Dadang Suhenda

Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN,

Email: dadang.jagoan@gmail.com,

Tlp : +6281586327567

Terdapat miskonsepsi terhadap pengertian bonus demografi. Secara umum dipahami sebagai suatu kondisi dimana angka ketergantungan (dependency ratio) umur masa produktif (15-64 tahun) lebih banyak daripada usia non produktif (0-14 dan 65+ tahun). Hal ini masih menjadi perdebatan karena tidak jelasnya konsep unproduktif. Dalam suatu kondisi umur dibawah 15 tahun mereka melakukan investasi modal setidak dalam hal pendidikan dan kesehatan. Begitu pula bagi penduduk yang sudah berumur di atas 65 tahun, masih banyak yang bisa bekerja dan produktif. Sebagian masih menjadi tumpuan keluarga, dimana anak dan cucunya masih diberi nafkah bahkan mengasuh cucu-cucunya. Sehingga bukan sesuatu yang mustahil jika masa bonus demografi bisa diperpanjang.

Bonus atau Bencana?

Terlepas dari adanya perbedaan pandangan berbagai ahli tersebut, kiranya sangat menarik bagi kita untuk bisa memaksimalkan potensi ini. Bonus demografi akan didapatkan jika dapat memenuhi aspek sumber daya unggul melalui pendidikan, fasilitas kesehatan yang memadai dan tersedianya lapangan pekerjaan. Jika kondisi ini tidak tercapai bukan tidak mungkin akan menjadi sebaliknya yaitu bencana demografi. Jumlah penduduk produktif yang tinggi dengan SDM yang rendah akan berdampak pada hilangnya kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak terlebih dalam era globalisasi saat ini. SDM tidak mampu bersaing terlebih lapangan pekerjaan yang terbatas. Tentunya keadaan ini akan berdampak pada meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan. Secara luas, angka kemiskinan yang tidak terkendali dapat menjadi pemicu kasus pencurian dan tindakan kriminal lainnya yang mengganggu keamanan negara.

Menurut hasil proyeksi BPS, saat ini Indonesia sedang mengalami masa puncak bonus demografi. Dimulai tahun 2020 dan akan berakhir pada 2040. Secara alamiah, akan terjadi transisi demografi dimana jumlah besar masa produktif saat ini akan menjadi masa tidak tidak produktif masa yang akan datang.

Meningkatnya jumlah lansia, merupakan sebuah fenomena alami transisi demografi. Kondisi ini disebabkan karena meningkatnya usia harapan hidup dan tingkat kematian yang menurun. Pada tahun 1970-an, Usia Harapan Hidup (UHH) masih dibawah 50 tahun dan saat ini UHH sudah lebih dari 70 tahun (BPS 2024). Kondisi ini dikuatkan dengan pemberitaan media akhir-akhir ini (Kumparan 2025), termasuk melalui laman resmi web BPJS ketenagakerjaan (BPJSTK, 2025) bahwa telah dikeluarkan baru Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun. Dimana usia pensiun yang awalnya 58 tahun menjadi 59 tahun.

Banyak negara maju, mengalami kesulitan dengan meningkatnya lansia di negaranya. Jepang menjadi contoh nyata dimana lansia menjadi salah satu permasalahan utama negaranya. Banyak lansia di Jepang mengalami kesepian akibat perubahan sosial, seperti semakin sedikitnya keluarga besar yang tinggal bersama. Isolasi sosial ini meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental, termasuk depresi bahkan beberapa kasus berujung pada perilaku bunuh diri.

Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa terdapat fenomena yang tak biasa di Jepang, dimana sebagian lansia melakukan tindak kriminal ringan (mengutil atau mencuri), agar bisa masuk penjara. Fenomena ini berkaitan dengan beratnya kehidupan penduduk lansia di Jepang. Keadaan ekonomi yang semakin sulit dan keengganan mereka hidup bersama dengan keluarga karena dinilai merepotkan (Sarima 2017).

Kurangnya dukungan keluarga akibat perubahan sosial dan ekonomi telah mengurangi kemampuan anak-anak untuk merawat orang tua mereka. Selain itu, sifat orang tua yang tidak mau membebani keluarganya menyebabkan banyak lansia tinggal sendiri atau di panti jompo, yang tidak selalu dapat memberikan dukungan emosional dan fisik yang memadai.

Menjadi Bonus atau Bencana tergantung sejauhmana tingkat produktifitas lansia itu sendiri. Menjadi Bonus ketika lansia itu produktif dan akan menjadi bencana ketika lansia tersebut jadi beban keluarganya, yang paling penting sekarang adalah sejauhmana kita saat ini, bisa memersiapkan berbagai aspek untuk mendukung lansia di Indonesia untuk tetap produktif.

Secara teori, masa produktif ini bisa diperpanjang sampai pada waktu tertentu. dengan berbagai intervensi. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas hidup lansia di masa depan dengan menyediakan berbagai keterampilan melalui pelatihan, penyediaan aspek sarana kesehatan dari yang sifatnya infeksius ke penyakit degeneratif, pembangunan infrastruktur ramah lansia dan dukungan sosial keluarga juga menjadi penting agar lansia tetap produktif. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa dukungan sosial keluarga secara signifikan mempengaruhi produktivitas lansia sebesar 49 % (Sarima 2017).

Lansia dan Teknologi

Dalam menghadapi era digital teknologi dan tantangan zaman penuaan populasi saat ini, perlu memanfaatkan teknologi untuk menjadikan lansia tetap produktif. Pemanfaatan teknologi dapat dilakukan diantaranya melalui pembelajaran dan pelatihan kerja kelas online dengan materi sederhana pengenalan komputer, penggunaan aplikasi, atau pengelolaan media sosial. Dengan pembekalan tersebut diharapkan lansia dapat menangkap peluang kerja usaha yang berbasis IT, kerja jarak jauh (Remote Work) dan atau usaha mandiri melalui pemanfaatan E-Comerce, media pemasaran dan membantu pencatatan pelaporan keuangan.

Teknologi bagi lansia juga dapat digunakan untuk tetap dapat terhubung dengan komunitas dalam berbagi hobi atau mendapatkan dukungan sosial. Bisa berbagi cerita dengan sesama lansia atau keluarga melalui hubungan aplikasi video call, zoom atau WhatsApp Grup. Kecenderungan lansia yang suka berbagi cerita mengenai pengalaman hidup dan keahlian dapat disalurkan melalui program menthorship digital kepada generasi muda. Sehingga hari-harinya tidak merasa kesepian dan terhindar dari depresi.

Akhirnya, menjadi tua adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari. Namun, untuk menjadi tua lebih dini (cepat) atau tidak, itu merupakan sebuah pilihan. Seseorang dapat memerpanjang masa produktifnya dengan melakukan pola hidup sehat melalui olahraga, makan makanan bergizi dan seimbang, menciptakan kehidupan sosial yang baik, tetap produktif, berkarya dan adaptif dengan perkembangan teknologi.

Daftar Pustaka

BPS. 2023. Proyeksi Penduduk Indonesia 2020-2050 : Hasil Sensus Penduduk 2020.

BPS. 2024. “Angka Harapan Hidup (AHH) Menurut Provinsi Dan Jenis Kelamin – Tabel Statistik – Badan Pusat Statistik Indonesia.” Badan Pusat Statistik. Retrieved January 9, 2025 (https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/NTAxIzI=/angka-harapan-hidup–ahh–menurut-provinsi-dan-jenis-kelamin.html).

Kumparan. 2025. “Usia Pensiun Pekerja Di RI Naik Jadi 59 Tahun | Kumparan.Com.” Kumparan.Com. Retrieved January 9, 2025 (https://kumparan.com/kumparanbisnis/usia-pensiun-pekerja-di-ri-naik-jadi-59-tahun-24FuuBmQoES).

Sarima, Anita. 2017. “Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Produktivitas Lansia.” 11(1):92–105.

OpenAI. (2025). ChatGPT [Large language model]. https://chatgpt.com

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *