Oleh: Lies A. Wisojodharmo
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam nomor dua di dunia sehingga karet merupakan komoditas strategis bagi negara ini. Namun hampir sebagian besar produksinya yaitu lebih dari 80% diekspor dalam bentuk bahan baku mentah. Untuk meningkatkan nilai tambahnya perlu pengembangan industri yang mengolah bahan baku karet alam menjadi produk setengah jadi dan produk barang jadi karet. Salah satu produk industri yang menjadi perhatian untuk pemanfaatan karet alam ini adalah ban pesawat terbang nasional.
Pertumbuhan transportasi udara yang sangat tinggi selaras dengan pertumbuhan perekonomian nasional, baik di pusat maupun daerah, memacu peningkatan pola hidup. Pertumbuhan penggunaan transportasi udara didorong pula oleh kondisi dimana Indonesia merupakan negara kepulauan, yang diantara pulau-pulau tersebut dipisahkan oleh hamparan laut yang sebagian besar sangat luas, yang hanya dapat dilalui melalui udara selain oleh kapal laut. Permintaan pelayanan transportasi cepat menjadikan penggunaan transportasi udara sebagai primadona bagi kalangan yang memiliki mobilitas tinggi.
Munculnya industri penerbangan baru di Indonesia pada kurun waktu tiga belas tahun terakhir ini mengakibatkan tingkat persaingan menjadi semakin ketat baik dari aspek produk, pelayanan dan harga. Kondisi persaingan yang berat membuat hampir seluruh maskapai menerapkan kebijakan tarif sub-kelas yang nilainya dimulai dengan harga sangat rendah sampai dengan tarif normal. Murahnya tarif ditujukan untuk menjangkau tingkat daya beli ekonomi masyarakat yang menurun sebagai akibat krisis ekonomi yang terus berlanjut hingga saat ini. Namun dalam bisnis penerbangan yang sarat akan regulasi haruslah mementingkan faktor safety dan security serta kenyamanan dalam pelayanannya. Kementerian Perhubungan dalam hal ini DKPPU (Direktorat Kelaikan Udaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara), sebagai pemegang regulasi transportasi penerbangan perlu melakukan pengawasan yang ketat terhadap maskapai-maskapai tersebut sehingga walaupun dengan jumlah maskapai yang banyak dan dengan frekuensi penerbangan yang meningkat, namun pelayanan terhadap penumpang dalam hal safety dan security tetap terjaga karena peningkatan jumlah jam terbang secara proporsional dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Ban pesawat terbang merupakan salah komponen pesawat yang sangat penting dalam proses landing maupun take off. Dengan tidak berfungsinya ban pesawat dengan baik maka sudah dapat dipastikan akan terjadi kecelakaan pesawat yang dapat merenggut banyak korban jiwa. Oleh karena itu, spesifikasi standar teknis ban pesawat baik baru maupun retread, waktu penggunaan ban pesawat yang tepat berdasarkan rentang waktu setiap pergantian ban, serta pengujian dan inspeksi sebagai tindakan preventif maintenance memegang peranan yang sangat penting dalam keselamatan penerbangan.
Hampir seluruh maskapai penerbangan di Indonesia menggunakan ban retread. Alasannya, kekuatan dan kualitas ban tersebut sama bagus dengan ban baru dikarenakan standar uji ban retread sama dengan ban baru, tetapi memiliki harga lebih murah, namun tentu ada batasan penggunaannya. Berdasarkan surat edaran nomor DSKU/2886/STD/2007 tentang ketentuan penggunaan ban retread ditetapkan bahwa retread ban dapat dilakukan sampai maksimal tiga kali (R-3). Selama ini pasokan ban retread di Asia berasal dari Goodyear,Goodrich,Bridgestone,dan Michelin. Pabrik ban retread tersebut berada di Hongkong dan Thailand.
Pemakaian ban pesawat tergolong sangat cepat yaitu 180-200 life cycle sehingga dalam sebulan rata-rata satu pesawat memerlukan satu kali retread ban. Kebutuhan retread ban pesawat di Indonesia hampir mencapai 5.000 ban per tahun untuk jenis pesawat Boeing 737-800/900. Dengan harga retread mencapai US$500 per buah, pasarnya mencapai US$ 2.500.000 atau Rp 30 milyar. Semula BPPT mengkaji untuk melakukan “under licence” dengan industri ban pesawat dari luar negeri. Namun mitra yang hendak digandeng menolak dengan alasan sudah ada industrinya untuk ban pesawat ini (baik baru maupun retread) yaitu di Hongkong (merk Brigdestone), dan di Thailand (merk Michelin dan Good Year). Tak habis akal akhirnya BPPT melakukan “reverse engineering” dengan membeli ban baru Boeing 737-800. Dari “reverse engineering” diketahui bahwa dalam pembuatan “tread (tapak)” ban pesawat diperlukan bahan karet alam paling banyak.
Gambar 1. Kebutuhan ban pesawat (baru dan retread) pd Lion Airline.
(Sumber IAMSA = Indonesian Aircraft Maintenance Services Association).
Gambar 2. Kebutuhan ban pesawat pd Garuda Indonesia Airline.
(Sumber IAMSA = Indonesian Aircraft Maintenance Services Association).
Bila di lihat dari gambar 1 dan 2, terlihat kebutuhan ban pesawat untuk tipe jet seperti Boeing dan Airbus mencapai 50.000 ban per tahun. Disamping itu juga diperlukan biaya transportasi untuk mengirim ban yang habis di “retread” dari Hongkong dan Thailand, bahkan kadang-kadang datangnya terlambat sampai di Indonesia nya.
Selain ban pesawat untuk tipe jet, ban untuk pesawat “General Aviation” seperti pesawat “Twin Otter” dan “Cessna” juga mempunyai prospek yang cukup baik, seperti terlihat pada gambar dibawah menunjukkan populasi pesawat General Aviation (gambar 3.).
Gambar 3. Populasi pesawat di Indonesia
Jumlah pesawat Twin Otter dan Cessna diperkirakan 75 pesawat, sehingga kebutuhan akan ban pesawat menjadi 900 ban per tahun. Namun untuk ban pesawat “General Aviation” biasanya tidak dilakukan “retread (vulkanisir)”, karena ternyata dibandingkan dengan harga ban baru hanya beda 10 % karena tempat dilakukan “retreading” jauh yaitu di Amerika atau Eropa (Perancis dan Inggris), sehingga biasanya digunakan seterusnya sampai hampir gundul (untuk ban ukuran general aviation belum ada regulasinya seperti ban pesawat jet). Berikut ini hitung-hitungan ekonomi nya :
Harga ban pesawat Twin Otter (baru) di Indonesia = Rp 15.500.000,-.
Biaya retread di luar negeri dan transport ke Indonesia = Rp 13.950.000,-
Biaya produksi pembuatan ban retread ban pesawat Twin Otter (hanya biaya bahan baku dan proses pembuatannya) = Rp 2.000.000,-
Dengan demikian potensi penghematan devisa apabila ada industri retread ban pesawat di Indonesia = (Rp 13.950.000 – Rp 2.000.000) X 900 = Rp 10.755.000.000,-
Sedang serapan karet alam untuk produksi retread ban general aviation dan pesawat jet bisa mencapai = 50000 x 25 kg = 1.250.000 kg.
Perkembangan R & D Retread Ban Pesawat di Ex PTM BPPT.
Perkembangan riset “Retread ban pesawat” di Pusat Teknologi Material (PTM) BPPT di dimulai pada tahun 2014, dengan membeli peralatan untuk membuat kompon karet, juga membeli peralatan untuk analisa (karakterisasi) kompon karet. Selain itu juga BPPT membeli sebuah ban pesawat baru tipe Boeing 737-800, untuk selanjutnya dilakukan “reverse engineering”.
Gambar 4. Kronologi awal Pengembangan R & D Retread ban pesawat di PTM BPPT
Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2015 dengan datangnya peralatan-peralatan tadi, dimulailah membuat formulasi kompon karet dengan mencampurkan antara karet alam, karet sintetik dan macam-macam aditif, dengan menggunakan alat “kneader” seperti terlihat pada gambar 3 diatas. Berbagai formulasi selanjutnya dilakukan karakterisasi sifat mekanik seperti uji tarik, uji kompresi, abrasi, densitas dan kekarasan. Karakterisasi dari formula-formula tadi dibandingkan dengan karakterisasi yang ditargetkan dimana diperoleh dari penelusuran paten serta “reverse engineering” kompon karet tapak (tread) ban Boeing 737-800 yang telah dibeli. Selanjutnya dipilih formula kompon karet yang akan digunakan sebagai tapak atau “tread” dalam pembuatan prototipe retread ban pesawat.
BPPT mencari industri ban vulkanisir mobil /truk yang sudah ada di Indonesia untuk dijadikan mitra memproduksi prototipe retread ban pesawat. Selain juga harus mencari ban pesawat bekas, dimana akhirnya diperoleh ban bekas Boeing 737-800 dari Garuda Indonesia. Pada akhir tahun 2016 sudah dapat dihasilkan “prototipe retread ban pesawat tipe Boeing 737-800 dan ATR”.
Gambar 5. Prototipe Retread ban pesawat di PTM (Boeing 737-800, ATR, Twin Otter dan Cessna)
Semua komponen pesawat baru bisa digunakan pada sebuah pesawat apabila komponen tersebut telah mendapatkan “Sertifikasi” dari otoritas yang berwenang yaitu DKPPU (Direktorat Kelaikan Udaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara dahulu DSKU), dimana mengikuti standard yaitu TSO (Technical Standard Order), dimana untuk mendapatkan sertifikasi ban pesawat akan mengacu pada TSO C 62e, dan semua standard ini mengikuti reference dari FAA (Federation Aircraft Administartion).
Uji TSO C62e terdiri dari uji statik dan uji dinamik. Uji Statik meliputi uji dimana ban dimasukkan pada “Climatic Chamber” selama 24 jam, dengan kondisi temperatur – 40 º C, di ibaratkan ketika pesawat sedang di udara maka temperaturnya sekitar itu, juga dengan kondisi temperatur + 72 ºC, karena ketika pesawat mendarat di landasan maka ban akan panas sampai temperatur sekitar + 72 ºC. Uji Statik lainnya adalah ban di pompa sampai 240 psi dan ditahan sampai 6 detik. Dilakukan pengukuran pada ban seperti dimensi dan kekerasan bannya sebelum dimasukkan dan setelah dikeluarkan dari “Climatic Chamber”.
Pada tahun 2017 PTM BPPT mulai berpikir merubah strategi yaitu untuk memulai membuat prototipe retread ban pesawat “General Aviation”, seperti pesawat Twin Otter, dan Cessna. Selanjutnya dengan kerjasama dengan industri PT CAR (Ciharas Aviasi Retread), yaitu suatu industri pemula yang ingin memproduksi “retread ban pesawat tipe Twin Otter”. Pada akhir tahun 2017 telah berhasil membuat prototipe retread ban pesawat Twin Otter.
Pada tahun 2018 kami mulai ajukan ke DKPPU Kemenhub untuk proses “Sertifikasi” dengan dibantu oleh pihak DOA (Desain Organization Approval) PT GMF Aeroasia. Seperti disebutkan pada TSO C62e maka pada proses sertifikasi kita perlu melakukan uji statik dan uji dinamik, dimana setiap tahap kegiatan perlu di “witness” oleh pihak DKPPU Kemenhub sebagai regulatornya dan tentu saja semua tahap proses dokumentasi sertifikasi dibantu DOA GMF. Pengajuan proses sertifikasi prototipe yang diajukan diminta dipilih dari satu jenis merk yaitu merk “Good Year”. Proses witness pembuatan kompon karet dan profile tread (tapak) dilakukan di PTM BPPT.
Gambar 6. Menunjukkan bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan kompon karet untuk pembuatan “tread (tapak)”
Gambar 7. Proses pencampuran semua bahan dalam pembuatan kompon karet dengan menggunakan “Kneader” di Lab. PTM BPPT Serpong.
Gambar 8,9. Proses witness karakterisasi kompon karet di Lab. PTM BPPT, Serpong.
Gambar 10,11. Proses witness pembuatan prototipe retread ban pesawat di workshop PT CAR di Karawaci, Tangerang Selatan.
Gambar 12,13. Proses witness prototipe setelah di keluarkan dr “Climatic Chamber” setelah disimpan selama 24 jam pd temperatur dingin (- 40 ºC) dan temperatur panas (+72 ºC).
Proses witness Uji Statik (Climatic Chamber dan Bursting Test) di Balai Teknologi Polimer BPPT, Serpong, Tangerang Selatan. Pada uji Bursting Test, prototipe retread ban pesawat Twin Otter akan di pompa sampai tekanan 240 psi, dan ditahan selama 6 detik, apabila tidak terjadi kerusakan pada ban nya maka akan dinyatakan “lulus”.
Gambar 14. Ban setelah dilakukan bursting test ban diangkat dari “chamber”.
Gambar 15. Kondisi ban diperiksa oleh DKPPU Kemenhub.
Proses sertifikasi selanjutnya adalah “uji dinamik”. Namun karena alat “Dynamometer” yang mampu buat uji dinamik ban pesawat di Indonesia tidak ada. Alat Dynamometer yang di BBKKP Kemenperin, Jogyakarta biasanya hanya untuk uji ban kendaraan darat, namun akhirnya kita lakukan uji dinamik dengan menggunakan alat dynamometer BBKKP, hanya untuk uji coba menambah “confidence (percaya diri)”. Alat Dynamometer BBKKP ternyata mencapai kecepatan 270 km/jam dalam waktu 9 menit. Sehingga ketika dilakukan uji dinamik pada ban Twin Otter setelah mencapai kecepatan 270 km/jam (dalam waktu 9 menit) ditunggu sampai 1 menit, dan selanjutnya beban (load) dilepas dari ban dan dibiarkan hingga ban berhenti sendiri. Seharusnya kalau menurut TSO C 62e untuk uji take-off cycle alat Drum Test mencapai kecepatan 270 km/jam waktunya hanya kurang dari 1 menit (57 detik).
Pada tahun 2019 ini kami mendapatkan dana dari Program Inovasi Industri Kemenristek. Dana sebagian besar digunakan untuk biaya uji dinamik prototipe retread ban pesawat di Lanyu Aircraft Tire Industry di Guilin, China. Pada hari pertama kunjungan ke Lanyu dilakukan pemeriksaan alat dan terjadi perundingan tentang pelaksanaan uji dinamik dengan operator Lanyu dengan DOA GMF dan DKPPU Kemenhub.
Gambar 16. Foto tim uji dinamik Indonesia bersama alat dynamometer milik Lanyu Industry, Guilin China bersama ban yang akan diuji.
Gambar 17. Monitor di ruang control, kita menyaksikan (witness) uji di ruang control.
Selanjutnya dilaksanakan uji “take-off cycle” pada prototype retread ban pesawat Twin Otter ke-1. Setiap akan mulai uji take-off diukur temperature permukaan ban 41 °C dan load 6300 Lbs, dan ketika mencapai kecepatan sekitar 270 km/jam, selanjutnya tekanan load ditarik, yang menandakan sudah take-off. Demikian seterusnya sampai pada cycle ke-11 ternyata ban mengalami kerusakan. Demikian keesokan hari kita lakukan uji taxi cycle sebanyak 8 cycle dan 2 cycle overload untuk prototipe retread ban pesawat Twin Otter ke-2. Selanjutnya dilakukan uji”take-off” pada prototipe ke-2, ternyata ban mengalami kerusakan setelah cycle ke-11. Dengan demikian proses sertifikasi dinyatakan “gagal (fail)”, karena uji take-off cycle menurut TSO C 62e seharusnya dilakukan sebanyak 50 cycle dan 1 cycle overload.
Gambar 18. Kerusakan ban setelah take-off cycle ke-11.
Pada tahun anggaran 2019 kami mendapatkan alat uji dinamik “Dynamometer” dari dana DIPA BPPT, yang mampu menguji ban pesawat “General Aviation” atau maksimum bisa digunakan untuk uji ban pesawat ATR. Dimana baru datang dan di instalasi serta di uji coba baru pada akhir tahun 2019. Karena kondisi Pandemi Covid, maka kedua prototipe retread ban pesawat yang gagal di uji dinamik di Lanyu Industry China, baru tiba kembali di Indonesia sekitar pada bulan Juli 2020.
Selanjutnya kami melakukan evaluasi kegagalan uji di Lanyu, akhirnya kami memutuskan untuk memperbaiki “proses retreading” nya, karena pada awal proses sertifikasi kami di minta melakukan karakterisasi kompon karet kami dan di bandingkan dengan kompon karet tapak ban pesawat original merk Good Year dan merk Dunlop, dimana keduanya merupakan “Original Equipment Manufacture (OEM)”.
Dari data perbandingan karakteristik, dapat dikatakan kompon karet PTM BPPT hampir sama dengan tapak ban Good Year. Selanjutnya prototipe ban pesawat Twin Otter yang gagal di uji di China, kami kirim ke industri mitra kami PT SJR (Sinar Jaya Rubber) di Bandung, untuk dilakukan pembuatan prototipe retread ban ulangan. Dimana masih menggunakan kompon karet formula PTM BPPT. Pada bulan Agustus 2020 kami menerima kiriman 3 unit protototipe retread ban Twin Otter dari SJR, dimana proses pembuatan retreading nya dibedakan untuk ketiga unit.
Selanjutnya pada awal bulan Nopember 2020 kami melakukan uji dinamik (fase development) dengan menggunakan alat “Dynamometer” milik BPPT di Lab PTM Serpong. Pada hari 1 dilakukan uji dinamik prototipe retread ban Twin Otter merk Good Year (prototipe no.2), ternyata take-off cycle bisa dilakukan sampai 18 kali, karena ban mengalami gembung. Selanjutnya pada hari 2 dilakukan uji dinamik prototipe Twin Otter Good Year (prototitpe no.3) bisa dilakukan uji take-off sampai 15 kali, diteruskan keesokan harinya hingga akhirnya bisa diselesaikan take-off sampai 50 kali dan overload 1 kali, juga taxi cycle sebanyak 8 kali dan overload 2 kali. Dengan demikian prototipe Twin Otter merk Good Year no 3 ini bisa dinyatakan “lulus uji dinamik’. Namun uji dinamik ini seharusnya juga dilakukan pada prototipe lainnya (dikatakan “duplo”).
Gambar 19. Foto bersama Ibu Deputi TIEM BPPT, dengan tim PTM BPPT, PT CAR dan DOA GMF, dengan latar belakang alat “Dynamometer milik BPPT”.
Semua uji dinamik (fase development) dapat dilalui dengan baik, dan kondisi ban masih baik. Setelah dilakukan uji dinamik keseluruhan kondisi ban di periksa baik nampak permukaan ban ataupun tekanan bannya. Masih harus dilakukan uji dinamik untuk prototipe retread ban Twin Otter lainnya hingga diperoleh paling tidak 1 prototipe yang bisa lulus uji take-off 50 cycle dan 1 cycle over load take-off . Apabila fase development uji dinamik telah berhasil “lulus”, selanjutnya akan maju lagi “Proses sertifikasi” ke DKPPU Kemenhub.
Apabila prototipe retread ban pesawat Twin Otter telah berhasil mendapatkan “sertifikasi” dari DKPPU, maka teknologi pembuatan prototipe retread ban Twin Otter ini bisa di “serahkan” ke industri di Indonesia untuk memproduksi retread ban pesawat Twin Otter secara komersial, dimana industri nya juga harus mempunyai “sertifikat AMO (Aircraft Maintenance Organization)”.
Seperti telah diuraikan diatas bahwa untuk memproduksi suatu “komponen pesawat” ternyata diperlukan persyaratan yang cukup berat, karena memang diperlukan “tingkat keselamatan (safety)” yang tinggi. Semoga Tuhan Allah SWT mengizinkan berdirinya “Industri Retread Ban Pesawat” di Indonesia, sehingga konsumsi karet alam domestik meningkat, dan petani karet menjadi lebih sejahtera amin.
—————- tulisan ini tadinya dituliskan pd akhir thn 2020.
Pada Oktober 2021 Institusi kami digabungkan dengan 3 LPNK lain seperti LIPI, LAPAN dan BATAN menjadi BRIN (Badan Inovasi Riset Nasional). Selain itu kebijakannya juga berubah total semua serba disentralisasi. Awalnya kami di rencanakan untuk tahun anggaran 2022 akan mendapatkan dana untuk R & D Retread ban pesawat dari DIPA BPPT sebesar 2 M Rupiah untuk menyelesaikan program ini agar mendapatkan sertifikasi dari DKPPU Kemenhub. Namun dengan bergabungmya institusi menjadi satu maka dana yg telah dijanjikan hilang entah kemana ?. Namun selanjutnya dibuka pengajuan proposal berdasarkan pada “Rumah Program”. Sehingga akhirnya kami mendapatkan dana dari Rumah Program Penerbangan dan Antariksa (Ex Lapan), dan kami bisa melanjutkan riset ini walaupun dananya sangat kecil bila dibandingkan dana yang kami terima sebelumnya dari DIPA BPPT.
Pada tahun 2022 ini kami berhasil memperbaiki “mould” untuk pembuatan prototipe retread ban Twin Otter atau pesawat N-219, dengan bantuan dana dari mitra industri, demikian pula juga mengevaluasi pembuatan formulasi kompon karet untuk pembuatan prototipe retread ban pesawat Twin Otter / N-219, dengan bantuan mitra industri. Selanjutnya kita berencana untuk melakukan ‘fase development uji dinamik prototipe retread ban pesawat” menggunakan alat uji dynamometer yang sudah terpasang di lab kami Lab Material gedung 224, dimana alat tersebut tentu saja sudah “kalibrasi” dan sudah “akreditasi” dari KAN pada tahun 2021. Apabila kita sudah mendapatkan 2 buah prototipe yang lulus uji dinamik ini, baru selanjutnya kita akan ajukan “proses sertifikasi” ulangan ke DKPPU Kemenhub. Namun pada awal bulan Agustus 2022 alat dynamometer kami dipindahkan dari lab kami ke tempat lab lain, tanpa kami diberitahu atau diskusi dengan kami.
Selanjutnya kami hanya bisa mengharap dan berdoa agar alat dynamometer tersebut bisa diinstal kembali di tempat lab yang baru, dan tentu saja di “kalibrasi” dan “verifikasi fungsi” agar kami bisa melanjutkan riset kami, dan bisa merealisisasi mimpi kami untuk mendirikan industri retread ban pesawat di Indonesia ini amin.
Betapa lambannya kita memanfaatkan peluang penghematan devisa, membuka lapangan kerja petani karet dan pekerja pabrik, pengembangan keahlian para tenaga ahli, pengembangan produk, dst..
Salah satu hambatan nya masalah anggaran. Apa gak pernah ada analisis berapa peluang yg hilang, tenaga ahli yg dihambat pengembangan nya, tenaga kerja yg gak terpakai hanya krn kita gak mampu menyediakan anggaran.. 8 tahun baru sampai prototipe lulus uji..