DI KENING MALAM MINGGU
;syafa putri nabila

Di Kening malam Minggu
Aku menyeduh pekatnya waktu
Memberi sebuah kehangatan
Pada setiap bingkai status Tuhan
Mungkin di malam ini
Aku simpan sejenak beberapa obituari
Dalam dompet yang hanya berisi mimpi;
Mimpi-mimpi pejabat negeri yang ngeri

Mungkin Cakap-cakap tak terasa cukup
Jika dari sebutir katamu tak berhasil kukecup
Pada setiap ceritamu yang penuh alur
Aku mencoba untuk lembur
Tanpa merasakan libur maupun tidur

Dengan menyayangimu
Aku merasa suatu kesempurnaan pelukan Tuhan
……”.

Bandung, 08 Oktober 2022.

RIUH KEPALAKU UNTUK KEPALAMU

Jika musim riuh tak lagi utuh di kepalamu
Aku bersyukur pada setiap detak detik waktu
Karena aku tau bahwa kau
Adalah jantung dari segala kepala yang pilu

Riuh metropolitan, riuh politikan, hingga riuh bacot-bacotan
Terus menggerogoti halaman pemukimanmu
Memang aku tak berharap tentang semua itu
Tapi aku mungkin tetap penyair yang iseng-iseng selalu
Menarasikan setiap hembusan nafas lembutmu

Juga di sela-sela jendela maya
Aku bergumang,
Semoga apa yang mereka tayangkan
Memang benar-benar Benar
Supaya aku tak lagi menjadi anak bungsumu yang benar-benar ambyar
Dari apa yang telah mereka sebar
Ah,
Beginilah riuh kepalaku yang tiada henti meriuhkan kepalamu

Sumenep, 2022

APA KABAR JAKARTA

Apa kabar Jakarta
Terimalah sapaan ini
Sebagai bentuk bahwa aku pernah mengenalmu juga tempo hari
Sebagai akar, batang, ranting, daun
Dan buah dari sebuah pohon di tanah kami ini

Kini kau telah menua di kening para petuah
Dan telah di kenang oleh para anak-anaknya
Raut wajah yang terus berhiasan pernah-pernik hoax dan fakta
Terasa membuatmu awet pada setiap bingkai ceritanya
Akupun berdecak kagum, tanpa melebarkan senyum
Atas apa yang telah kau persembahkan
Pada orang-orang pinggiran yang menghiasi kolong jembatan
Semoga mereka juga ikut mendoakanmu di hari ini
Dan semoga saja pula kau mendoakannya

Annuqayah, 2022

RUBAIAT TAMAN SORGA

Bunga-bunga mekar tak pernah sukar
Pada tubuh tamanmu yang gemar segar.
Dengan senyum, doa dan penuh rindu
Banyak orang-orang menyiraminya tanpa keluh
Berseru begitu maha aduh.

Tuhan beri kita taman sorgamu
Tempat segala macam bentuk kata bermuara
Merangkul para penyair nusantara
Untuk menyeduh sejarah pada palung tubuhnya
Dan sesekali menggoda para perawan atau janda
Lalu mereka anggap sebagai selir setianya

Di taman sorgamu itu para sanak penyair
Tak pernah alpa memberimu syair-syair
Sejuk mengalir sambil berdesir
Pada rongga dadaku yang fakir
Secangkir puisi dan seberkas kopi
Adalah kawan penangkal sunyi
Merekapun hirup bersama-sama
Hingga hilang obituari insomnia

1968 hingga sekarang
Namanya akan tetap narasi
Pada setiap jengkal hidup kami

Annuqayah, 2022

RISALAH DARI PARA PENGHUNI MAYA
;Batavia

Jam telah mengukur panjang tubuhmu
Dari mula-mula tanduk sejarah
Kau kami kenal sebagai Batavia
Hingga sekarang sebagai ibu dari kota kata kita

Jauh setelahnya banyak kulihat percikan-percikan di layar kaca
Tentang riuh, malu dan beberapa keangkuhan para suhu
Tentang tawa, luka dan senyum yang ramah di bingkai maya
Tentang anak yang merintih, juga yang bernyanyi
Dan ada pula para remaja yang gemar mabar hati

Aku termenung sesaat diiringi senyum yang lekat
Apakah memang seperti itu keberadaan mereka di tempurung kepalamu
Atau hanya analisis kepalaku saja yang kebanyakan ngehalu

Kini lima abad telah berlalu sudah
Dan di keningmu penuh dengan mekar bunga
Segala bentuk harap merayakannya dengan sehat
Semoga Batavia yang kini telah Jakarta
Tetap ramah di jendela-jendela mata para pengguna maya

Sumenep, 2022

DI KOTA PECI

Nadham-nadhaman asyik
Adalah instrumen klasik
Merangkul doa-doa pada Sang Khalik
Meredam akal akar fanatik

Kota itu adalah kota malam
Kota di mana pernak-pernik firman Tuhan
Melekat erat terus kami baca, kami dengar, kami pandang
Suatu pemberian kalam keabadian

Waktu memang tak pernah lusu
Membangunkan pangeran subuh
Dari ruang remang tipu-tipu membelenggu

Rindu Ayah Ibu
Kami bungkus dalam hangat kantong saku baju
Kadang kami letakkan di balik bantal batu

Di kota peci ini
Semoga berkah tumpah
Membasahi hidup tubuh tabah kami

Sumenep, 2022

ASMARA KHATULISTIWA

Di garis khayal itu
Aku menanam asmara khatulistiwa
Rasa yang membentang
Membelah pulau kalimantan
Sebagai eksotisitas alam
Pada tubuhmu yang kelam

Annuqayah, 2022

MH. Dzulkarnain. Nama pena dai Noer Moch Yoga Zulkarnain. Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pemuda kelahiran Sumenep, 16 Juni 2003. Alamat Rumah Desa Gunung Kembar  Kec. Manding kab. Sumenep. Masyarakat  ‘Majelis Sastra Mata Pena’ (sebuah Komonitas Literasi dan Seni). Salah satu Kontributor Puisi pada Antologi Puisi DNP (Dari Negeri Poci) Ke-11 KHATuLISTIWA 2021 (KKK Jakarta, 2021), Antologi Puisi DNP Ke-12 Raja Kelana 2022 (KKK, 2022). Beberapa karya tulisannya pernah dimuat/dipublikasikan di media Online, Majalah dan Koran Harian

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *