Iin muthmainnah, demikian dia memperkenalkan diri melalui Puisi puisinya yang tayang  di Jurnal Online mbludus.com di laman https://mbludus.com/puisi-puisi-iin-muthmainnah/. Penyair muda kelahiran Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur – Indonesia ini memang sepertinya mempunyai kekuatan unik dalam melontarkan ungkapan logika, dan rasa dalam pengawetannya di Puisi.

Penulis sebagai penikmat puisi mencoba mendapatkan informasi tentang penyair Iin muthmainnah melalui mesin pencari info online, ditemukan banyak profil bernama mirip, bahkan sama, dengan profesi dan orang  yang berbeda beda.

Di catatan nama Penyair di mbludus.com pun hanya sedikit kalimat yang bisa didalami siapa sebenarnya Penyair muda ini yang mengaku alumnus PP. AGUNG DAMAR dengan banyak mimpi, dan “mulai mencintai dunia literasi sejak kelas 5 SD”, begitu katanya.

Sehingga Penulis agak kekurangan data untuk membuat peta diri Penyair muda ini, sebelum menggemari baca Puisi puisinya.

Dengan berbekal serba keterbatasan pengetahuan tentang profil penyair, ternyata Puisi puisi karya Iin muthmainnah yang tayang di mbludus.com membuat radar penikmatan puisi Penulis tertuju pada puisi puisi tersebut, khususnya puisi yang berjudul /ELEGI SEBUAH NAMA.

Usaha untuk menikmati puisi tersebut bukanlah datang tiba tiba tanpa alasan rasional, seperti remaja yang sedang jatuh cinta, penulis tetap mengacu pada alasan logika rasional para penikmat puisi pada umumnya, tentu rasionalitas tersebut sudah selayaknya tidak sebanding dengan para maestro kritikus puisi pada umumnya. Selanjutnya mari menikmati bersama Puisi tersebut.

ELEGI SEBUAH NAMA

Ketika angin menyebar kabar duka
Dan jiwaku berkabung dalam kepahitan yang mendera
Tuhan mengambilmu dariku dengan paksa
Dan membiarkan batin tersiksa

Malam penuh ketakutan
Bayangmu tak henti berpendar dalam ingatan
Air mata membanjiri gulita tanpa enggan
Mencekik langkahku yang hilang arah tujuan

Di malam yang penuh gemintang
Lalu suram mencekam
Keindahan tampak rabun
Rasaku mati tertimbun

Engkau yang abadi dalam hati
Namamu dalam doaku selalu terpatri.

Sumenep, 31 Oktober 2022

Puisi /ELEGI SEBUAH NAMA/ besutan Penyair milenial Iin muthmainnah di atas bisa mengingatkan pembaca generasi kolonial khususnya pada lirik lagu pertengahan tahun 1970-an karya Penyanyi Ebiet G Ade yaitu : lagu /Untuk Sebuah Nama/, dan lagu /Elegi Esok Pagi/. Penulis tidak mengetahui apakah Penyair muda kelahiran Sumenep ini pernah membaca lirik lagu Ebiet G Ade tersebut, atau bahkan pernah menyanyikannya.

Meskipun sekilas antara Puisi /ELEGI SEBUAH NAMA/ dan kedua lirik lagu Ebiet G Ade mempunyai semangat yang hampir sama tentang sebuah nama yang berarti bagi pengarang lagu dan atau Penyairnya, demikian juga tentang suasana kesedihan tentang elegi yang sama sama pernah mereka alami. Namun dari cara ungkap dan gaya bahasa, mereka berdua sangat berbeda. Penyair muda ini lebih memilih kata kata keseharian yang terasa mengalir seolah mengikuti kata fikir dan perasaan, tanpa beban metafora perumpamaan yang sulit disibak kemana arah maknanya. Disinilah keunikan sekali gus kekuatan dari beberapa pilihan kata Iin muthmainnah dalam puisi /ELEGI SEBUAH NAMA/. Ohya pada kesempatan ini penulis tidak hendak membandingkan lirik lagu Ebiet G. Ade dengan Puisi karya Iin muthmainnah, tetapi masih lebih fokus pada sekadar testimoni saja tentang pengalaman setelah proses laku penikmatan puisi Penyair alumnus PP. AGUNG DAMAR ini.

Bagaimana suasana kebatinan Penyair di puisi /ELEGI SEBUAH NAMA/ dapat diendus melalui penafsiran pilihan kata pada setiap baitnya. Jika dirunut susunan dan isi baitnya, terkuak adanya aroma pikir dan rasa yang runut, semisal mulai dari latar belakang masalah, permasalahan, sampai kesimpulan. Bait baitnya seolah menjadi semacam gabungan antara Karya tulis ilmiah, Reportase, dan Opini pribadi yang disimpan dalam bentuk Puisi.

Suasana kejiwaan Penyair dapat dirasakan dari ungkapan di bait pertama yaitu /Ketika angin menyebar kabar duka/. Memang kadang sedikit pengetahuan tentang psikologi akan bisa memandu penikmat puisi untuk menelusuri suasana batin penyair ketika melahirkan karya sastra puisi, apakah Puisinya sebagai karya lekat yang memang melekat erat pada kejiwaan si Penyair, ataukah menjadi semacam karya lepas, artinya isi Puisi terlepas sama sekali dari kejiwaan sang Penyair. Karya lepas ini mendudukkan sang Penyair hanya sebatas sebagai si pembawa berita yang tidak terkait dengan ruang, waktu, dan peristiwa lahirnya Puisi.

Angin seperti apa yang mampu /menyebar kabar duka/, di sinilah mulai terasa misterinya. Tokoh /angin/ yang diusung di puisi ini, menjadi semacam subyek yang harus bertanggung jawab atas kerja /menyebar kabar duka/. Apakah angin ini semacam pelaku atau kah hanya sarana transpotasi pembawa kabar atau bagaimana wujud sejatinya, Penyair tidak memberi informasi lebih, meski hanya sebuah tanda sekali pun, semua tertutup rapat, sulit ditebak.

Setelah itu, kalimat puisinya langsung mendayukan kesah dari tokoh si /ku/ lirik dalam kalimat : /Dan jiwaku berkabung dalam kepahitan yang mendera/.

Siapakah tokoh /ku/ lirik di bait pertama ini, hampir tidak bisa dipastikan, apakah mewakili Penyair itu sendiri ataukah ada tokoh /ku/ yang lain. Atau jangan jangan Penyair hanya menyerap suasana kebatinan ketika terjadi sebuah peristiwa, kemudian merasakan jiwanya, dan mengabadikan dalam sebuah Puisi.

Dari kalimat kalimat maupun bait selanjutnya terpindai bahwa kalimat puisi tersebut sebagai penguatan dari ungkapan di bait pertama /Ketika angin menyebar kabar duka/. Baik berupa ungkapan spiritual seperti dalam /Tuhan mengambilmu dariku dengan paksa/, maupun kalimat penegas seperti dalam /Rasaku mati tertimbun/, atau di kalimat transenden seperti di /Namamu dalam doaku selalu terpatri/. Apalagi ketika tokoh /mu/ lirik dalam /mengambilmu/ juga sulit ditafsirkan, siapakah  tokoh /mu/ lirik ini sebenarnya?.

Secara keseluruhan Puisi /ELEGI SEBUAH NAMA/ besutan Penyair yang mengaku mempunyai banyak mimpi ini, berhasil membawa suasana ratapan Elegi tentang ketiadaan sebuah nama, yang kemudian menjadi abadi di dalam hati.

SELAMAT BERKREASI, TERUSLAH MENULIS PUISI!

 

Penulis:

Kek Atek

Penikmat Puisi, tinggal di Rumpin, Kab. Bogor, Jawa Barat – Indonesia.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *