Sajak Pertama; Kepalsuan Rindu
Reman memang!
Kerinduan hari ini sudah palsu
Tidak ada jarak cukup jauh bagi rindu
Barangkali jarak sekalipun sekarang adalah hal semu Dipintasi oleh gawai berakhir haru
Karena sudah tidak ada batasan ruang dan waktu
Lalu kita bertanya
Apa yang sebenarnya abadi di dunia ini?
Nyaris tidak ada!
“Kecuali cinta,” Jawab si Pejalan itu
Ya, cintalah yang sempurna
Karena cinta kita merindu
Dan karena rindu, cinta tak akan berjarak
Lalu sepasang kaki bersabda
Tentang kepulangan
Bahwa tidak pernah ada tempat pulang
Kecuali dalam keabadian
Apalah artinya pulang
Jika saban hari
Ketika matahari tenggelam
Kau tenteng lagi barang bawaan
Menuju tujuan baru
Tubuh tak akan pernah pulang
Karena pulang hanyalah milik jiwa yang benar-benar dirindukan
Cikampek, 13 Februari 2023
Sajak Kedua; Jakarta Dan Purnama
Jakarta dan purnama
Aku melihatnya malam ini
Tepat dilapisan pelipis matamu
Seribu cerita dan kisah bahagia
Pelipis mata yang letih
Menyaksikan cerita-cerita orang ibu kota
Yang tetap lapang dan terang diterima
Oleh nurani jiwa
Jakarta dan purnama
Aku melihatnya malam ini
Bertengger di pundakmu selepas kerja
Memikul harapan dan impian
Pundak badan yang kokoh
Bertahan enggan roboh
Menopang berbagai titipan
Yang terpasak kuat senyuman
Jakarta dan purnama
Jakarta adalah kekhawatiran
Purnama adalah keikhlasan
Jakarta, 16 Februari 2022
Sajak Ketiga: Di KRL Ibu Kota dan Transjakarta
Di KRL Ibu Kota
dan Transjakarta
Aku benar-benar
menemukan kesetaraan
Bagaimana tidak
laki-laki dan perempuan akan sama-sama berdiri bilamana penunggu kursi prioritas datang
Ibu hamil, lansia, disabilitas, dan ibu bapak yang bawa balitanya bepergian
Laki dan perempuan sama rata
Tidak ada superioritas dalam dudukan
Makanya, ketika gadis muda masuk KRL/Transjakarta
Lalu mendapati kursi penuh, ya terpaksa berdiri
Di KRL Ibu Kota
dan Transjakarta
Tak akan ditemui kepulan asap
pemuda tanggung sok berkuasa
Apalagi bau apek yang dipiuh polusi Jakarta
Semuanya menghirup udara segar
Udara ibukota yang disublim mesin canggih
Memberikan kesejukan dan ketenangan
Hingga siapa saja yang menumpanginya
Akan mudah terlelap sekejap mata
Tapi, ada ihwal yang menjagal di kepala
Tentang sebuah kalimat azimat
di Transjakarta
“Kursi Khusus Perempuan”
Ciamik tenaaan!
Lalu, saya bertanya-tanya
Kenapa di kaca bus ada simbol sibak kain pangkal paha?
Tergaris miring dalam lingkaran
Dan kenapa, tidak ada kursi khusus laki-laki, -barangkali itu juga sebuah pertanyaan
Jakarta, 18 Februari 2022
Sajak Keempat: Yang Tak Sempat Terpotret
Yang tak sempat terpotret
adalah yang bergelantungan
tapi tidak pada pegangan tangan
Di dalam kereta
dari Tanah Abang
menuju Cikarang
kereta berhenti di stasiun transit
Manggarai
Di manggarai
pintu ternganga
bak botol kosong berisi angin dalam air yang dibuka tutupnya
menghisap para tergesa masuk dalam kereta
Ibu-ibu datang menuntut singgasana
“Mas, mas ini ibu-ibu”
Cetarnya menyuruh berdiri
Padahal baru saja duduk
Saat itu yang tak sempat terpotret menjadi nyata
Kembali berdiri diantara kerumunan
Yang berdesak dan yang berdiri
Menggelantungkan tangan pada pegangan
Kecuali dia
Iya dia
Gadis 150 meteran yang baru masuk di Manggarai tadi
Bergelantung pada pinggang dan pangkal lengan pacarnya
Yang tak sempat terpotret
Mungkin juga, yang tak tepat dipotret
Jakarta, 18 Februari 2022
Sajak Kelima: Kita Adalah Musafir A La A La
Kita adalah musafir a la a la
bepergian antarkota
antar provinsi
antar pulau
bahkan antar negara
Lalu mendaku
musafir pengembara
Kita berpatok pada
minimal jarak 85 kilometer
perjalanan
Kita tak bersorban
dan berkuda atau bahkan naik onta
di padang tandus menganga
Tapi kita berkendara
dengan alat transportasi epik
dan palung yang sudah
terang rimbanya
bahkan terlihat jelas
dalam layar gawai sependek
jempol ke telunjuk
Lalu kita memikul
gelar musafir sekaliber dunia
menentengnya ke tepian
saat pemberhentian
untuk sebatang rokok
atau sekadar meluruskan raga
Kita hanyalah musafir a la a la
yang tergesa-gesa menjamak fardhu
atau menepukkan telapak tangan
pada debu agar suci tubuhnya
dan bertemu tuhan sambil berwisata
Kita adalah musafir a la a la
yang perjalanannya
tidak ditunjukkan kuntum surya
dan nujum untuk meramal cuaca
atau sekedar berhenti
untuk mengiring onta ke
sumur-sumur tua
di gurun gersang menyengat kepala
Ihwal perjalanan
sekali lagi kita masih saja
menjadi musafir a la a la
sebelum seruni menggiring larung
ke ribaannya
kun fayakun
jadilah kita musafir sesungguhnya di atas dunia
Cikampek-Yogyakarta, 19 Februari 2023
Ramadhanur Putra, biasa dipanggil Rama. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta asal Sumatera Barat. Agar lebih kenal dekat, mungkin kita bisa berkenalan lebih jauh melalui Instagram atau twitter di @ramadp__
Ketika seorang tuan sangat suka berkelena, memerhatikan yang singgah di jalanan.
Hai tuan!
Semoga kaki yang menopang tubuhmu lebih dikuatkan lagi oleh yang maha kuasa, agar jalanan menghantarkan kau terhadap apa yang dicari.
Jangan mengambil jalan singkat, teruslah tumbuh di jalanan yang damai.