Puisi bisa jadi seperti virus. Tak mudah terditeksi penyebarannya. Jika satu orang sudah terinfeksi, orang-orang di sekitarnya pun terbawa, sehingga mereka berlomba-lomba menemukan ‘puisi’ dalam dirinya. Selamat membaca. (Redaksi)
[iklan]
Si Buruk Rupa
Orang berkata ia “berwajah buruk”
Bertopeng simulakra
Dihujat, dihunjam kata-kata kotor
Yang keluar dari mulut-mulut pembual
Sungguh kasihan kau sayang
Harus meneguk pahitnya kehidupan
Tenggelam dalam penistaan
Menikam lara
Tergores duka
Jangan bersedih
Bangkitlah
Bahwa hatimu kuat
Selaksa baja yang tak mudah dibengkokkan
Annuqayah, 06 Maret 2020
Resonansi Bumi
Gelombang elektromagnetik bumi
Mengguncang tanah pertiwi
Meretak tanah kerontang
Melebur semesta lapang
Angin topan menderu keganasan
Menampakkan geram berkepanjangan
Bahtera menghempaskan airnya
Menenggelamkan tanah kelahiran kita
Gunung memuntahkan lava
Mengalirkan api yang membara
Tanah menggoncang raga
Menguburkan makhluk diatasnya
Adakah sisa dari bencana
Annuqayah, 06 Maret 2020
Celurit Sakera
Sakera
Kau beri isyarat tanya
Menyelipkan doa
Menembus kelamnya cita-cita
Pada madura
Kau lantakkan tanah
Membajak kerontang dada
Berkecai raga, berlumur darah
Pada lengkung tubuhmu
Kau hunjam otak dungu para serdadu
agar mereka tak menyerbu
dengan selempang hangat peluru
kau tak ragu tuk maju
terbakar dalam bara tungku
mengoyak daging selaksa dadu
namun, kau tak mau itu
tumbal seribu yang kau butuh
luluh dalam dekapan prabu
mengalir darah air mata ibu
kau bekaskan goresan sejarah yang suram
dalam kitaran cerlang lampu temaram
mengenang kisah pekat melebur hitam
di sini kau bubungkan sumpah
“maju tak gentar, membela yang benar”
Annuqayah, 30 desember 2019
Pelacur-pelacur pesantren
Kupu-kupu berterbangan
Di tengah kesucian pesantren
Mereka berusaha menggerogoti keasrian kemaren
Yang tersisa sebuah tubuh berbaju kotoran
Ia hidangkan dua daging segar
Bervitamin kemaksiatan
Tak seorang sukar
‘tuk menolak kenikmatan
Tuhan, mengapa kuharus terima daging racun itu
Padahal diri tak mau menanggung dosa
Meringik ketakutan raga
Pada kelamnya neraka
Pergi!
Kalian kupu-kupu
Dari desaku
Ku tak mau meneguk madu
Yang kau curi dari bunga lara
Pergilah jauh
Dari desaku
Sebuah ucap usir yang luluh
Isyarat diri tak mau dirimu
Hanya ampun yang kupinta pada-Nya
Jauh dari rerumpunan dosa keluarga
Kembali menjajaki lajur sang kuasa
Dan terus istikamah
Bersama lakon seorang sutradara
Annuqayah, 07 februari 2020
M. Hidayat merupakan santri Annuqayah Lubangsa, tempat kelahiran Jelbudan- Dasuk- Sumenep. Sekarang sedang berteduh di Gubuk Sastra Annuqayah (GSA). Ia aktif di Sanggar Kopi, Iksaputra.