Dahulu kala ada dongeng yang menarik tentang persahabatan Si Onyet dan Si Kokok, seekor Kera dan seekor Ayam. Sepintas lalu kelihatannya mereka berdua selalu rukun dan damai. Akan tetapi tidak demikian kenyataanya. Setelah sekian lamanya mereka bersahabat, barulah kelihatan kelakuan yang asli dari si Onyet, kera yang jahat itu.

Pada suatu senja, Si Onyet mengajak Si Kokok jalan-jalan. “Hai Kokok, temanku. Sore-sore begini enaknya kita jalan-jalan yuk,” kata Si Onyet.

“Jalan-jalan ke mana, Onyet?” tanya Ayam

“Aku akan mengajakmu jalan-jalan ke hutan, tempat aku biasa bermain. Di sana tempatnya indah, kamu pasti suka!” sahut Kera setengah membujuk. Si Kokok jadi tertarik dengan ajakan si Kera. Tanpa rasa curiga, la mengikuti langkah Si Onyet masuk ke dalam di hutan. Sementara itu senja mulai turun dan hutan pelan-pelan mulai gelap. Pada ketika itulah tiba-tiba perut Si Onyet meronta-ronta minta diisi. Cacing-cacing dalam perutnya lapar minta makan. Sambil memegangi perutnya yang lapar itu Si Onyet memandang ke atas, matanya melihat-lihat kiri kanan kalau-kalau ada buah –buahan di pohon-pohon. Tetapi karena hutan sudah mulai gelap, tak ada buah-buahan yang terlihat. Si Onyet kecewa berat karena tak bisa menemukan buah-buahan untuk mengobati rasa laparnya.

Sambil cengar-cengir menahan rasa lapar yang semakin melilit di perutnya, Si Onyet melirik Si Kokok temanya. Tiba-tiba saja muncul pokiran jahatnya. “Hehehe.. .untuk apa aku susuh-susah mencari makanan. Di sampingku saja ternyata sudah ada makanan yang sangat lezat,” pikirnya. Sepintas ia lirik lagi temannya. Si Kokok terlihat besar dan segar. Hatinya mulai tergoda. “Kalau aku harus makan ayam ini sepertinya enak dan lezat kalau tanpa bulu karena itu… harus kucabuti dulu bulunya.”

Onyet dan Kokok semakin masuk ke dalam hutan yang semakin gelap. Onyet segera melaksanakan niatnya. Kera itu segera menubruk untuk menangkap Ayam. Tentu saja Si Kokok jadi kaget dengan kelakuan Si Onyet sahabatnya itu.

“Eh, Onyet! Apa-apaan ini? Mengapa bulu-buluku kau cabuti? Aduh sakit!”

Tetapi Kera jahat itu tak perduli. Dengan sangat bernafsu dia terus saja berusaha untuk mencabuti bulu-bulu Si Kokok, temannya. Dengan sekuat tenaga Si Kokok meronta-ronta, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman si Kera. Setelah berusaha keras tanpa mengenal lelah, Si Kokok akhirnya berhasil melepaskan diri berhasil dan segera berlari sekencang-kencangnya keluar dari hutan.

Setelah sekian lama berlari maka sampailah si Ayam di rumah sahabatnya yang lain, Ting Ting Kepiting. Kepiting yang melihat Ayam tampak kelelahan jadi penasaran.

“Wahai Kokok temanku, ada apa gerangan? Mengapa napasmu terengah-engah? Apa yang terjadi, bulu-bulumu rontok semua?” tanya kepiting.

“Oh Kepiting, aku dicelakai oleh temaku sendiri. Onyet ternyata kera jahat. Ia hendak memakanku,” jawab ayam dengan napas yang masih terengah-engah.

“Kurang ajar itu si Onyet jelek! Sampai hati ia berbuat seperti ini kepadamu,” ucap Kepiting penasaran.

“Memang kurang ajar dia. Tega-teganya dia punya niat jahat terhadap diriku ini!” sahut Ayam antara sedih dan geram.

“Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Kera jelek dan jahat itu harus kita beri pelajaran!” ucap Kepiting dengan penuh kemarahan.

Ayam dan kepiting kemudian mengatur siasat untuk memberi pelajaran kepada si Kera. Beberapa bulan kemudian setelah bulu-bulu ditubuh ayam telah pulih kembali, Kepiting dan Ayam menemui Si Onyet. Ayam masih tampak ketakutan melihat Si Onyet, Kera jahat itu.

Akhirnya, Kepitinglah yang berbicara kepada Si Onyet.“Hai kera, dua hari lagi aku dan Kokok mau pergi tamasya berlayar ke pulau seberang. Di pulau itu banyak buah-buahan yang lezat,” kata Kepiting.

“Benarkah? Aku ikut berlayar, dong. Boleh, kan?” sahut Si Onyet penuh harap.

“Boleh-boleh saja!” kata Kepiting.

Sebelumnya menemui Si Onyet rupanya Kepiting dan Ayam sudah menyiapkan Perahu dari tanah liat. Kemudian,  dua hari setelah pertemuan, mereka bertiga naik perahu menuju ke pulau seberang.

Perahu semakin lama semakin menjauh dari tepian. Kera sudah mulai membayangkan betapa lezatnya buah-buahan yang akan disantapnya nanti, sedangkan ayam dan kepiting mulai saling memberi sandi, isyarat untuk memulai siasat mereka.

Ayam berkokok sembari menggoyang-goyangkan ekornya, “Kok kok petok… kokok petok… Tok tok tok” Lalu mematuk-matuk dasar perahu yang terbuat dari tanah liat itu, dan melanjutkan nyanyiannya,” Aku kok kok satu tok. Tok tok tok…!” Si Ayam mematuki dasar perahu lagi tiga kali;

Si kepiting menjahut, “…Tambah lagi satu tok… tok tok tok!  Terus… terus… sampai tok!”

Setiap kali Kepiting mengakhiri nyanyiannya, Si Kokok kembali mematuk-matuk dasar perahu itu. Mereka kemudian mengulangi permainan itu lagi. Si Kera sama sekali tak mengerti apa sebenarnya yang dilakukan ayam dan kepiting. Lama-kelamaan perahu tanah yang mereka tumpangi bocor.

Si Onyet mulai panik tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Perahu semakin lama semakin tenggelam. Kepiting dan Ayam bisa menyelamatkan diri. Si Kepiting menyelam ke dasar laut, sedangkan si Ayam dengan mudah terbang ke darat. Tinggalan si Onyet, Kera Jahat itu, semakin ketakutan, karena pada dasarnya ia memang paling takut pada air, apalagi air Iaut. la melompat-lompat dengan panik minta tolong, “tolong…. tolooong….” teriaknya. Tapi siapa yang bisa menolong di tengah laut yang sunyi itu. Karena tak bisa berenang, maka akhirnya matilah Si Onyet, kera yang jahat itu. Tenggelam bersama perahu tanah, ditelan air laut yang dalam. (AY)

***

Dapoer Sastra Tjisaoek, 17 Juli 2021
Diceritakan kembali oleh: Abah Yoyok.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *