SEKILAS POTRET SISWA SANG PEJUANG

Ihsanudin, S.Pd

Deni Mulyadi lahir di Bogor, pada tanggal 11 Mei 2005 dari pasangan Bapak Pendi dan Ibu Munawaroh. Saat itu, Keluarga kecil ini hidup berbahagia penuh cinta dan tawa, namun roda kehidupan terus berputar,  berlahan tapi pasti, bahtera rumah tangga orang tua Deni mengalami guncangan. Saat Deni berusia 3 tahun badai rumah tangga menyapu mereka, menghancurkan bahtera rumah tangga, lalu membuatnya karam dan berakhir penuh derita.

Ayah Deni seorang pekerja serabutan, di pundaknya memikul tanggung jawab besar untuk menghidupi seorang anak (Deni), istri dan Mertuanya, (Neneknya Deni). Ayah Deni harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, namun sayang, buah dari kerja kerasnya masih jauh dari harapan. Karena tidak kuat dengan beban ekonomi itulah Ayah Deni pergi meninggalkan Deni dan keluarganya, meski sesekali Ayah Deni datang, lalu memberikan uang saku untuk Deni alakadarnya.

Selepas ditinggal Ayah, Deni tinggal bersama Ibu dan Neneknya, Ibu Deni berusaha memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.  Setiap hari Ibu Deni menjajakan dagangan di sekitar tempat sekolah Deni. setelah itu, Ibu Deni harus Memeras keringat bekerja menjadi pesuruh sebisanya.

[iklan]

Sementara Nenek Deni mengalami keterbelakangan mental. Sesekali Nenek Deni turun ke jalan, menengadahkan tangan mengharap belas kasihan sopir truk bermuatan besar melintas di hadapannya. Nenek Deni berpakaian lusuh, kepalanya berbalut kerudung yang melindunginya dari terik mentari dan debu jalanan. Begitu sayangnya Nenek kepada Deni, meski keriput penuh peluh dan kakinya melepuh Nenek tetap tegar berdiri di tengah lalu lalang kendaraan.

Enam belas tahun telah berlalu, Deni Kecil telah tumbuh menjadi Remaja yang tangguh dan penuh keperibadian. batinnya berontak ingin membalikan keadaan. Otaknya terus berputar mencoba menjawab kerasnya kehidupan, terpaan dan himpitan membuat Deni menjelma menjadi tulang punggung kehidupan.

Keluarga Deni tinggal disebuah Gubuk Tua, Secara Adminitrasi Kependudukan (KTP dan Kartu Keluarga) yang Baru didapatkan Deni dua tahun yang lalu, Gubuk tua itu beralamat di kp. Pasir Ipis rt. 001 rw. 002 Desa Rumpin Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Gubuk yang dihuni keluarga Deni berlantaikan tanah, dindingnya terbuat dari kemasan peti bekas dipadu dengan papan limbah yang dibuang oleh perusahaan kayu di sekitar rumah Deni. Atapnya dihampari terpal bekas spanduk, dikombinasikan dengan potongan asbes dan genteng tua. Hampir semua tiang utama gubuk itu sudah termakan usia, sulit dibayangkan seandanya hujan lebat apalagi angin puting beliung, rasanya rumah itu sudah tidak sanggup lagi berdiri menaungi Deni, alih-alih nyawa Deni dan keluarnganya bisa menjadi taruhan.

kisah orang miskin

Gubuk yang sudah tidak layak itu rupanya membuat Ibu Deni kesulitan menata perabot rumah tangganya. Terserak piring dan peralatan lainnya di lantai, bahkan piring bekas makan saja tergeletak di dekat sumur yang sangat buruk sanitasinya. Di sisi pojok gubuk terdapat beberapa induk ayam yang sedang mengeram, sementara di depannya terdapat bangku panjang dari bambu tempat Deni melepas lelah dan membuka pelajaran sekolahnya. Jangankan higienis layak saja tidak.

Mengenai rumah, sebenarnya sudah ada yang menawarkan bantuan, namun sungguh di sayangkan Gubuk yang Deni tempati berada di atas tanah perusahaan Sinar Mas BSD, sehingga upaya memperbaiki rumah itu selalu menemui kegagalan.

Karena sering gagalnya upaya memperbaiki rumah Deni, Akhir-akhir ini Deni dan keluarganya bersedia direlokasi asalkan lokasi yang baru itu tidak jauh dari lokasi Deni bersekolah, yakni, di Madrasah Aliyah Mathla’ul Anwar Barengkok Rumpin Bogor.

Mengais sampah plastik adalah mata pencaharian Deni, lebih banyak sampah plastik artinya lebih banyak rezeki bagi Deni. Tidak hanya itu, Deni juga menopang kehidupannya dengan memelihara ayam kampung dan menjajakan Jajanan di lingkungan sekolahnya.

Sejauh ini, Deni telah berusaha keras untuk mengumpulkan uang, karena ingin sekali membangun rumah untuk Ibu dan Neneknya. Apa saja Deni lakukan untuk mendapatkan uang, terkadang Deni bekerja mencuci motor atau mobil, karena kebetulan di sekitar rumah Deni terdapat usaha cucian motor dan mobil, terkadang Deni juga bekerja menjadi suruhan orang lalu mendapatkan upah. Meski Deni begitu ngetol dalam bekerja, perjuangan Deni membangun rumah sepertinya masih panjang, karena sampai hari ini hanya beberapa rupiah saja yang berhasil Deni simpan.

Sungguh Deni memiliki kemauan keras, tidak hanya memikirkan rumah, di tengah dera kehidupan yang menghimpitnya, Deni masih memikirkan nasib pendidikannya, bagi Deni berhenti sekolah karena keadaan adalah hal yang paling dia hindari, bahkan Deni bercita-cita melanjutkan kuliah kelak, ketika Deni lulus dari Madrasah Aliyah.

Sekolah Deni berjarak 8 kilo meter dari rumah Deni, untuk menepuh jarak sejauh itu, Deni berjalan kaki bersama Ibunya, terkadang Deni menumpang Truk pengangkut pasir atau batu yang melintas, karena memang di sepanjang jalur itu banyak sekali armada perusahaan tambang. Deni dan ibunya berjalan ke sekolah bukan tanpa beban, Deni harus membawa peralatan dan barang dagangan yang akan dijajakan di sekolah. Tidak ada kata malu, malu hanya akan membuat Deni lapar dan putus sekolah.

Deni memang Salah satu siswa yang dibebaskan biaya oleh pihak sekolah, namun di musim pandemi ini, sekolah mengikuti kebijakan Pemerintah untuk melakukan pembelajaran daring. Banyak siswa yang mengeluh akibat kebijakan ini, namun tidak ada pilihan lain, keselamatan siswa dan guru harus diutamakan.

Sebenarnya sekolah Deni telah membuat kebijakan layanan pembelajaran bagi siswa yang belum memiliki telepon genggam, di mana, sekolah telah menjadwal 4 orang guru piket untuk setiap harinya. Tapi Deni memang bukan anak yang gampang menyerah,  Deni tidak ingin tertinggal informasi dengan kawan-kawanya yang lain hingga akhirnya  deni berencana menjual ayam jago kesayangannya untuk membeli telepon genggam.

Semoga keinginan Deni segera terwujud untuk membangun sebuah rumah dan memiliki telepon genggam. Akhirnya, marilah kita merenung, bahwa Deni hanyalah satu dari banyak Deni yang lainnya.

Ayo Bantu Deni!.. Merdeka!

Bagi yang ingin membantu meringankan beban Deni, bisa menghubungi redaksi mbludus.com atau penulis.

Riwayat Penulis.

Ihsanudin. S.Pd. adalah Ketua Tanfidziah Majlis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Di samping itu, Ihsanudin juga seorang Pendidik dan ketua Yayasan Cahaya Tauhid Desa Rabak. Yayasan yang dipimpinnya bergerak dalam dunia pendidikan dan kemanusiaan. Sehari hari Ihsanudin melakukan Pembinaan dan Pemberdayaan Remaja yang menjadi salah satu program kerja Yayasan yang dipimpinnya. Saat ini, Ihsanudin bersama para remaja di Desanya sedang mengembangkan pertanian padi dan sayuran. Alhamdulillah sayuran berupa Kangkung, Bayam dan mentimun sudah bisa dipanen dan dipasarkan oleh para remaja di kampungnya sendiri. Seiring dengan semangat bertani dalam diri para remaja, Ke depan Ihsanudin berencana mengembangkan lahan pertanian dan juga pemasaran ke level yang lebih luas lagi.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *