ABOMINABLE : Dongeng Yeti Kecil di Atap Shanghai.

Review Film oleh Heryus Saputro Samhudi *)

Dalam mitologi Tibet, Yeti dipercaya sebagai sosok mahluk serupa manusia, berbulu putih dan tebal,  hidup di kawasan pegunungan es Himalaya atau Everest. Dari zaman ke zaman, mitos  Yeti terus berkembang dan diungkap para pedongeng ke berbagai bentuk kisah  yang memenuhi hasrat ingin tahu anak-anak, bahkan keluarga anak-anak tersebut, yang dulunya juga anak-anak dan bukan tidak mungkin juga menyimpan rasa penasaran sama ihwal mitos Yeti.

Besarnya minat ingin tahu anak-anak dunia ini yang rasanya menggelitik fantasi artistik pekerja film Jill Culton, yang lantas menulis dongeng modern tentang mahluk es yang ditengarai sebagai Yeti itu ke dalam skenario yang apik bertajuk Abominable. Bahkan, seperti tak ingin berbagi sudut pandang dengan yang lain,  Jill Culton sekaligus menjadi sutradara film produksi Dream Works Animation dan Pearl Studio’s tersebut, didampingi Todd Wilderman sebagai Co-Director.

[iklan]

Sebagai penulis cerita, Jill Culton tak ingin mengajak anak-anak (dan keluarganya) ke zaman lampau. Ia justru memilih menghadirkan dongeng Yeti ke zaman milenium ini. Ia hadirkan fantasinya ke kesibukan kota modern Shanghai – Tiongkok yang padat penduduk, dipenuhi gedung pencakar langit, dengan signboard  dan warna-warni lampu kota gemerlap di malam hari.

Di atap rumah

Karakter utama dongeng ini adalah Yi, gadis remaja yang ingin berkeliling dunia, mengunjungi tempat-tempat sebagaimana tergambar dalam ragam kartupos warisan almarhum ayahnya. Sang ayah juga mewarisi Yi sebuah biola, yang rajin ia gesek, memainkan lagu yang dulu kerap dimainkan sang Ayah, melantunkan irama gesek di atap rumahnya, di bawah langit dan warna-warni cahaya kota Sanghai.

Sebagaimana umumnya warga Shanghai yang superpadat, Yi tinggal di rumah flat sederhana bersama ibu dan neneknya, Nai Nai. Yi kurang suka bergaul dengan remaja sebaya disekitarnya, selain dengan Jin – calon dokter yang selalu memandang skeptis dengan apa-apa yang dilakukan Yi. Selain dengan Ibu dan neneknya, Yi cuma akrab dengan Peng, adik sepupunya yang dalam keseharian tak pernah lepas dengan bola basket.

Film Anak
(from left) Everest and Yi (Chloe Bennet) in DreamWorks Animation and Pearl Studio’s Abominable, written and directed by Jill Culton.

Namun begitu, Yi juga bulan remaja yang betah tinggal di rumah. Tiap pagi ia keluar rumah dan baru balik bila sore menjelang malam. Gaya hidup yang bikin sang nenek waswas, bahkan juga Ibunya.  Tapi Yi keluar tumah bukan untuk macem-macem. Yi keluar rumah untuk bekerja apa saja, dan upah yang didapat ia kumpulkan, simpan di kotak biola, untuk sekali waktu ia bisa keliling dunia, mengunjungi tempat-tempat sebagaimana foto dalam ragam kartupos warisan ayahnya.

Saat balik ke rumah pun, Yi langsung masuk kamar dan kunci pintu, untuk kemudian molos keluar jendela dan naik ke atap rumah, dan lalu menggesek biola di ’kamar’ yang dibangunnya. Di tengah hidup yang menjemukan dan mimpi yang ingin diraih, suatu sore Yi menemukan Yeti tertidur di ’kamar’nya di atap rumah. Sebuah pertemuan yang mengubah jalan hidup Yi.

Bertualang ke Everest

Bagaimana Yeti kecil itu bisa sampai Shanghai? Panjang ceritanya. Yang pasti Yeti yang gemar memandangi signboard kota bergambar pegunungan Himalaya, karena itu Yi tahu Yeti kecil itu berasal dari situ dan lantas memberinya nama Everest, tengah diburu oleh Dr Zara dan konglomerat Burnish, untuk dikembalikan ke dalam kerangkeng. Untuk itu Yi, dibantu Peng dan Jin, coba membantu Everest untuk bisa pulang ke kampung halamannya di Puncak Everest.

Dongeng berlanjut ke perjalanan mengantar Everest pulang, ke kampung halaman yang lebih layak ketimbang hidup berdampingan bersama manusia. Everest yang berkemampuan mendobrak kerangkeng penjara superketat. Everest yang berbeda bahasa dengan Yi ataupun  manusia pada umumnya, yang memberi Yi kesempatan bertualang ke tempat-tempat seperti di ragam kartupos warisan sang ayah. Everest yang berusaha lolos dari kejaran Bunish, Dr Zara dan komplotannya.

DreamWork Animation yang dikenal sebagai rumah produksi dengan film-film animasi keluarga jempolan – antara lain film ”How To Train Your Dragon” yang berkisah bertualang menunggang Naga, kembali memanjakan kita dengan visual yang menarik Abominable.

film anak

Bagaimana gambar-gambar film animasi yang apik itu dihasilkan? Kini bukan hal yang terlalu sulit untuk dilakukan DreamWork Animation dan Pearl Studio’s. Didukung perangkat CGI dan peralatan masakini lain yang kian canggih, dengan SDM yang selalu belajar, rangkaian gambar Abominable bergerak sebagaimana fantasi artistik yang diharapkan para kru pembuatnya. Visualisasi menarik dan sangat memanjakan penonton, dengan warena-warna segar yang mengundang decak kagum spontan.

Satu faktor yang tak boleh diabaikan adalah kisah atau skenario film ini yang juga memang kuat,  sehingga memberikan pengalaman menonton film animasi yang seru. Jill Culton sebagai sutradara juga faham bagaimana menghidupkan karakter-karakter dalam film animasinnya kali ini. Ia tahu persis bahwa karakter dalam sebuah film animasi, gerak laku yang dihadirkan sebagai gambar bergerak, akan menjadi hidup saat ia disuarakan, baik dalam dialog ataupun monolog, termasuk juga ilustrasi musik yang mengimbuhinya. Sebagai film cerita, Abominable menghadirkan sejumlah aktor pengisi suara. Peran Yi misalnya, disuarakan oleh Chloe Bennet yang banyak mengisi karakter-karakter film yang dingkat dari komik Marvel.

Karakter Peng, sepupu Yi, disuarakan Albert Tsai. Jin, teman yang selalu skeptis dengan apa-apa yang dilakukan Yi, disuarakan oleh Tenzing Norgay Trainor. Nama Tenzing Norgay Trainor ini menjadi menarik, karena nama tersebut sama dengan nama Tenzing Norgay, pemandu dari suku Sherpa yang mengantar Sir Hillary ke puncang Everest tahun 1921, sekaligus menjadikan keduanya pasangan pendaki pertama yang mencapai atap dunia tersebut.

Karakter Ibunya Yi disuarakan oleh Michelle Wong, dan sang nenek, Nai Nai disuarakan Tsai Chin.  Karakter DR. Zara, ahli hewan yang berambisi menjual Everest disyarakan  oleh Sarah Paulson, dan kongkomerat Burnish yang awalnya jahat, tapi kemudian insyaf dan justru mendukung melepas-liarkan kembali Everest, disuatakan oleh Eddie Izzard.

film anak
(from left) Yi (Chloe Bennet), Peng (Albert Tsai) and Everest in DreamWorks Animation and Pearl Studio’s Abominable, written and directed by Jill Culton.

Tak kalau menarik adalah karakter Everest, Yeti kecil dan lucu yang cuma bisa mendengus bila marah, bertahak bila habis makan, senyum dan ’tertawa’ dalam suara tak jelas bila sedang dalam keadaan bahagia, atau mengeluarkan suara khas saat ia tengah melakukan suatu gerakan atau laku metafisik untuuk menghadirkan energi alam yang dahsyat, disuarakan dengan baik oleh Joseph Izzo.

Berkat dukungan para pengisi suara itu, karakter-karakter tokoh dalam film menjadi hidup dan mampu membawa kita ke cerita yang diinginkan penulis skenario Jill Culton sekaligus sutradara, yang melibatkan Susan Hanover untuk urusan Credit Title, dan gabungan produser Suzzane Buirgy (ketua), Rebecca Huntley dan Paulin Chou.

Film cerita yang bagus selalu, animasi ataupun bukan, selalu menghadirkan ruang diskusi selepas kita menontonnya. Juga film Abominable yang mulai tayang di bioskop Indonesia mulai tanggal 4 November 2019.

Film Anak

Heryus Saputro Samhudi *)

Sastrawan dan wartawan anggota PWI Jakarta, penulis masalah-masalah sosial-budaya, pariwisata dan lingkungan hidup

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *