
Defamiliarisasi dalam Majas Puisi
Malam Ini Aku Akan Tidur di Matamu Karya Joko Pinurbo
Silvia Risma Elpariani
Apa yang harus dilakukan oleh seorang penyair agar puisinya selalu menarik dan berbeda dari puisi orang lain? Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan merangkai kata-kata yang tidak biasa atau tidak familiar bagi orang lain sehingga menimbulkan keanehan atau ketidaklaziman pada karya itu. Pengolahan ini dilakukan dengan proses defamiliarisasi. Penggunaan defamiliarisasi pada puisi akan menambah nilai estetikanya. Selain itu, defamiliarisasi menambah tingkat kerumitan pada sebuah karya. Oleh karena itu, sebuah karya tidak mudah dipahami dengan begitu saja. Pemahaman pembaca akan dipersulit atau ditunda karena bentuk teks sastra yang terasa asing dan aneh. Hal ini akan membuat pembaca lebih tertarik pada bentuk teks sastra itu sendiri dan semakin peka terhadap apapun yang ada di sekitarnya.
Pembuatan puisi dengan proses defamiliarisasi ini dilakukan oleh Joko Pinurbo dalam menulis karya-karyanya agar menimbulkan keganjilan pada bentuk teks sastranya. Dengan demikian, puisi karya Joko Pinurbo akan memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan dengan puisi orang lain. Hal itu menjadikan puisi karya Joko Pinurbo semakin menarik bagi pembaca. Alhasil, pembaca akan ketagihan untuk mengulang membaca puisinya.
[iklan]
Dalam pembahasan ini akan disajikan salah satu puisi karya Joko Pinurbo yang berjudul Malam Ini Aku Akan Tidur di Matamu. Puisi ini akan ditelaah dengan teknik defamiliarisasi. Pembahasan ini akan lebih difokuskan pada majas yang digunakan oleh penyair dalam membuat puisi ini. Puisi Malam Ini Aku Akan Tidur di Matamu sangat tepat dikaji dengan menggunakan teknik defamiliarisasi. Hal ini sesuai dengan cara penyair merangkai kata-kata yang tidak biasa dan terasa asing bagi pembaca. Berikut ini akan dikemukakan hasil analisis Puisi Malam Ini Aku Akan Tidur di Matamu dengan teknik defamiliarisasi.
Malam Ini Aku Akan Tidur di Matamu
– untuk lukisan Jeihan
Di kota kata masih ada mata yang hening pandang.
Mata waktu, mata sunyi: memanggil, menelan.
Seperti gua yang menyimpan hangat di dalam.
Ceruk cinta yang haus warna. Ceruk perempuan.
Malam ini aku akan tidur di matamu.
(2004)
Pada larik pertama penggunaan majas antitesis ditemukan pada akhir ungkapan. Majas antitesis adalah gaya bahasa yang memadukan dua kata yang saling berlawanan artinya. Di kota kata masih ada mata yang hening pandang. Pada kenyataannya, hening adalah keadaan yang ditangkap oleh indra pendengaran bukan indra penglihatan. Namun, pada larik ini menunjukkan seolah-olah mata mampu merasakan keheningan. Hal ini menunjukkan pertentangan atau penyimpangan yang semakin memberikan efek keindahan pada ungkapan tersebut. Defamiliarisasi juga dapat dilihat dari keseluruhan ungkapannya. Di kota kata masih ada mata yang hening pandang. Tidak ada kota yang diberi nama “kata” ataupun kota yang berisi kata yang di dalamnya masih ada mata yang hening pandang. Ketidaklaziman pada larik ini semakin menambah ketertarikan pembaca.
Pada larik kedua ditemukan penggunaan majas personifikasi. Mata waktu, mata sunyi: memanggil, menelan. Mata waktu dan mata sunyi adalah benda mati yang tidak dapat memanggil dan menelan. Selain itu, defamiliarisasi terlihat jelas pada larik ini. Seperti yang kita tahu, waktu dan sunyi tidak memiliki mata yang mampu memanggil dan menelan. Keanehan pada larik ini menghasilkan efek estetika bagi pembaca.
Majas simile ditemukan pada larik ketiga. Seperti gua yang menyimpan hangat di dalam. Larik ini memberikan penegasan untuk kedua larik sebelumnya. Apabila dihubungkan dengan larik sebelumnya maka defamiliarisasi terlihat jelas pada larik ini. Tidak mungkin ada mata yang mampu memanggil dan menelan seperti gua yang menyimpan kehangatan. Namun, berbeda jika dilihat dari larik ini saja. Pada dasarnya, sebuah gua memang memiliki suhu tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya sehingga di dalamnya akan terasa hangat.
Pada larik keempat, defamiliarisasi mencapai puncaknya karena aspek kerumitan yang dihadirkan oleh penyair. Ceruk cinta yang haus warna. Ceruk perempuan. Penggunaan majas personifikasi serta diksi pada larik ini semakin menambah tingkat defamiliarisasinya. Diksi ceruk akan terasa asing bagi pembaca. Apalagi jika ceruk cinta seolah-olah bisa merasakan kehausan layaknya manusia. Kata haus biasanya dihubungkan dengan seseorang yang dahaga dan ingin minum air, tetapi dalam ungkapan ini bukanlah haus yang seperti itu. Oleh karenanya, keanehan pun bertambah ketika kata haus dipadukan dengan kata warna. Begitu pula dengan ungkapan selanjutnya, ceruk perempuan. Namun, keanehan pada larik ini justru menambah nilai keindahannya.
Pada bait kedua yang hanya berisi satu larik juga turut menambah rasa tidak biasa bagi pembaca. Bentuk puisi seperti ini jarang ditemukan. Penggunaan majas metafora terdapat pada larik ini. Malam ini aku akan tidur di matamu. Tidur dilakukan di atas ranjang atau kasur. Tidak mungkin ada orang yang bisa tidur di mata orang lain. Namun, pada larik ini mata disamakan dengan tempat tidur. Ungkapan seperti ini justru menambah nilai estetikanya sehingga semakin menarik bagi pembaca.
Dari pembahasan yang telah dikemukakan dapat diketahui bahwa Puisi Malam Ini Aku Akan Tidur di Matamu mengandung beberapa majas, yaitu majas antitesis, personifikasi, simile, dan metafora. Penggunaan majas dalam puisi ini untuk menyampaikan ungkapan secara mendalam dan menarik serta lebih kompleks. Ungkapan yang tidak biasa menjadikan puisi ini memiliki nilai estetika yang tinggi.