Panjat pinang

Bila tiba waktunya, perayaan hari kemerdekkan Indonesia (baca : tujuhbelasan) biasanya selalu kita rayakan dengan berbagai macam jenis lomba yang unik sesuai dengan kearifan lokal masing-masing daerah. Ada lomba lari karung, tarik tambang, mancing botol, dsb. Di antara jenis lomba atau permainan pada perayaan tujuhbelasan itu, salah satu lomba yang paling populer adalah Panjat Pinang. Ibarat kata, perayaan tujuhbelasan tanpa Panjat Pinang bagaikan sayur tanpa garam. Hambar.

Dalam lomba atau permainan Panjat Pinang ini perlengkapan yang diperlukan adalah batang pinang yang ditancapkan ke tanah secara vertical tegak lurus menghadap langit. Batang pinang yang sudah dihaluskan kulitnya dan dilumuri minyak pelumas sampai licin itu, di bagian atasnya ada lingkaran dari bambu tempat menggantungkan berbagai macam hadiah yang menarik. Peserta lomba bisa mendapatkan hadiah tersebut dengan cara memanjat batang pinang yang sudah dilumuri minyak pelumas sebagai pelican. Peserta lomba biasanya berupa kelompok. Bisa satu, dua atau tiga kelompok. Dengan bergotong royong masing-masing kelompok akan berusaha memanjat pohon pinang yang licin untuk meraih hadiah dengan dengan berbagai cara asalkan tak pakai tangga.

RIWAYAT PANJAT PINANG

Lomba Panjat Pinang yang cukup populer dan hampir selalu ada di setiap perayaan tujuhbelasan ini ternyata bukan asli berasal dari bumi nusantara kita. Konon kabarnya, Panjat Pinang yang sudah melegenda ini pada awalnya dibawa oleh bangsa Belanda saat menjajah Indonesia. Di Belanda, lomba ini diselenggarakan untuk merayakan ulang tahun ratu Wihelmina pada tanggal 31 Agustus.

Dulu, di jaman kolonial penjajahan Belanda, lomba Panjat Pinang selalu diadakan pada saat-saat tertentu seperti hajatan, pernikahan, dan acara-acara resmi lainnya.  Kaum pribumi adalah orang yang selalu menjadi peserta dalam lomba panjat pinang tersebut. Pribumi saling memperebutkan hadiahnya, dan orang Belanda tertawa gembira sembari tepuk tangan menyaksikan bagaimana para pribumi rebutan naik memanjat pohon pinang yang licin untuk meraih hadiah yang ditaruh di bagian atas pohohon pinang yang licin. Akan halnya permainan atau lomba Panjat Pinang itu ada dua pendapat. Pro dan kontra. Bagi yang pro atau setuju, mereka beranggapan kalau permainan ini menujukkan sifat gotong royong dan kebersamaan. Bagi yang kontra atau tidak setuju, permainan ini dianggap memperlihatkan kesenjangan sosial.

Permainan Panjat Pinang ini ternyata dikenal juga dalam budaya Tionghoa (Cina). Permainan ini cukup populer di kawasan Fujian, Guangdong dan Taiwan sehubungan dengan perayaan Festival Hantu. Pertama kali ada lomba atau permainan Panjat Pinang ini pada jaman Dinasti Ming, namun pada jaman Dinasti Qing, permainan ini pernah dilarang oleh pemerintah karena sering jatuh korban jiwa. Ketika kemudian Taiwan berada di bawah kedudukan bangsa Jepang, permainan Panjat Pinang mulai dihidupkan kembali untuk meramaikan perayaan Festival Hantu.

Mengharukan, sekaligus menyenangkan. Lomba Panjat Pinang yang bisa dikatakan sebagai tradisi tertua dan paling populer di Indonesia, yang dibawa oleh penjajah Belanda sebagai bagian acara hiburan. Batang pinang dipasang tinggi menjulang,. Dengan susah payah orang-orang berusaha meraih hadiah yang ada di atasnya.  Sangat susah untuk meraih hadiah karena batang pohon pinang yang tinggi dan licin. Tidak mungkin mengambil hadiah (apapun adanya) hanya seorang diri. Perlu ada kerja sama untuk bisa meraih hadiah yang menggelantung di dipasang di ujung batang pinang.

[iklan]

Akan halnya lomba Panjat Pinang ini, walaupun ada orang yang berpendapat kalau permainan ini merupakan permainan yang merendahkan martabat  kemanusiaan, tapi Panjang Pinang masih tetap ada di setiap perayaan tujuhbelasanWhy, mengapa? Karena menyenangkan. Dan itulah kita. Senang melihat orang lain susah (AY).

Dari lomba atau permainan Panjat Pinang itu ada 2 filosofi tersembunyi yang menarik, yaitu:

  1. Filosofi kesatu

Dalam kerja Tim biasanya ada tiga komponen, yaitu:

Komponen Pertama sebagai peletak dasar kerja tim. Komponen ini rela menjadi pondasi tim sebagai penyangga total atas segala aktifitas di atasnya. Orientasinya pada hasil, bukan pada proses. Peduli amat dengan badan belepotan, yang penting Tim Sukses!

Komponen Kedua sebagai komponen  Medium. Komponen ini menjadi relawan  komunikator,  penjaga komunikasi  hebat antara komponen pondasi dan yang lain. Tunduk patuh pada keputusan Tim, tidak peduli hasilnya seperti apa yang penting proses harus jalan, Tim harus bergerak. Mereka selalu  fokus pada tugas  sebagai penguat kelangsungan proses mencapai misi. Pandangannya tunduk tawaduk tidak pernah melihat ke atas. Memberi kesempatan pada komponen lain menjalankan tugas untuk mengambil hadiah.

Komponen Ketiga adalah komponen  pengambil hadiah sebagai  capaian terwujudnya misi. Komponen ini berorientasi pada proses maupun hasil. Mereka inilah yang tahu persis dimana posisi hadiah berada. Melalui komponen  pondasi yang kuat, dan  Komponen komunikator yang andal. Mereka semua tidak pernah debat yang tidak perlu, semua rela menginfakkan kompetensinya dalam tugas dan fungsi masing masing. Satu demi satu dipanjat menjalankan prosesnya demi meraih terwujudnya misi maupun tujuan tim yakni meraih hadiah, sampai habis.

  1. Filosofi kedua

Sehebat apapun kerja keras Team Work, sekompak apa pun prosesnya, penonton di luar sana lebih senang, ramai bertepuk tangan,tertawa-tawa ketika dalam prosesnya Tim mengalami jatuh melorot.

Ketika misi tercapai sukses dan berhasil sapu bersih hadiah. Tiba tiba penonton pun bubar. Hanya orang orang terkasihlah yang setia menemani Tim, apa pun yang terjadi. Subhanalloh. (KA)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *