Permukaan laut berwarna biru tua, ombak-ombak bergerak saling menghantam seolah bertarung satu sama lain. Di dalam laut, ikan-ikan berenang ke sana-kemari mengitari terumbu karang. Beberapa ekor sedang menunggu kedatangan mangsa, beberapa yang lain sedang menikmati suasana. Tidak jauh dari terumbu karang, sekelompok ikan teri berenang, menggerakkan sirip seperti sedang menari-nari.

Di barisan paling belakang Ikan Teri Kecil mengikuti ke mana pun ikan teri lainnya berenang. Walau berdesak-desakan, Ikan Teri Kecil merasa aman dan terjaga, berbeda dengan ketika dia tak sengaja terpisah dari kelompoknya yang justru membuatnya merasa takut. Ikan Teri Kecil memang sering tertinggal karena tubuhnya yang kecil. Untungnya dia bisa mengejar kelompoknya, dan kembali merasa aman. Terkadang dia heran sendiri, mengapa tubuhnya tak tumbuh seperti ikan-ikan lain. Ikan Teri Kecil membayangkan tubuhnya bisa tumbuh lebih besar, sebesar ikan paus.

Di barisan paling depan, ada satu ikan teri yang paling pintar, dia terpilih sebagai kapten yang mengarahkan ke mana kelompok harus pergi demi menghindari pemangsa sekaligus mencari makanan.

“Semuanya tetap bersama!” seru Kapten Ikan Teri. “Ke kanan!” lanjutnya dengan suara lantang.

“Hei! Tunggu aku!” Ikan Teri Kecil lagi-lagi tertinggal, lantas berusaha  mengejar, dan mencoba kembali masuk ke dalam kelompoknya. Kali ini, secepat apa pun mengejar, dia tetap tertinggal. Berenang cepat membuat siripnya terasa nyeri. Ikan Teri Kecil membiarkan tubuhnya diam sebentar. Peristiwa itu membuatnya teringat pada ikan teri lain yang pernah tertinggal dan berujung pada nasib buruk di mana ia dimakan oleh pemangsa atau menghilang entah ke mana.

Di dalam laut biru yang tenang, jantung Ikan Teri Kecil berdebar kencang. Ikan-ikan berukuran lebih besar lewat dengan tatapan tajam, sangat menakutkan, seperti selalu hendak memakan ikan yang lebih kecil. Hal itu membuat Ikan Teri Kecil kembali berenang perlahan, mendekati terumbu karang berwarna-warni, ikan-ikan di sana berukuran beraneka ragam, dan tak terlihat berbahaya.

“Bersama ikan-ikan di terumbu karang tak semenakutkan ikan-ikan besar di sana,” batin Ikan Teri Kecil.

Kebanyakan ikan tak saling menghiraukan satu sama lain; semua sibuk berenang bersama kelompoknya masing-masing. Ada sekelompok ikan yang membuat Ikan Teri Kecil tertarik untuk mengikuti. Sirip kelompok ikan tersebut warna-warni dan bergaris-garis. Untuk pertama kalinya, Ikan Teri Kecil kagum pada kecantikan ikan lain. Dilihatnya sirip dan motif pada tubuhnya, cuma berwarna putih mengilap. “Seandainya aku bisa secantik mereka,” batin Ikan Teri Kecil lagi.

Ikan Teri Kecil berusaha mengejar ikan-ikan itu; sirip dan badannya yang kecil membuatnya kesusahan mengimbangi kecepatan mereka. Satu ikan yang berada paling belakang melirik Ikan Teri Kecil. Ikan itu berhenti, membuat ikan-ikan yang berada di depannya juga berhenti.

“Dari tadi kamu berusaha mengikuti kami, siapa kamu?” Tanya ikan itu menghampiri Ikan Teri Kecil.

“Aku pengagum kalian. Kalian cantik sekali. Bagaimana cara supaya aku bisa jadi semakin besar dan cantik seperti kalian?” tanya Ikan Teri Kecil, matanya berbinar-binar.

“Tidak bisa. Kita jenis ikan yang berbeda. Aku tidak bisa menjadi sepertimu, dan kamu tidak bisa menjadi sepertiku. Bukankah kamu ikan teri? Mana kelompokmu?”

“Mereka meninggalkanku.”

“Atau kamu yang meninggalkan mereka?”

“Tidak, mereka yang meninggalkanku. Aku sudah berusaha mengejar, tapi mereka terlalu jauh untuk kukejar.”

“Dengar, ikan kecil. Jika kamu sendirian, tanpa teman sekelompokmu, kamu bisa saja mati dimakan ikan lain. Kamu kecil, sendiri, dan tak punya kekuatan.” Ikan-ikan berwarna-warni tertawa terbahak-bahak, lalu pergi meninggalkan Ikan Teri Kecil.

Mendengar kata-kata mereka, Ikan Teri Kecil tidak lagi tertarik. Di sisi lain, Ikan Teri Kecil bersyukur tidak lagi berdesakan dengan kelompoknya. Namun sekarang dia merasa amat kesepian, gelisah, juga terancam.

Ikan Teri Kecil menjauhi terumbu karang, kembali ke tempat tadi di mana kelompoknya meninggalkannya. Dia melihat ke bawah, laut yang begitu dalam seolah tidak berujung memberi kesan menyeramkan. Dia berusaha menyesuaikan diri, sampai rasa takutnya mereda dan dia lebih berani melewati ikan-ikan besar. “Mereka tidak memakanku, mungkin mereka tidak lapar,” batinnya.

Ikan Teri Kecil berbelok ke kiri, dilihatnya sekelompok ikan teri kelompoknya tadi; dan itu membuatnya antusias menghampiri. “Hei!” serunya memanggil mereka. Kapten Ikan Teri tak mendengarnya, kelompok ikan teri tetap berenang sesuai perintah pemimpin.

“Semuanya tetap bersama!” seru Kapten Ikan Teri.

Dari kejauhan, ikan paus membuka lebar mulutnya. “Ada paus! Ada paus!” seru beberapa ikan teri panik berhamburan. “Semuanya tetap bersama!” perintah Kapten Ikan Teri lagi. Namun ikan-kan teri yang panik tak mendengarkan. Mulut paus menganga seperti lubang kematian siap menyedot mangsa. Beberapa ikan teri mengikuti perintah Kapten Ikan Teri, namun justru kelompok itulah yang dimakan ikan paus.

Ikan Teri Kecil berhenti begitu ikan-ikan teri yang berhamburan mendekat ke arahnya, mereka menyebut namanya beberapa kali. “Kami pikir kamu sudah mati, tapi lihat sekarang, kamu selamat. Kami harus mengikutimu agar kami selamat,” ucap temannya dengan penuh permohonan. “Jadilah pemimpin kami,” lanjutnya.

Ikan paus pergi dengan perut kenyang. Ikan-ikan teri yang tersisa mengikuti perintah Ikan Teri Kecil. “Lihat sekeliling, jangan sampai ada yang tertinggal!” seru Ikan Teri Kecil.

Mataram, April 2021

Nuraisah Maulida Adnani lahir di Tulungagung, Jawa Timur, 27 Januari 2001. Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Mataram. Saat ini bergiat di Komunitas Akarpohon, Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *