Lutung Kasarung
Diceritakan kembali oleh Abah Yoyok
Adalah seorang raja yang adil dan bijaksana, Prabu Tapa Agung namanya, berkuasa di kerajaan Pasir Batang. Dia mempunyai tujuh orang putri yang semuanya cantik jelita, yang sulung bernama Purbararang dan yang bungsu bernama Purbasari. Lima putrinya yang lain sudah menikah dan menjadi permaisuri di kerajaan lain. Sementara Purbararang dan Purbasari belum menikah, Namun, Putri Purbararang sudah mempunyai tunangan seorang pemuda gagah dan tampan bernama Raden Indrajaya, putra salah seorang menteri kerajaan.
Alkisah, sudah hampir seminggu lamanya, Prabu Tapa Agung bermuram durja. Baginda sering terlihat duduk termenung seorang diri di atas singgasananya, sampai larut malam. Sepertinya ada sesuatu yang berat membebani pikirannya. Melihat sikap suaminya itu, sang permaisuri berusaha untuk menghiburnya.
“Sudah beberapa hari ini Kakanda terlihat murung. Sesungguhnya, apa yang sedang Kakanda pikirkan?” bujuk permasuri dengan suara lembut.
“Adinda, aku ini sudah semakin tua. Sudah tak bisa lagi menjalankan tugas-tugasa kerajaan dengan baik. Aku ingin turun tahta, tapi aku bingung, Dinda.”
““Bingung kenapa, Kanda?” desak sang permaisuri.
Prabu Tapa Agung segera menceritakan masalahnya kepada sang permasurinya bahwa dia bingung untuk memilih di antara dua putrinya yang akan menggantikan kedudukannya sebagai Ratu di kerajaan Pasir Batang. Apakah Purbararang atau Purbasari, yang akan menggantikan kedudukannya. Menurut hukum adat yang berlaku di kerajaan tersebut, yang pantas untuk menggantikannya adalah Putri Purbararang, sebab dia putri tertua. Namun, sang Prabu merasa bahwa putri sulungnya itu belum pantas menjadi seorang ratu, karena sifatnya yang sombong, angkuh, dan licik. Putri Purbararang juga sering memutuskan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya terlebih dahulu, sehingga sering menimbulkan kekacauan. Sang Prabu lebih senang jika putri bungsunya, Purbasari, yang menggantikan kedudukannya, karena dia seorang putri yang baik hati, arif, dan bijaksana. Dengan pertimbangan tersebut, maka sang Prabu dan permaisurinya memutuskan untuk memilih Purbasari menjadi Ratu.
[iklan]
Mengetahui akan keputusan ayah dan ibunya itu, Putri Purbararang tidak setuju. Ia menolak, dan menyesalkan keputusan ayahandanya yang menurutnya tidak adil dan tidak sesuai dengan hukum adat kerajaan. Kabar buruk itu pun ia sampaikan kepada Raden Indrajaya, tunangannya.
“Kangmas, ayahandaku telah pilih kasih. Ia lebih memilih Purbasari untuk menjadi Ratu, padahal aku adalah putri tertua,” lapor Putri Purbararang .
Mendengar kabar dari tunangannya itu, Raden Indrajaya sangat terkejut dan langsung naik pitam.
“Wah, ini tidak bisa begitu, Dinda. Harusnya kamu yang menjadi Ratu?” seru Raden Indrajaya.
“Apa yang harus kita lakukan, Kangmas? Aku bingung” tanya Putri Purbararang.
Raden Indrajaya berpikir sejenak, lalu berkata: “Bagaimana kalau Purbasari, adikmu yang tahu diri itu kita singkirkan saja?” usulnya. Putri Purbararang setuju.
Mereka berdua lalu berunding mengatur siasat untuk menyingkirkan Putri Purbasari. Keputusannya yang disepakati adalah meminta bantuan seorang dukun sakti bernama Ni Ronde agar menyihir Putri Purbasari. Ni Ronde pun mengabulkan permintaan mereka.
Beberapa hari kemudian, istana Pasir Batang menjadi gempar. Putri Purbasari mendadak diserang penyakit aneh. Seluruh tubuhnya dipenuhi bentol-bentol kecil berwarna hitam yang rasanya gatal sekali. Betapa terkejutnya sang Prabu melihat keadaan putri kesayangannya itu. Beberapa Tabib istana segera dipanggil untuk mengobati penyakit sang Putri, tapi tak satupun ada yang berhasil menyembuhkan. Raja bingung dan khawatir akan keselematan putri kesayangan itu. Pada saat ayahandanya bingung itulah Putri Purbararang berusaha untuk menghasut ayahandanya agar Putri Purbasari untuk sementara diasingkan ke tempat yang jauh dari kerajaan, karena penyakitnya yang aneh itu bisa membahayakan orang lain.
“Ayahanda, mungkin saja para leluhur telah menghukum Purbasari karena kita tidak taat pada hukum adat yang berlaku di kerajaan ini. Para leluhur telah murka dan mengutuk Putri Purbasari. Ananda khawatir, Jangan-jangan sebentar lagi kerajaan ini juga akan terkena kutukan!” hasut Putri Purbararang.
Prabu Tapa Agung seperti menyadari akan kesalahannya. Ia termakan oleh hasutan putrinya. Akhirnya, dengan berat hati, ia memutuskan untuk mengasingkan putri bungsunya ke hutan agar kerajaan terbebas dari kutukan. Putri Purbasari pun menyadari keadaannya dan menerima keputusan itu dengan lapang dada.
Keesokan harinya, sang Prabu memerintahkan patihnya yang bernama Uwak Lengser untuk mengasingkan Putri Purbasari ke hutan. Setelah sampai di tepi hutan, Uwak Lengser bersama rombongan segera membuatkan sebuah pondok untuk Putri Purbasari. Patih yang baik hati itu memberi nasehat kepada sang Putri untuk menenangkan hatinya.
“Kuatkan hatimu, Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir. Yakinlah, Tuhan Yang Mahakuasa akan senantiasa melindungimu. Paman akan sering datang kemari untuk menghantarkan makanan dan minuman untukmu,” kata Uwak Lengser.
“Terima kasih, Paman! Nasehat Paman membuat hatiku menjadi tenang,” ucap Putri Purbasari dengan sedih. Patih Uwak Lengser dan rombongan lalu pamit pulang, kembali ke kerajaan.
Sejak itu, Putri Purbasari tinggal seorang diri di tepi hutan. Untuk menghibur dirinya, setiap pagi ia berjalan-jalan di sekitar pondoknya untuk melihat-lihat pemandangan dan bermain bersama hewan-hewan yang ada di sekitarnya. Dalam waktu beberapa hari saja, ia sudah mempunyai banyak teman. Hewan-hewan tersebut sangat baik kepadanya. Mereka sering membantu sang Putri untuk mencari buah-buahan di hutan.
Pada suatu hari, ketika sang Putri sedang bersenda gurau bersama hewan-hewan di sekitar pondoknya, diam-diam, di balik semak belukar, ada seekor Lutung, kera besar berwarna hitam, yang sedang memerhatikannya. Beberapa saat kemudian, Lutung itu menghampirinya. Alangkah terkejutnya sang Putri ketika melihat ada seekor Lutung yang berwajah seram tiba-tiba sudah berdiri di depannya.
“Ampun, Lutung! Tolong jangan ganggu aku!” teriak Putri Purbasari dengan ketakutan.
“Jangan takut, Tuan Putri! Aku tidak akan mengganggumu,” jawab si Lutung.
Putri Purbasari tentu saja kaget dan heran karena si Lutung dapat berbicara seperti manusia.
“Hai, kamu ini siapa dan dari mana asalmu?” tanya Putri Purbasari.
“Aku Guruminda, putra Sunan Ambu dari Kahyangan. Aku telah melakukan kesalahan, sehingga dibuang ke bumi dengan bentuk seperti ini. Aku tersesat di tengah hutan ini,” jawab si Lutung.
Mendengar jawaban si Lutung, hati sang Putri menjadi tenang. Ia tersenyum, lalu memperkenalkan diri dan menceritakan asal-usulnya. Karena merasa senasib, akhirnya mereka berteman. Sejak itu, Putri Purbasari memanggil si Lutung dengan panggilan Lutung Kasarung, yang artinya Lutung yang tersesat. Kemana saja sang Putri pergi, Lutung Kasarung dengan setia selalu menemani, dan sesekali ia memetik buah-buahan untuk sang Putri.
Pada suatu malam, saat bulan purnama menerangi alam semesta, diam-diam Lutung Kasarung pergi ke suatu tempat yang sangat sepi untuk bersemedi. Dalam semedinya itu, ia memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar bisa menyembuhkan penyakit Putri Purbasari. Beberapa saat setelah do’a usai dilantunkan, tanah disekitarnya tiba-tiba berubah menjadi sebuah telaga kecil yang airnya sangat jernih, sejuk, dan berbau harum serta mengandung obat kulit yang sangat mujarab.
Keesokan harinya, begitu matahari pagi memancarkan sinarnya, Lutung Kasarung menemui Putri Purbasari dan mengajaknya ke telaga. Sesampainya di telaga, Putri Purbasari bertanya.
“Untuk apa kamu membawaku kemari?” tanya Putri Purbasari.
“Mandilah di telaga ini, tuan Putri. Insya Allah penyakitmu akan sembuh. Air telaga yang jernih dan berbau harum ini mengandung obat kulit yang sangat manjur,” kata Lutung Kasarung.
Tanpa pikir panjang lagi, Putri Purbasari langsung menceburkan diri ke dalam telaga kecil itu. Dan apa yang terjadi sungguh ajaib sekali. Beberapa saat setelah Putri Purbasari berendan di telaga, bentol-bentol kecil berwana hitam yang memenuhi kulit di sekujur tubuhnya langsung hilang tanpa bekas. Begitu juga rasa gatalnya ikut hilang. Kulitnya kembali seperti semula, bersih dan halus mulus. Cantik seperti semula. Putri Purbasari sangat heran bercampur gembira.
“Terimakasih, Lutung. Engkau telah menyembuhkan penyakitku,” ucap Putri Purbasari dengan perasaan gembira.
“Sama-sama, tuan Putri. Senang aku bisa menolongmu.”
Sejak itulah Putri Purbasari semakin senang dan sayang kepada Lutung Kasarung. Semakin betah tinggal di pondok kecilnya di tepi hutan itu. Hatinya sudah menyatu dengan kehidupan alam bebas, dan melupakan kehidupan di istana. Melupakan kakak sulungnya, Putri Purbararang, yang sering membuatnya menderita.
***
Pada suatu hari, Patih Uwak Lengser datang ke hutan itu untuk melihat keadaan Putri Purbasari. Betapa terkejutnya ia ketika melihat penyakit kulit sang Putri telah sembuh. Ia merasa gembira. Ia pun kemudian mengajak sang Putri untuk kembali ke istana.
“Ampun, Tuan Putri. Sesuai dengan pesan ayahanda, Tuan Putri diminta untuk kembali ke istana,” kata Patih Uwak Lengser.
Putri Purbasari menolak untuk kembali ke istana, tapi setelah didesak oleh sang Patih dan dibujuk oleh Lutung Kasarung, akhirnya ia pun setuju.
“Baiklah, Paman,” katanya,”aku bersedia kembali ke istana, tetapi Lutung Kasarung juga harus ikut. Karena dialah yang telah menyembuhkan penyakitku.”
“Baiklah, Tuan Putri. Paman kira sang Prabu pasti akan merasa senang jika Tuan Putri mengajak Lutung yang baik hati itu ke istana,” kata Patih Uwak Lengser.
Singkat cerita, Putri Purbasari bersama Patih Uwak Lengser dan Lutung Kasarung kembali ke istana. Sesampainya di istana, mereka disambut dengan suka cita oleh seluruh keluarga istana, kecuali Putri Purbararang dan Raden Indrajaya. Karena merasa kesempatannya untuk menjadi Ratu terancam, Putri Purbararang membujuk ayahandanya untuk menyelenggarakan sayembara.
“Ampun, Ayahanda. Nanda keberatan jika Putri Purbasari dinobatkan menjadi Ratu. Biar adil, sebaiknya diadakan sayembara. Pemenangnya akan menerima tahta kerajaan, sedangkan yang kalah akan menerima hukum pancung,” bujuk Putri Purbararang.
Prabu Tapa Agung yang arif dan bijaksana itu mengabulkan permintaan putri sulungnya. Dalam sayembara tersebut, Putri Purbararang menantang Putri Purbasari untuk mengikuti dua perlombaan, yaitu lomba memasak dan lomba panjang rambut. Putri Purbasari terpaksa menerima tantangan itu karena diminta oleh ayahandanya. Walaupun sebenarnya hatinya ragu-ragu.
“Jangan khawatir, Tuan Putri! Aku akan menolongmu,” bisik Lutung Kasarung, menguatkan hatinya.
“Terima kasih, Lutung!” jawab Putri Purbasari.
Pada hari yang telah ditentukan, seluruh rakyat Pasir Batang telah berkumpul di halaman istana ingin menyaksikan sayembara tersebut. Tak berapa lama kemudian, Putri Purbararang dan Putri Purbasari memasuki arena sayembara. Sayembara pertama adalah lomba memasak. Siapa yang paling cepat menyanjikan masakannya dan lezat rasanya, dialah yang akan jadi pemenangnya.
Ketika semua bahan-bahan dan perlengkapan memasak telah disiapkan, wasit segera memukul gong. Perlombaan dimulai. Putri Purbararang, dengan dibantu oleh beberapa pelayan istana, segera meracik bumbu yang telah disediakan, sedangkan Putri Purbasari hanya ditemani oleh Lutung Kasarung. Dalam waktu tidak beberapa lama, Putri Purbararang hampir menyelesaikan masakannya. Putri Purbasari mulai panik. Melihat hal itu, Lutung Kasarung segera mengeluarkan kesaktiannya. Ia segera memanggil para bidadari di kayangan agar turun ke bumi untuk membantu Purbasari tanpa diketahui oleh seorang pun. Berkat bantuan para bidadari tersebut, Putri Purbasari mampu menyelesaikan masakannya terlebih dulu dan rasanya pun lebih lezat. Ia dinyatakan sebagai pemenang dalam lomba memasak tersebut.
Memasuki perlombaan kedua, Putri Purbararang tidak mau kalah lagi oleh adiknya. Dengan penuh percaya diri, ia segera melepas sanggulnya. Rambutnya yang hitam dan lebat pun terurai hingga ke pertengahan betisnya.
“Ayo, Purbasari! Lepaslah sanggulmu. Kali ini kamu tidak akan mampu mengalahkan aku,” tantang Putri Purbararang dengan sombongnya.
Mendengar tantangan dari kakak sulungnya itu, Putri Purbasari hanya diam sambil menunduk. Dia merasa kurang percaya diri, karena rambutnya memang hanya sebatas pinggangnya.
“Kenapa diam saja, wahai Tuan Putri?” tanya Lutung Kasarung yang berdiri di sampingnya.
”Lutung, kali ini aku pasti kalah. Rambutku lebih pendek, hanya sampai di punggung saja,” bisik Purbasari.
“Tenang, Tuan Putri. Aku akan memanggil bidadari untuk menyambung rambutmu,” kata Lutung Kasarung.
Lutung Kasarung diam sejenak, konsentrasi dalam semedi. Beberapa saat kemudian, tanpa diketahui oleh Putri Purbararang dan para penonton, datanglah para bidadari turun dari kayangan menyambung rambut Putri Purbasari. Ketika kemudian Putri Purbasari melepas sanggulnya, maka lepaslah rambutnya yang hitam berkilau. Halus bagaikan sutra, panjang terurai sampai ke tumitnya. Menyaksikan hal tersebut, Putri Purbararang jadi malu dan merasa terpukul, karena kembali dikalahkan oleh adiknya. Tapi ia tidak kehabisan akal. Ia kembali membujuk ayahandanya agar diadakan satu perlombaan lagi, yaitu lomba ketampanan calon suami atau tunangan masing-masing.
“Jika Purbasari masih mampu mengalahkanku dalam perlombaan ini, aku akan menerima kekalahan ini dan bersedia untuk dipancung,” kata Purbararang, sesumbar di hadapan para hadirin.
Tentu saja Prabu Tapa Agung merasa bimbang untuk memenuhi keinginan putri sulungnya itu, karena si bungsu Putri Purbasari belum mempunyai tunangan. Walaupun pada saat itu ia ditunangkan dengan siapa pun di negeri Pasir Batang, tetap tidak ada seorang pun yang ketampanannya mampu melebihi ketampanan Indrajaya. Walaupun begitu, Putri Purbasari tetap tetap bersedia mengikuti lomba tersebut, dan dengan berat hati sang Prabu Tapa Agung menyetujuinya. Perlombaan pun dimulai. Dengan bangga, Putri Purbararang kembali masuk ke arena perlombaan dengan menggandeng tunangannya.
“Wahai seluruh rakyat Pasir Batang, saksikanlah ketampanan dan kegagahan tunanganku, Indrajaya! Akulah yang akan menjadi Ratu negeri ini, karena tak seorang pun yang mampu mengalahkan ketampanan tunanganku ini!” Putri Purbararang sesumbar dengan angkuhnya. Seluruh hadirin pun mengakui bahwa Indrajaya adalah seorang pemuda yang tampan. Tak ada seorang pemuda pun di Negeri Pasir Batang yang melebihi ketampanannnya. Mereka sudah memastikan bahwa kali ini Putri Purbasari akan kalah dalam perlombaan. Keyakinan mereka itu semakin pasti ketika kemudian Putri Purbasari masuk ke arena perlombaan dengan menggandeng seekor Lutung. Semua orang merasa aneh dan, lucu dan bahkan merasa jijik.
“Inilah calon suamiku!” seru Putri Purbasari dengan bangga. Taka da sambutan dari hadirin.
“Ya, ini calon suamiku!” serunya sekali lagi.
Putri Purbararang dan calon suaminya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Purbasari yang berjalan menggandeng seekor Lutung.
“Hai, Purbasari! Apakah tidak ada lagi calon suami yang lebih jelek dari Lutung itu?” teriak Putri Purbararang dengan nada mengejek. Mendengar ejekan itu, Lutung Kasarung jadi tersinggung dan marah. Ia tidak terima Putri Purbasari dipandang rendah seperti itu. Maka dengan kesaktiannya, ia segera memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa, agar bentuknya dikembalikan seperti semula. Seketika itu juga, Lutung Kasarung berubah menjadi Guruminda yang sangat tampan dan gagah. Semua yang hadir kaget dan terpesona melihat ketampanannya. Akhirnya, Putri Purbasari memenangi sayembara tersebut dan berhak menduduki tahta kerajaan.
Sementara Putri Purbararang dan tunangannya harus menerima hukuman pancung atas kekalahan mereka. Namun, Putri Purbasari yang baik hati itu tidak ingin menghukum kakak kandungnya sendiri. Bahkan, ia memohon kepada ayahandanya agar kakaknya diijinkan untuk tetap tinggal di istana bersamanya. Akhirnya, Putri Purbasari dinobatkan menjadi Ratu Kerajaan Pasir Batang. Ia dikenal sebagai seorang Ratu yang arif dan bijaksana, sehingga seluruh rakyatnya senantiasa hidup makmur, damai, dan sentosa. Negeri Pasir Batang menjadi negeri yang adil makmur, gemah ripah loh jinawi. Murah sandang murah pangan.