Dahulu kala, di sebuah desa di daerah Jawa Tengah, ada seorang janda setengah tua bernama Mbok Seruni. Ia hidup sebatang kara. Mbok Seruni sangat mengharapkan kehadiran seorang anak untuk mengisi kekosongan hidupnya. Akan tetapi , harapan tetap menjadi harapan kosong belaka karena suami tercinta sudah lama meninggal dunia. Siang dan malam ia hanya bisa berdoa, memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar diberi anak.

Berkat doa yang tak kunjung putus siang dan malam keajaiban terjadi. Harapan itu datang melalui mimpi. Dalam mimpinya itu, Mbok Seruni didatangi oleh mahluk Raksasa yang menyuruhnya  pergi ke hutan tempat biasa ia mencari kayu bakar. Di tempat itu, di bawah sebuah pohon besar ada sebuah bungkusan. “Ambillah bungkusan itu,” kata si mahluk Raksasa.

[iklan]

Pagi harinya, ketika terbangun dari tidur, Mbok Seruni ragu-ragu untuk segera pergi ke tempat yang ditunjukkan oleh Raksasa dalam mimpinya semalam.

“Apakah mungkin akan terjadi keajaiban itu pada diriku?” tanya Mbok Seruni dalam hati dengan ragu.

Namun, perempuan paruh baya itu berusaha menepis keraguan hatinya. Dengan penuh harap, ia bergegas menuju ke tempat yang ditunjuk oleh raksasa dalam mimpinya itu. Setibanya di hutan, ia segera mencari bungkusan itu di bawah pohon besar dan berhasil menemukannya. Namun hatinya kecewa, bungkusan yang dikiranya dikiranya berisi seorang bayi ternyata hanya berisi sebutir biji timun. Hatinya kembali ragu. “Apa maksud Raksasa itu memberiku sebutir biji timun?” gumamnya setengah bingung.

Ketika ia bingung memikirkan sebiji timun yang ada dalam bungkusan, tanpa disadari sesosok makhluk Raksasa sudah berdiri di belakangnya, lalu tertawa terbahak-bahak.

“Hoa… ha… ha…!”

Suara tawa Raksasa itu seakan membuat alam sekitar bergetar. Mbok Seruni tersentak kaget, dan segera membalikkan badannya. Ia langsung gemetar ketakutan ketika melihat kehadiran Raksasa yang semalam mendatanginya di alam mimpi.

“A… A….Ampun, tuan Raksasa! Jangan makan aku. Aku masih ingin hidup,” pinta Mbok Seruni dengan muka pucat dan tubuh gemetar.
“Jangan takut, hai perempuan tua! Dagingmu tidak enak. Aku tidak akan memakanmu. Bukankah kamu menginginkan seorang anak?”
“Be… benar, tuan Raksasa!”
“Hoa ha ha ha…Kalau begitu, segera kau tanam biji timun itu! Kelak kau akan mendapatkan seorang anak perempuan. Tapi, ingat! Bila nanti sudah dewasa, serahkan anak itu padaku. Anak itu akan menjadi santapanku.”

Karena begitu besar keinginannya untuk memiliki anak, Mbok Seruni tak pikir panjang lagi. Katanya: “Baiklah, Raksasa. Aku bersedia menyerahkan anak itu kepadamu.”

Begitu Mbok Seruni selesai menyatakan kesediaannya, raksasa langsung menghilang. Mbok Seruni segera mengambil bungkusan yang berisi sebutir biji ketimun, membawanya pulang dan segera menanamnya di ladang yang tak jauh dari gubuknya.

Dengan penuh harapan, setiap hari ia merawat tanaman itu dengan baik. Dua bulan kemudian, tanaman mulai berbuah. Tapi sungguh aneh, tanaman ketimunnya itu berbuah hanya satu saja. Semakin hari buah timun itu semakin besar melebihi besar buah ketimun pada umumnya. Juga warnanya yang kuning keemasan.

Ketika buah timun sudah layak petik, Mbok Seruni memetiknya dan membawanya pulang ke gubuknya dengan susah payah, karena berat. Sesampainya di rumah, karena rasa penasarannya, ia segera membelah buah timun itu. Apa yang ia dapati?  Seorang bayi mungil yang cantik sekali. Segera ia menggendong itu bayi dengan sukacita. Sang bayi mengeluarkan tangisnya. “Oaa…oa….oaa…”

Betapa senangnya hati Mbok Seruni mendengar suara tangisan bayi yang sudah lama ia dirindukan. Bayi itu ia beri nama itu Timun Mas.

“Cup… cup… cup..! Jangan menangis Timun Mas, anakku sayang… !” hibur Mbok Seruni.

Saking gembiranya, air mata Mbok Seruni tak terasa menetes membasahi kedua pipinya yang sudah mulai keriput. Air mata bahagia, dan perasaan bahagia yang berlebihan itu telah membuatnya lupa kepada janji kalau dia akan menyerahkan bayi itu kepada tuan Raksasa, kelak bila Timun Mas sudah dewasa. Ia merawat dan mendidik Timun Mas dengan penuh kasih sayang hingga tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita. Mbok Seruni sangat bangga, karena selain cantik, putrinya juga memiliki kecerdasan yang luar biasa dan tingkah laku yang baik. Sayangnya kepada sang putri semakin menjadi-jadi.

Suatu malam, Mbok Seruni bermimpi lagi. Raksasa itu datang lagi, dan berpesan kalau seminggu lagi ia akan datang menjemput Timun Mas. Maka sejak itulah Mbok Seruni selalu duduk termenung seorang diri. Hatinya sedih karena akan berpisah dengan anak yang sangat ia sayangi. Barulah ia menyadari kalau tuan Raksasa itu ternyata jahat, karena Timun Mas akan dijadikan santapannya.

Melihat ibunya sering duduk termenung, Timun Mas pun bertanya-tanya dalam hati. Suatu ketika, ia memberanikan diri untuk bertanya.

“Bu, mengapa akhir-akhir ini Ibu selalu duduk termenung dan wajah ibu kelihatan sedih?” tanya Timun Mas.

Sebenarnya Mbok Seruni tidak ingin menceritakan penyebab kegalauan hatinya. Dia tak ingin anak semata wayangnya itu ikut bersedih. Namun, karena terus didesak, akhirnya ia pun menceritakan perihal asal-usul Timun Mas yang selama ini ia rahasiakan.

“Maafkan Ibu, anakku.  Selama ini aku merahasiakan sesuatu kepadamu,” kata Mbok Seruni dengan wajah sedih.
“Rahasia apa, Bu?” tanya Timun Mas penasaran.
“Ketahuilah, nak. Sebenarnya, kamu ini bukanlah anak kandung  yang lahir dari rahim Ibu.”

Belum selesai ibunya bercerita, Timun Mas tiba-tiba menyela.

“Apa maksud, Ibu?” tanya Timun Mas.

Dengan berat hati Mbok Seruni melanjutkan ceritanya, seluruh yang ia alami sejsk awal sampai kedatangan raksasa dalam mimpinya yang tak lama lagi akan datang menjemput anaknya itu untuk dijadikan santapan. Mendengar cerita itu, Timun Mas tersentak kaget seolah-olah tidak percaya.

“Aku tidak mau ikut bersama raksasa itu. Aku sayang Ibu yang sudah merawat dan  mendidik aku,” kata Timun Mas.

Mendengar ucapan Timun Mas, Mbok Seruni kembali termenung. Ia bingung mencari cara agar anaknya selamat dari santapan tuan Raksasa. Sampai pada hari yang telah dijanjikan oleh tuan Raksasa itu, Mbok Seruni belum juga menemukan jalan keluar.  Hatinya mulai cemas. Dalam kecemasannya itu ia berdoa, dan tiba-tiba akalnya menemukan cara untuk menghadapi tuan Raksasa yang jahat itu.

Ketika senja turun ke bumi, tuan Raksasa datang  ke gubuk Mbok Seruni.

“Hai, Perempuan Tua! Mana anak itu? Aku akan membawanya sekarang,” pinta raksasa itu.
“Maaf, tuan Raksasa! Anak itu sedang sakit keras. Jika kamu menyantapnya sekarang, tentu dagingnya tidak enak. Bagaimana kalau tiga hari lagi kamu datang kemari? Saya akan menyembuhkan penyakitnya terlebih dahulu,” bujuk Mbok Seruni untuk mengulur waktu hingga ia menemukan cara agar Timur Mas bisa selamat.
“Baiklah, kalau begitu! Tapi, kamu harus berjanji akan menyerahkan anak itu kepadaku,” kata Raksasa itu.

Setelah Mbok Seruni menyatakan janji, raksasa itu menghilang. Mbok Seruni kembali bingung mencari cara lain. Setelah berpikir keras, akhirnya ia menemukan cara yang menurutnya dapat menyelamatkan anaknya dari santapan raksasa itu. Ia akan meminta bantuan kepada seorang pertapa yang tinggal di sebuah gunung.

“Anakku! Besok pagi-pagi sekali Ibu akan pergi ke gunung untuk menemui seorang pertapa. Dia adalah teman almarhum suami Ibu. Barangkali dia bisa membantu kita untuk menghentikan niat jahat raksasa itu,” kata Mbok Seruni.
“Benar, Bu! Kita harus membinasakan raksasa itu. Timun tidak mau menjadi santapannya,” sahut Timun Mas.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, berangkatlah Mbok Seruni ke gunung itu. Sesampainya di sana, ia langsung menemui pertapa itu dan menyampaikan maksud kedatangannya.

“Maaf, bapak Pertapa! Maksud kedatangan saya kemari ingin meminta bantuan kepada bapak,” kata Mbok Seruni.
“Apa yang bisa kubantu, Mbok Seruni?” tanya pertapa itu.

Mbok Seruni segera menceritakan masalah yang sedang dihadapi anaknya. Mendengar cerita Mbok Seruni, pertapa itu  bersedia membantu.

“Baiklah, kamu tunggu di sini sebentar!” seru pertapa itu, lalu balik badan dan berjalan masuk ke dalam ruang rahasianya. Tak berapa lama, ia kembali membawa empat bungkusan kecil, lalu menyerahkannya kepada Mbok Seruni.
“Berikanlah bungkusan ini kepada anakmu. Keempat bungkusan ini masing-masing berisi biji timun, jarum, garam dan terasi. Jika raksasa itu mengejarnya, suruh sebarkan isi bungkusan ini satu persatu,” jelas pertapa itu.

Setelah dirasa cukup mendapat penjelasan, Mbok Seruni pamit pulang membawa keempat bungkusan tersebut. Setiba di gubuknya, ia menyerahkan keempat bungkusan itu dan menjelaskan tujuan dan cara penggunaannya  kepada Timun Mas. Setelah itu hati Mbok Seruni mulai agak tenang, karena anaknya sudah mempunyai senjata untuk melawan raksasa itu.

Dua hari kemudian, Raksasa datang menagih janji kepada Mbok Seruni. Ia sudah tidak sabar lagi ingin membawa dan menyantap daging Timun Mas. “Hai, perempuan tua! Kali ini kamu harus menepati janjimu. Jika tidak, kamu juga akan kujadikan santapanku!” ancam raksasa itu.

Mbok Seruni tidak gentar lagi menghadapi ancaman si Raksasa. Dengan tenang, ia memanggil Timun Mas agar keluar dari dalam gubuk. Tak berapa lama, Timun Emas keluar lalu berdiri di samping ibunya.

“Jangan takut, anakku. Jika Raksasa itu akan menangkapmu, segera lari dan ikuti petunjuk yang telah kusamapaikan kepadamu,” Mbok Seruni membisiki Timun Mas.
“Baik, Bu,” jawab Timun Mas.

Melihat Timun Mas yang benar-benar sudah dewasa, Rakasasa semakin tidak sabar ingin segera menyantapnya. Ketika ia hendak menangkapnya, Timun Mas segera berlari sekencang-kencangnya. Raksasa segera mengejar santapannya. Maka terjadilah kejar-kejaraan antara Raksasa dengan Timun Mas. Setelah berlari jauh, Timun Mas mulai kecapaian, sementara si Raksasa sudah semakin dekat. Akhirnya, Timun Mas pun mengeluarkan bungkusan pemberian pertapa itu.

Bungkusan pertama yang ditebarkan adalah biji timun. Sungguh ajaib, hutan di sekelilingnya tiba-tiba berubah menjadi ladang timun. Dalam sekejap, batang timun tersebut menjalar dan melilit seluruh tubuh Raksasa yang hendak mendekatinya. Namun, raksasa itu mampu melepaskan diri dan kembali mengejar Timun Mas.

Timun Emas segera melemparkan bungkusan kedua yang berisi jarum. Dalam sekejap, jarum-jarum tersebut berubah menjadi semak-semak pohon bambu yang tinggi dan runcing. Raksasa itu kembali  mampu melewati rintangan dan terus mengejar Timun Mas, walaupun kakinya berdarah-darah karena tertusuk bambu tersebut.

Melihat usahanya belum berhasil, Timun Mas membuka bungkusan ketiga yang berisi garam lalu menebarkannya. Seketika itu pula, hutan yang telah dilewatinya tiba-tiba berubah menjadi lautan luas dan dalam, namun Raksasa itu tetap berhasil melaluinya dengan mudah. Timun Emas pun mulai cemas, karena senjatanya hanya tersisa satu lagi. Jika senjata tersebut tidak berhasil melumpuhkan si Raksasa jahat, maka tamatlah riwayatnya. Maka, dengan penuh keyakinan, ia pun melemparkan bungkusan terakhir yang berisi terasi. Seketika itu pula, tempat dimana bungkusan terasi dijatuhkan, berubah menjadi lautan lumpur yang mendidih. Alhasil,Si Raksasa jahat tercebur ke dalamnya dan tewas seketika. Maka selamatlah Timun Emas dari kejaran dan santapan raksasa itu.

Dengan sekuat tenaga, Timun Emas berjalan menuju ke gubuknya untuk menemui ibunya. Melihat anaknya selamat, Mbok Seruni pun langsung berucap syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Sejak itu, Mbok Seruni dan Timun Mas hidup berbahagia. (AY)

* * *

Diceritakan kembali oleh: Abah Yoyok

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *