Banyak cara untuk mendapatkan atau mencari jodoh. Mulai dari situs-situs jodoh di internet, aplikasi di smartphone sampai pada acara-acara cari jodoh yang sudah menjadi tradisi turun temurun dari nenek moyang yang ada di beberapa daerah di Nusantara yang kaya dengan berbagai ragam budaya.

Ada beberapa tradisi unik dalam mencari jodoh di Nusantara ini yang sampai saat ini masih bisa ditemui. Antara lain: Ngarot dan Jaringan di Indramayu, Gredoan di Banyuwangi, Barempuk di Sumbawa, Kabuenga, Wakatobi, Kamomose, Buton. Dan yang terakhir adalah tradisi Omed-Omedan di pulau Dewata, Bali. Tradisi inilah yang paling terkenal di seluruh nusantara bahkan menjadi daya tarik bagi para wisatawan mancanegara maupun lokal.

Di pulau Dewata, tepatnya di Desa Sesetan, Denpasar-Bali, setiap tanggal 1 tahun Caka atau sehari setelah Hari Raya Nyepi, ada tradisi unik yang sudah berlaku turun temurun sejak sebelum zaman kolonial Belanda sampai saat ini. Yaitu tradisi Omed-Omedan, tradisi mencari jodoh yang digelar oleh warga Banjar Kaja, Desa Sesetan, Denpasar Selatan. Tradisi ini merupakan tradisi mencari jodoh yang paling dikenal luas di nusantara ini. Jangan kaget, inti dari acara Omed-Omedan ini adalah peluk, cium, siram lalu tarik! Begitu terus, berulang sampai semua pemuda dan pemudi Desa Sesetan mendapatkan giliran.

Tradisi Omed-Omedan ini dilakukan oleh muda-mudi dari umur 17-30 tahun dan berstatus masih jomblo, masih single alias belum menikah. Wanita yang datang bulan tidak diperbolehkan mengikuti tradisi ini demi menjaga kesucian ritual.

Ritual cari jodoh ini dimulai dengan sembahyang. Setelah ritual selesai, lelaki dan perempuan akan memisahkan diri sehingga membentuk kelompok lelaki dan perempuan. Dalam setiap kelompok ada satu orang yang akan digendong ke atas sebagai calon yang akan dijodohkan.

Setelah kedua kelompok siap dengan jagonya masing-masing, musik gamelan mulai ditabuh dan juri atau panitia segera meniup peluit sebagai tanda ritual segera dimulai. Dua kelompok itu akan menggotong wakil mereka masing-masing sampai wakil lelaki dan perempuan bertemu, lalu mendorong mereka agar saling berpelukan dan berciuman. Apabila ada salah satu wakil atau keduanya yang tidak saling suka, biasanya mereka sebisa mungkin akan menghindar dan tidak mencium meskipun sedang didorong massa. Pasangan kemudian akan dipisahkan setelah panitia mengguyurkan air ke tubuh mereka.

Begitulah, inti dari acara omed-omedan ini adalah peluk, cium, siram lalu tarik! Begitu terus, berulang sampai semua pemuda dan pemudi mendapatkan giliran. Konon katanya, Tradisi Omed-omedan ini bertujuan untuk memperkuat rasa Asah, Asih, dan Asuh antar warga, khususnya warga Banjar Kaja, Desa Sesetan.

Di masa lalu, masyarakat Sesetan hanya memandang tradisi omed-omedan sebagai bagian dari wujud masima krama atau dharma shanti, menjalin silaturahmi antar sesama warga. Seiring perjalanan waktu, tradisi ini ternyata menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Menyadari hal ini, masyarakat setempat kemudian mengemas tradisi omed-omedan sebagai sebuah festival warisan budaya tahunan dengan tajuk Omed-omedan Cultural Heritage Festival yang juga dimeriahkan dengan bazar dan panggung pertunjukan.

Konon, tradisi Omed-omedan berasal dari warga Kerajaan Puri Oka yang terletak di Denpasar Selatan. Para warga dulunya berinisiatif membuat sebuah permainan tarik-menarik. Lama-kelamaan permainan ini semakin menarik, sehingga berubah menjadi saling rangkul. Tapi karena suasana jadi gaduh, Raja Puri Oka yang sedang sakit keras pun marah-marah, sebab terganggu dengan suara berisik tersebut. Namun, begitu Sang Raja keluar dan melihat permainan omed-omedan ini, dia malah sembuh dari penyakitnya. Sejak saat itu, Sang Raja pun memerintahkan warga agar omed-omedan diselenggarakan setiap tahun, setiap menyalakan api pertama atau Ngembak Geni selepas Hari Raya Nyepi.

****
Dihimpun dari berbagai sumber oleh: Abah Yoyok

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *