialita
      • Pendidikan
      • Tradisi
      • Lingkungan
    • Sains
    • Sastra
      • Cerbung
      • Cerpen
      • Dongeng
      • Drama
      • Kritik Sastra
      • Puisi
    • Kreasi
      • Bisnis
      • Musik
      • Sinematografi
    • Merchandise
      • Buku
      • Baju
      • Kerajinan Tangan
    • Lainnya
      • Profil Redaksi
      • Penerimaan Naskah Mbludus.com
    Mbludus.com
    You are at:Home » Puisi » Gamelan Tahun Baru
    Puisi

    Gamelan Tahun Baru

    23 Agustus 2020Tidak ada komentar4 Mins Read79 Views
    Facebook Twitter Telegram WhatsApp
    Share
    Facebook Twitter Telegram WhatsApp

    Gusfahri begitulah Penyair yang satu ini biasa dikenal. Dari olah pikir, logika dan rasa terlahir Puisi yang serasa mampu menembus ruang dan waktu, bahkan kesakralan pun bisa diungkapkan dengan jenaka, meski masih tersembunyi misteri makna sejatinya.

    Kata para pakar sastra: Puisi mempunyai bahasanya sendiri, tidak seperti Novel atau pun Cerpen yang cenderung menyampaikan pesan melalui bahasa yang hampir sama pengertiannya antara Pengarang dengan Pembaca.

    Puisi memang mempunyai bahasanya sendiri, terkadang penyairnya pun tidak mengerti apa yang terjadi ketika menulis Puisi. Semacam ombak di samudra kata, membawa si Penyair mabuk.  Tahu tahu Puisinya sudah lahir dan terkirim ke media penerbitan dan terbit di media semacam di Jurnal, Sosmed, atau pun di media cetak. Seolah ada yang berbisik harus menulis Puisi, tanpa kuasa mengendalikan rasa dan pikir.

    Suasana kebatinan seperti itulah yang sering kali menjadi misteri tersendiri, demikian juga Puisi puisi besutan Penyair dari tanah Madura ini, sehingga lahir estetika unik, makna misteri, dan logika jungkir balik yang mampu menertawakan para pengusung rasional di jalan jalan ilmiah. Rasa, makna, dan logika kadang perlu dijelahi lewat Puisi. Selamat menikmati puisi puisi Gusfahri. (redaksi)

    [iklan]

    Gamelan Tahun Baru

    Salam kepada bunyi terompet yang meneriakkan doa kami.
    Dosa merekah pada warna-warni kembang api,
    Dikota di setiap kata dalam dua belas bulan silam.
    Kedunguan kami terus menertawakan hujan yang meneteskan kabar,
    Seakan kaki kami satu jiwa dengan jalan raya.
    Bising klakson dan gertakan knalpot bodong mengunyah renyah rasa
    Resah bapak ibu, yang meratap bayang kami di atas ranjang.

    Mungkin akan terkenang menjadi bunga atau belati,
    Setelah pukul dua puluh tiga lima puluh sembilan menit lima puluh sembilan detik:
    Sisa tawa kami yang jatuh dalam sebotol arak
    Atau jalinan kasih yang menyelimuti kamar kos dan hotel-hotel,
    Sehingga mata hati kami tak lagi mampu menjangkau panggilan surau.

    Sungguh kami Bermimpi di putaran kesatu matahari,
    Derasnya pengampunan masikah seperti sungai
    Yang membawa dosa kami ke hilir?
    Atau bisakah kami sadar bahwa di kaki ibu masih menyimpan surga!

    Merayakan Bakal Ajal

    Setiap tanggal lahir
    Kau mengucapkan sayonara kepada dunia
    Meniup sebatang lilin yang merupakan tubuh sendiri,
    Memotong dan menyantap kenangan
    Dari sepotong kue dengan bermacam warna
    Kehidupan sebelumnya.

    Sanak keluarga maupun teman
    Baik dari hati atau bukan. Telah mengisyaratkan
    Kematian engkau “selamat ulang tahun maut!
    Semoga kau berkah umur”. Malah kau balas kebahagiaan.

    Pernakah tergenang dalam kepalamu:
    Ketakwaan pada tuhan yang terkadang larut
    Saat kita di kecam kenyamanan,
    Keharibaan tercinta kau tinggal di sekujur tanggal,
    Atau air mata yang enggan jatuh di kaki ibumu.

    Sungguh kau terlena adat barat
    Meniup api yang entah
    Apakah kelak bakal membakarmu?

    Lima sajak tentang ibu

    1)
    Tiada selimut terhangat
    Sehangat pelukan ibu:
    Membasmi kedinginan
    Ketika malam adalah raja.

    2)
    Tiada sungai terderas
    Sederas keringat ibu:
    Tak menjumpai hilir
    Mengaliri langkah ini.

    3)
    Tiada cinta yang nyata
    Kecuali kemarahan ibu:
    Mendidik buah hati
    Tetap seperti manusia.

    4)
    Tiada surga terindah
    Seindah senyuman ibu:
    Nikmat tersaji saban waktu
    Suka atau luka.

    5)
    Tiada doa bertuah
    Seperti keramat lisan ibu:
    Telah menjadi surga
    Untuk kita semua.

    Surga mati di bumi

    Masihkah senyum dapat kucitrakan di puisi ini
    Senyampang dunia kerap laksa air mata.
    Kota besar serempak mati
    Saban jejak meregut korban dan nyawa.
    Kini pelajar menggergaji bangku mereka
    Menggelimuti tugas pada smartphone
    Di tiap-tiap bilik.
    Rumah ibadah di blokade
    Kita tak bisa memujuk doa
    Menunggu tuhan di rumah saja.

    Layaknya cita-cita di ambang mimpi
    Kecerlangan bumi telah ayal
    Surga adalah hayal yang mencekal.
    Ketakutan menangis, mencari tuhan:
    Lawan, tidak, lawan, tidak
    Semua bermunajat

    Gusfahri (Gusti Fahriansyah),asal desa Torbang Batuan Sumenep yang bermigrasi ke annuqayah dan mengeram di Majlis Sastra Mata Pena, SMA Annuqayah, persatuan santri Lenteng (Persal), komunitas Tumpah pena, serta Sanggar Gemilang. Pernah di muat di beberapa media seperti Takanta, Kawaca, Jawa post, dan lainnya.

    komunitas sastra madura mata pena pencinta puisi sumenep puisi kehidupan
    Share. Facebook Twitter Telegram WhatsApp
    Previous ArticleHijrah di Tengah Pandemi
    Next Article Menghitung Surga

    Postingan Terkait

    Puisi-Puisi Riki Utomo

    21 September 2025

    Puisi-Puisi Kang Thohir

    7 September 2025

    Puisi-Puisi Hazuma Najihah

    10 Agustus 2025
    Leave A Reply Cancel Reply

    Postingan Terbaru

    Refleksi dalam Cerpen “Requiem Burung Gereja”

    11 November 202521 Views

    Sandal Jepit Pesantren

    9 November 20259 Views

    Mengenal Sistem Administrasi Negara Indonesia

    30 Oktober 20252 Views

    Membaca ‘Rahasia Tanda’ di Universitas Pancasakti Tegal

    29 Oktober 20258 Views
    Kategori
    • Berita Terkini (206)
    • Bisnis (7)
    • Buku (80)
    • Cerbung (19)
    • Cerpen (157)
    • Dongeng (90)
    • Drama (28)
    • Europe (1)
    • film (1)
    • Highlights (2)
    • Kritik Sastra (75)
    • Lingkungan (52)
    • Money (5)
    • Musik (18)
    • News (9)
    • Pendidikan (66)
    • Politics (3)
    • Profil Redaksi (16)
    • Puisi (186)
    • Sains (50)
    • Science (5)
    • Sinematografi (22)
    • Sosial Politik (29)
    • Sosialita (141)
    • Sports (5)
    • Tech (5)
    • Tradisi (98)
    • Travel (4)
    • UK News (4)
    • World (1)
    Advertisement
    Follow Kami
    • Facebook
    • Instagram
    • YouTube

    Bermis Serpong ASRI Blok B7/19 RT/RW 02/04, Cisauk - Tangerang

    Untuk Pengajuan Iklan dan Kerja Sama Hubungi:

    Email : redaksi@mbludus.com / dapoertjisaoek@gmail.com
    Kontak: -

    Facebook Instagram YouTube
    Syarat dan Ketentuan
    Definisi

    Ketentuan Layanan

    Ketentuan Konten

    Penggunaan dan Hak Cipta

    Undang-Undang ITE

    Tim Redaksi

    Penerimaan Naskah
    Flag Counter
    Flag Counter

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

    Ad Blocker Enabled!
    Ad Blocker Enabled!
    Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please support us by disabling your Ad Blocker.