PUNAKAWAN

Dalam cerita wayang, baik Wayang Kulit/Wayang Orang versi Jawa atau Wayang Golek versi Sunda, dikenal tokoh populer yang disebut Punakawan. Terdiri dari empat personal yang masing-masing bernama Semar, Gareng, Petruk dan Bagong (Jawa), sedangkan dalam versi Sunda adalah: Semar, Cepot(Astrajingga), Dawala, dan Gareng.

Istilah Punakawan berasal dari kata Pana dan Kawan. Pana berarti paham dan Kawan berarti teman. Jadi, makna yang tersirat dari istilah Punakawan adalah bahwa para punakawan tersebut tidak hanya sekedar abdi atau pengikut biasa, tapi mereka juga memahami apa masalah yang sedang dihadapi oleh majikan mereka. Karena itu, selain sebagai penghibur dan penasehat, mereka juga bisa menolong majikan mereka yang sedang berada dalam kesulitan.

Adapun yang menjadi ciri khas Punakawan adalah penampilan mereka dalam setiap cerita selalu tampil penuh humor. Tingkah laku dan ucapan mereka selalu memancing tawa penonton.

[iklan]

Cerita wayang yang dipentaskan pada umumnya bersumber dari naskah Mahabarata dan Ramayana yang berasal dari India. Pada kedua naskah tersebut tidak dijumpai adanya tokoh Punakawan. Hal ini menandakan bahwa Punakawan (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong) adalah tokoh lokal hasil ciptaan Pujangga Jawa.

Munculnya Punakawan di tengah-tengah cerita dalam pertunjukan wayang versi Jawa disebut Goro-Goro. Yaitu, suatu keadaan dimana telah terjadi bencana besar menimpa bumi, seperti banjir, gempa bumi, gunung meletus, korupsi yang merajalela, bahkan sampai wabah virus Covid-19 yang menggunvang dunia. Panjang-pendek dan keindahan tutur kata yang diucapkan untuk melukiskan keadaan Goro-Goro adalah sangat tergantung pada kreativitas Dalang.

Setelah Dalang, selesai menceritakan suasana Goro-goro, Punakawan muncul satu persatu dengan ekspresi bahagia, menebar humor, dan bersenda gurau. Hal ini merupakan gambaran bahwa setelah munculnya peristiwa kekacauan atau kerusuhan yang menimpa suatu negara, maka diharapkan rakyat kecil adalah pihak pertama yang mendapatkan kebahagiaan, bukan sebaliknya.

Penampilan masing-masing tokoh Punakawan memiliki bentuk yang menggambarkan karakter atau perlambang dari sifat-sifat mereka. Berikut ini rincian ringkas masing-masing tokoh dan karakternya.

SEMAR
Semar, biasa juga dipanggil sebagai Ki Lurah Semar atau Semar Badranaya, adalah Bapak dari Gareng, Petruk dan Bagong. Dia adalah perwujudan dari Sang Hyang Ismaya, disegani oleh kawan dan lawan. Ismaya adalah simbol dewa yang menjadi manusia karena keinginannya menguasai dunia.

Semar bentuknya samar-samar dan mukanya pucat. Menggambarkan karakter yang sederhana, rendah hati, dan mengasihi pada sesama. Tidak terlalu bersedih ketika mengalami kesulitan dan tidak terlalu senang ketika mendapatkan kebahagiaan.
Tokoh Semar dalam pewayangan adalah tokoh yang dihormati dan selalu menjadi rujukan para kesatria untuk meminta nasehat. Namun sifatnya tetap rendah hati, jujur, dan tidak sombong. Tetap menyayangi pada sesama.

GARENG
Gareng atau Nala Gareng adalah anak pertama Semar yang konon katanya berasal dari sebatang kayu kering. Dijadikan anak oleh Semar yang merasa kesepian kesepian di bumi.

Gareng merupakan tokoh Punakawan yang memiliki fisik kurang sempurna. Kaki, tangan dan matanya cacat.

Ketidaksempurnaannya itu merupakan gambaran atau simbol dari karakternya. Cacat kaki adalah simbol bahwa manusia itu harus hati-hati dalam menjalani kehidupan. Tangan yang cacat (ceko/cengkrong) melambangkan bahwa manusia bisa berusaha tetapi Tuhan-lah yang menentukan. Mata yang cacat (juling) itu menunjukkan bahwa manusia harus memahami kenyataan hidup. Kesimpulannya,  manusia itu harus hidup prihatin dalam menjalani suka dan duka dalam perjalanan hidupnya serta selalu berhati-hati dalam berperilaku.

PETRUK
Petruk atau Dawala (Sunda) dikenal juga dengan nama Kanthong Bolong. Dia adalah anak kedua Semar yang berasal dari bangsa Jin atau Genderuwo, yaitu mahluk halus yang nakal dan cerdas.
Petruk Khantong Bolong mempunyai peran yang menonjol di antara 3 anak Semar. Cara bicaranya tegas bagai satria, lantang dan apa adanya.

Tokoh Petruk ini ciri fisiknya jangkung. Tubuh dan hidungnya panjang. Merupakan simbol  bahwa manusia itu harus sabar dan panjang pemikirannya. Tidak grasa-grusu alias terburu-buru.

Nama Kanthong Bolong menunjukkan kesabaran yang dalam. Sabar, menggambarkan sikap menerima terhadap apa yang sudah digariskan Tuhan setelah manusia berusaha. Tawakal. Bukan hanya sekadar pasrah menerima tanpa usaha. Nerimo ing pandum. Menerima apapun hasil dari usaha yang telah dilakukan, karena manusia hanya bisa berusaha dan berdoa tetapi Tuhan yang menentukan.

BAGONG
Bagong adalah anak bungsu Semar. Penampilan fisiknya mirip Semar. Karena itu disebut sebagai Bayangan Semar, karena dia memang diciptakan dari bayangan Semar. Dalam jagat pewayangan Sunda, Bagong dikenal dengan nama Cepot atau Astrajingga. Seperti hanya dengan anak-anak Semar yang lainnya, Bagong juga suka bercanda, bahkan dalam menghadapi persoalan yang serius dan serumit apapun ia santai saja.

Bentuk fisik anak bungsu Semar ini menggambarkan karakter manusia yang sederhana, sabar, dan tidak terlalu kagum pada kehidupan di dunia. Makna mendalam yang tersirat dari karakter Bagong adalah tidak terlalu kagum dengan kehidupan dunia.

Manusia harus selalu belajar dari bayangannya sendiri. Harus selalu introspeksi diri dengan kekurangan atau kejelekan diri sendiri untuk memperbaiki perilaku yang lebih baik. Bukan hanya bisa melihat kekurangan orang lain tanpa melihat kekurangan diri sendiri sehingga akhirnya menjadi sombong.(AY)

DST, 19 Maret 2020

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *