Ada pepatah mengatakan “Hasil tak akan mengkhianati Proses” sebuah ungkapan yang bermakna sebab dan akibat inilah, yang telah dilalui oleh Dapoer Sastra Tjisaoek (DST) selama 12 tahun. Tidaklah mudah membangun sebuah pondasi organisasi/perkumpulan yang notabene non-finansial yang berlokasi di Perumahan Bermis, Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten, Indonesia. Kita mungkin bisa membuat sebuah perkumpulan, akan tetapi belum tentu bisa untuk mempertahankannya. Tentu untuk dapat mempertahankannya kuncinya adalah “proses”. Ya, sekali lagi proses itulah yang dialami dalam perjalanan metamorfosanya hingga terus membentuk sampai sekarang.
Berawal dari Tangerang Serumpun hingga Dapoer Sastra Tjisaoek, diawali dari kumpul-kumpul warung kopi, Abah Yoyok, kek Atek, Uki Bayu Sedjati dan Nana Sastrawan berusaha menciptakan sebuah wadah, yang sederhana tanpa badan hukum, tanpa badan struktur, dan tanpa ribet ini dan itu, yang akhirnya menciptakan sebuah selogan yang khas dan tepat yang mengindikasikan sebuah nama “Dapoer” yaitu adalah “riungan”. Riungan DST yang telah berjalan selama 12 tahun lamanya. Proses riungan itulah yang secara sadar atau tidak, telah menciptakan sebuah implementasi, “to provide the means for carrying out” menyediakan sarana untuk melakukan sesuatu yaitu sebuah riungan atau makan bersama seluruh anggota, hingga sampai terciptalah sebuah istilah “to give practical effect to” untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu seperti kajian ide yang membentuk sebuah gagasan dalam kepala masing-masing, yang lalu kembali di-implementasikan menjadi sebuah bentuk/rupa yang tidak lain adalah sebuah karya oleh masing-masing anggotanya. Proses kontinuitas itu berlangsung bertahun-tahun lamanya hingga sampai tidak terasa telah menginjak di angka 12 tahun atau satu dekade lebih pada tanggal 12 Juni, 2022. Maka dari itulah jangan meremehkan sebuah proses!
Asah, Asih, Asuh
Dapoer Sastra Tjisaoek mempunyai selogan Asah, yang dimana masing-masing anggotanya mengasah kemampuannya. Asih, saling mengasihi antar anggota hingga terbentuklah persaudaraan yang erat. Asuh, saling menjaga satu sama lain dan mendidik.
Dalam perjalanannya DST bertahun-tahun menerapkan asah-asih-asuh telah banyak berdampak positif hingga sampai hari ini tepatnya pada tanggal 12 Juni 2022 ketika DST memeringati hari Lahir (Harlah) nya yang ke 12. Ada apa dengan angka 12 yang menyatakan 12 tahun Dapoer Sastra Tjisaoek. Ya… sebuah momentum yang terkemas dan diselengarakan dengan penuh kesederhanaan dan hikmat yang tiada terkira dimana acara tersebut berlangsung di Balai Warga Perumahan Bermis, Cisauk, Kab. Tangerang, Banten.
Yang mana acara Harlah DST yang ke 12 tersebut di pandu oleh Beni Satria, dan dibuka oleh Kasepuhan DST sekaligus Ketua Dewan Pendiri, Abah Yoyok. Dalam sambutannya Abah Yoyok menyampaikan bahwa DST adalah Rumah Besar sekaligus Rumah kedua bagi Keluarga Besar DST. Siapa pun boleh singgah, keluar masuk DST untuk sekadar ngopi bareng, atau pun silaturahmi saling berbagi pengalaman, setelah sekian lama hidup dan berjuang di dunia nyata di kehidupan masing-masing. Memang pada dasarnya semua akan kembali menjadi pribadi masing masing. Sebelum kembali pada kehidupan masing-masing, kita perlu menjalin kebersamaan, agar tidak tersesat di jalan yang benar. Teruslah berkreasi di bidang masing-masing semoga bermanfaat bagi sesama umat manusia, baik sebagai makhluk: individu, sosial, ekonomi, dan religi.
Selama 12 tahun berkarya, dibalik slogan DST Asah, Asih, Asuh telah melahirkan beberapa tokoh muda Literasi di bidang : Puisi, Cerpen, Cerbung, Novel, Musikalilasi Puisi, Pelukis latar karya tulis, dan Drama. Sebut saja di antaranya: Nana Sastrawan, Dea malyda, Dea Anisa, Beni Satria, Ady Bonga, Adang Albanie, Tao Hidayat, Ayka, Cikeu Bidadewi, Anissa Hariono, kaifin Prasetyo, Ulumi Fajri Habibah, Titis, Asty, dan Ahmad Saugi
Disamping itu DST juga telah melahirkan Jurnal Online mbludus.com, dan tayangan Youtube di Mbludus Channel. Juga tidak lupa acara Harlah DST ke 12 ini sekaligus Harlah ke 3 Jurnal Online mbludus.com, acara yang dihadiri oleh keluarga besar DST dan tamu undangan, bersama begawan sastra di bidang Drama yaitu Begawan Uki Bayu Sejati. Mas Reza mahasiswa Universitas Tanri Abeng yang sedang riset disain Arsitektur untuk Balai Komunitas Warga Cisauk dan Sekitarnya, Kek Atek Pecinta Sastra Dan Peniliti di BRIN, Novelis Cikeu Bidadewi, Penyair Misteri Dalam Diksi (MDD) Salimi Ahmad, Penyair muda Si Burung Elang Ady Bonga, Penyair Sekeranjang Cinta Ca’at Fa, Pemusik sekaligus Pendiri Rumah Baca Peka Adang Albanie, Pelukis latar Tao Hidayat, Tamu observer dari Palembang, dan Ahmad Saugi Pengusaha muda sekaligus Youtuber di Mbludus Channel, Beni Satria Penyair, Novelis sekaligus Pegiat Literasi Tangsel dan Kaifin Prasetyo Jurnalis muda berbakat, Andy Lesmana Owner Acara Malam Puisi Tangerang.
Harlah DST dan mbludus.com kali ini juga telah dimeriahkan dengan launching buku puisi, bedah buku puisi, dan diskusi ide budaya dan tradisi dalam literasi, dan Beni Satria didapuk sebagai Pemandu acara sekaligus Moderator.
Acara Launching dan bedah buku puisi, yaitu:
1. Buku Puisi
“SERIBU CINTA, SATU TIADA”
Karya Penyair Misteri Dalam Diksi (MDD) Bang Salimi Ahmad .
2. Buku Puisi
“RINDU UNTUK MARYAM”
Karya Penyair Ady Bonga Purnama Sang Burung Elang.
Membedah Buku kumpulan puisi Seribu Cinta Satu Tiada tersebut sangatlah mengasyikkan penulis berusaha membawa pembaca untuk memaknai sesuatu yang kecil akan tetapi dampaknya cukup besar. Menurut Penulisnya Sang Penyair MDD Bang Salimi Ahmad bahwa Cinta itu universal tidak hanya berdampak kepada makhluk hidup tapi juga kepada benda mati. Di sini penulis berusaha mendefinisikan cinta dari segi sosial dan kegemaran akan sesuatu. Seperti cinta kepada pasangan hidup, Orang tua, dan teman. Lalu kegemaran yang dimana cinta kepada olahraga, seni, kuliner, atau kepada sesuatu yang dapat dikoleksi dan berbentuk. Seribu cinta yang saya tangkap dari karya cang salimi ini bermakna jasmani, cinta kepada sebuah bentuk tapi manusia lupa bahwa ia juga membutuhkan satu untuk melengkapi cinta tersebut yang menurut cang Salimi demikian nama panggilan sehari hari Penyair MDD, tanpa satu ini, beribu-ribu anda mencintai Sesuatu tidak ada gunanya jika tidak mencintai penciptanya yaitu “Tuhan” yang tidak lain adalah ada makna dari kata kalimat “satu tiada” maka bisa dimaknai bahwa “Seribu Cinta Satu tiada” seperti mengolah Jasmani dan Rohani. Anda tak akan dapat menciptakan sesuatu tanpa rasa cinta begitu juga yang menciptakan anda. Seandainya Tuhan tidak memiliki rasa cinta seluruh alam semesta tidak akan ada. Jadi Tuhan menanti anda untuk mencintainya sebagai bentuk rasa syukur.
Lain Penyair senior cang Salimi, lain lagi penyair muda belia generasi Milenial dengan karya buku kumpulan puisinya Rindu Untuk Maryam karya penyair Ady Bonga Purnama. Gelar Penyair Si Burung Elang langsung disematkan pada Penyair Ady Bonga Purnama oleh Kesepatakan yang hadir pada saat gelaran bedah buku puisi. Di antaranya karena penyair berhasil menyuguhkan nuansa romantis pada pembaca melalui pemilihan diksi yang manis dengan nuansa rima yang tepat untuk membawa pembaca mengerti, selayaknya Burung Elang terbang melayang mengincar sasaran berupa diksi-diksi romantis dan luka dalam cinta. Bahwa keterpurukan manusia karena efek cinta mustahil semua manusia tidak merasakan. Di sini penulis berusaha menyampaikan pesan yang sama kepada pembaca, mewakili perasaan yang sama kepada pembaca melalui pemilihan diksi yang sangat puitis. Salah satu keberhasilan seorang penulis adalah mampu mengimplementasikan sebuah rasa sakit menjadi sebuah maha karya untuk menjadi sebuah pesan yang lalu disampaikan kepada pembaca.
Setelah sesi acara bedah buku selesai masuklah sesi sharing ide dan gagasan yang dimana teh Cikeuw bidadewi yang menjadi narasumbernya. Ada pun Orasi Budaya tersebut berjudul CINTA BUDAYA & TRADISI NUSANTARA sebuah studi literasi dan film KKN yang lagi viral dan tayang di banyak gedung bioskop.
Di sini narasumber berusaha menyampaikan gagasan dan pendapatnya tentang minimnya pelaku literasi dan seni untuk berkarya tentang keindonesiaan atau lokalitas di tengah gempuran kebudayaan luar yang mulai meracuni generasi muda Indonesia, melalui Seni pertunjukan Film dan Musik.
Lalu ada Uki Bayu Sedjati yang menjadi narasumber tentang pentingnya profesionalitas dalam sebuah komunitas. Dalam kegiatan riungan yang spesial hari ini tidaklah lupa dengan jamuan makan malam yang menjadi satu simbol kebersamaan, dan persaudaraan. Sebelum acara Harlah DST yang ke 12 tersebut ditutup, ada penampilan musikalisasi puisi yang dibawakan oleh Adang Albanie dan Tao Hidayat, Setelah itu ditutup oleh doa bersama, dan tidak lupa untuk foto bersama. Komunitas Dapoer Sastra Tjisaoek (DST ) telah merekah tumbuh menjadi gurita rasa di hati anggota. Meski tidak pernah sempurna, namun bisa saling menyempurnakan. Meski biasa-biasa saja, namun bisa bikin pribadi pribadi luar biasa.
Begawan Sastra Abah Yoyok si Penyair Asal Goblek, Begawan Sastra Pak De Uki Bayu Sejati dramawan profesional. Mereka berdua adalah sosok kasepuhan yang telaten mengawal orang orang muda, sehingga bisa tumbuh kembang di rumah besar Komunitas Dapoer Sastra Tjisaoek. Semua karena Rasa, bukan semata mata karena ilmu yang dipunya. Rasa untuk Asah Asih dan Asuh. Semua berperan, tak ada yang ditinggalkan.
SELAMAT Harlah ke 12 Dapoer Sastra Tjisaoek – DST, dan harlah ke 3 Jurnal Online mbludus.com. Semoga semakin barokah, Sehat, dan Sukses Selalu.
Aamiin.
—
Peliput:
Beni Satria, Sastrawan Muda Tangerang Selatan, Banten, Indonesia
Tulisan bang Beni Satria keren nih!