Pesawat Terbang Tanpa Awak Versi Militer
Sebagaimana yang telah banyak diketahui bahwa Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA/ Unmanned Aerial Vehicles /UAV), atau pun drone adalah pesawat terbang tanpa pilot di dalamnya. Pesawat ini bisa dikendalikan dari jarak jauh melalui operator di darat, atau pun bergerak mandiri secara otomatis.
Memang dalam beberapa tahun terakhir, teknologi PTTA berkembang pesat untuk berbagai bidang pemanfaatan, termasuk di bidang militer.
Pada mulanya PTTA digunakan sebagai obyek sasaran tembak (Target drone) ketika latihan militer di tahun lima puluhan, kemudian berkembang menjadi bagian pendukung penting dari udara di dalam peperangan yang berfungsi sebagai mata mata, pengintai, pengawas dan pemantau pergerakan pasukan tentara pihak kawan maupun lawan.
[iklan]
Setelah memasuki abad milenial, PTTA mulai digunakan sebagai pesawat bersenjata, hal ini ditandai dengan dipersenjatainya PTTA buatan Amerika Serikat, yakni Pesawat Predator di perang Afganistan di awal tahun dua ribuan.
Jika dibandingkan dengan kemampuan pesawat tempur berawak, tentu PTTA masih kalah jauh kemampuannya, terutama untuk manuver dan kecepatan. Oleh sebab itu biasanya PTTA masih digunakan untuk keperluan perang asimetris, perang non-negara dan bersifat perang non-militer.
Adapun pengertian perang asimetris menurut para ahli adalah peperangan berdasarkan pola pikir tidak seperti biasanya, dan seringkali tidak sesuai dengan peraturan perang yang berlaku. Perang asimetri bisa melibatkan berbagai sektor kepentingan yang mencakup segala aspek kehidupan masyarakat maupun kehidupan bernegara yang meliputi dan tidak terbatas pada ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, pertahanan, iptek, bisnis dan industri. Dalam perang seperti ini, drone bisa difungsikan dalam berbagai macam manfaat sesuai keperluan perang.
Beberapa Negara telah mengembangkan drone untuk kepentingan militer yang mempunyai misi pertahanan. Sehingga bisa digunakan untuk melakukan serangan dari udara ke udara, maupun dari udara ke darat untuk menghancurkan pangkalan tempur lawan, semisal pangkalan sesama PTTA atau pun sasaran lain.
Sebenarnya untuk menentukan segala hal menyangkut peperangan, perencana perang, terutama militer memiliki sejarah panjang dalam pemanfaatan teknologi untuk usaha mencapai kemenangan di dalam perang.
Tak lama setelah penerbangan pesawat pertama yang lebih berat dari Orville dan Wilbur Wright, pesawat pun segera diidentifikasi sebagai senjata perang.
PTTA pun, juga demikian, dia segera teridentifikasi oleh publik sebagai wahana yang digunakan untuk mendukung peperangan. Realitas yang terjadi memang demikian, meskipun masih banyak pemanfaatan untuk sipil bertujuan damai.
Menurut Peter Burt,2018, dalam bukunya The Development of Autonomous of Military drone in UK #OffTheLeash, bahwa PTTA yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pertahanan militer diantaranya mempunyai anatomi dan karakteristik mandiri dalam fungsi fungsi sebagai berikut:
Mobilitas mandiri
Mobilitas mandiri dalam artian drone dapat bergerak leluasa terbang menuju sasaran yang telah ditetapkan, dan kembali lagi ke tempat yang telah ditentukan, serta melakukan pendaratan darurat yang aman jika diperlukan. Fungsi kemandirian dalam mobilitas ini akan tercapai, jika terpenuhi kebaikan dalam fungsi Navigasi, Kontrol penerbangan, Lepas landas, Pendaratan, Manuver, Anti tabrakan, serta Mampu terbang dalam waktu lama.
Manajemen kesehatan
Drone mempunyai sistem manajemen kesehatan yang menyangkut sistem dengan fungsi-fungsi mengelola dan mempertahankan operasional drone. Misalnya dalam beberapa situasi, mungkin lebih menguntungkan jika ketika operasionalnya, drone dapat melakukan konfigurasi ulang dirinya sendiri ke formasi baru, seperti melipat sayap, mengubah geometri, atau beralih dari operasi sayap tetap (fix wings) ke sayap putar (rotary wings) atau sebaliknya. Hal ini bisa dilakukan dengan memenuhi fungsi yang meliputi Deteksi kesalahan, Manajemen daya, Perawatan/perbaikan sendiri, dan Konfigurasi ulang.
Interoperabilitas
Interoperabilitas adalah kemampuan suatu mesin untuk melakukan tugas dalam melakukan kolaborasi dengan sesama mesin maupun dengan manusia.
Kolaborasi ini akan meliputi : Saling berbagi informasi, Pembentukan Tim Mesin yang terdiri dari beberapa mesin yang saling berkomunikasi, Pembuatan Tim manusia dan mesin agar bisa saling berinteraksi, Penyusunan analisis situasional di lingkungan yang dapat berubah terus-menerus, Pembuatan perencanaan taktis yang dapat menafsirkan lingkungan yang dinamis, merumuskan taktik dan rencana terbaik untuk menanggapi perubahan sekitar, Penyusunan analisis ancaman secara langsung agar drone memiliki kemampuan untuk menghindari ancaman yang muncul dengan cepat dan mengambil tindakan menghindar atau merespons sebaliknya, Sistem Perlindungan diri secara defensif dapat menghindari atau menghilangkan ancaman, bahkan bisa menghancurkan ancaman.
Pengumpulan intelijen
Fungsi utama drone dalam hal ini adalah untuk menemukan, mengumpulkan, dan menganalisis informasi intelijen yang mungkin memiliki relevansi strategis atau taktis. Informasi ini dapat diteruskan kembali ke pusat komando untuk membantu pengambilan keputusan atau diproses di atas kapal dan diteruskan ke sistem senjata drone.
Fungsi ini meliputi : Pengumpulan data, Analisis data, Komunikasi data antar jaringan, Deteksi target, Pengakuan target, Identifikasi pelacakan target, penentuan prioritas, dan Pengendalian kebakaran pada sasaran serangan.
Penggunaan kekuatan
Penggunaan kekuatan adalah yang paling problematis dari fungsi-fungsi yang mungkin dapat dilakukan oleh drone secara mandiri. Ini berkaitan dengan kemampuan yang memungkinkan sistem senjata untuk berburu, mengidentifikasi, dan melacak target musuh dan kemudian melakukan serangan terhadap mereka. Dalam hal fungsi deteksi dan identifikasi target, ada ‘wilayah abu-abu’ yang tumpang tindih dengan beberapa elemen fungsi pengumpulan intelijen, dan tergantung pada tujuan penggunaan informasi, untuk itu diperlukan kelengkapan di dalam : Deteksi target, Pengakuan target, Pengendalian kebakaran, Keputusan mengenai legalitas dan proporsionalitas. Hal ini memang tidaklah mudah. Mengintegrasikan segala kemampuan drone.
Sejalan dengan perkembangan teknologi PTTA, baik untuk sipil maupun militer, tentu perangkat regulasi menjadi semakin penting, baik regulasi Nasional maupun Internasional. Sebab PTTA hanya alat berupa benda mati tak bernyawa, di tangan yang tepat dia akan membawa berkah kemudahan dalam kehidupan umat manusia, di sisi lain di tangan yang tidak tepat bisa berpotensi banyak mendatangkan mara bahaya bagi umat manusia.
Oleh sebab itu peraturan yang tepat dan ketat sangat diperlukan dalam setiap pengoperasian PTTA di seluruh dunia.
(Tulisan ini disarikan dari berbagai sumber./ AB).