Puisi seperti sedang merangkum kehidupan, dia bisa saja menukik runcing pada perasaan-perasaan yang nyaris tak terjangkau oleh pandangan atau pendengaran. Namun, bisa juga lebih mudah dibaca dan dirasakan. Eksplorasi penyairlah yang dapat membawa puisi memiliki kedalaman, keluasaan. Pengalaman-pengalaman itu bisa saja menjadikan puisi sebagai sesuatu yang menarik atau tidak sama sekali. (Redaksi)

[iklan]

Puisi-Puisi Kurliyadi

Lorong 

bersembunyi, menyanyi rindu
ranting patah angin kemarau
jauh di matamu, suaraku bau luka,
sekilas aku pandang, umur tetap bertemu

renyah ciumanmu, lekuk berbekas
pelukan hangat, perpisahan cukup tahu
betapa rindu masih sikat gigi sebelum tidur
membaca doa, meletakkan mimpi
menuang puisi tak habis dibaca

tinggal datang temui aku
sisanya hanyalah bayangan
tidak lagi sampan melayarkan namamu
saat gelombang tubuh ini hanya sinar rembulan
yang belum purnama di tanggal lima belas

2014

Di Taman Bunga

di taman bunga malam larut di pohon mahoni
pedagang kaki lima menyembunyikan kecemasan
membangun ruangan hidup.
di sudut taman, di bangku warna merah
perempuan menggeser duduknya lebih dekat dengan lelaki berjas hitam, sepatu coklat, bibir bau bir
menghadap rumah tuhan, memutar kenangan
mengembalikan ciuman yang dulu pernah terjadi

sisanya suara lonceng angka dua belas,
embun kembali bertamu menuju muasal
dingin mengelembungkan cuaca
perempuan itu berdiri, memotong kuku malam
menyimpannya di dalam kutangnya sendiri

2014

Sisa Air Hujan

aku tidak menangis lagi
seperti dulu luka-luka menemani niat suatu perjuangan
mungkin rasa harga tulus bukan lagi nanar masa lalu
dan aku bersaksi bahwa tiada nama lain selain namamu di doaku

kau tidak lagi menangis hari ini, haya dan selamanya
rusuk bahagia telah menemukanmu
membuat lebih bisa tersenyum sehabis urat sedih menimpa
buatlah sungai dengan airmatamu
aku ingin berenang dan mencuci darahku
lalu percaya alirannya akan membawaku melanjutkan manis cerita
tidak tertahan oleh batu-batu dan laparnya ikan-ikan penghuninya

aku tidak ingin bersumpah demi langit dan bumi
di dalam aku sudah berdarah, kembalikan darahku
biarkanlah aku tetap hidup dengan cintaku
demikianlah aku, adam yang akan kehilangan suatu paginya
cahaya itu, menara itu, wajah itu

sisa air hujan di daun waru telah kering oleh kenangan
aku kembali menekuni puasaku pada puisi
sebab sehabis lelahku lelap tidur
aku bermimpi bertemu bayanganmu

2015

Kurliyadi lahir di kepulauan Giligenting Sumenep Madura, salah satu alumni pondok pesantren Mathali’ul Anwar Pangarangan Sumenep, menulis karya sastra berupa puisi, cerpen, novel, roman, pantun ,esai dan lainlain.dalam dua dua bahasa (Indonesia dan Madura) beberapa karyanya juga pernah dipublikasikan di media massa.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *