Konsorsium Nasional Indonesia yang terdiri dari PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI), PT. LEN, Kementerian Pertahanan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), TNI-AU, bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), telah meluncurkan purwarupa (prototipe) Pesawat Terbang Tanpa awak kelas Medium Altitude Long Endurance (MALE UAV) untuk kebutuhan militer. Pesawat ini diberi nama Elang Hitam (Black Eagle), dan telah resmi diumumkan ke publik pada 30 Desember 2020 di PT. DI., Bandung.

Pesawat MALE-UAV Elang Hitam mampu menyerang pertahanan musuh, serta andal terbang di malam hari. Pesawat ini memiliki panjang 8,65 m, tinggi 2,6 m, dan lebar sayap 16 m.

Desain Pesawat sebagian mengadopsi desain pesawat MALE CH-4 UAV buatan China [1].

Male-UAV

LAPAN dalam hal ini Pusat Teknologi Penerbangan (Pustekbang) bertugas mendukung litbangyasa dan rancang bangun Pesawat terbang Elang Hitam di bidang Penyediaan Peralatan Uji Pesawat terbang MALE-UAV termasuk Laboratorium terbang Pesawat LSA02, Sistem komunikasi MALE-UAV berbasis sistem komunikasi satelit, dan Sistem SAR.

Peralatan Uji Pesawat terbang MALE UAV termasuk Laboratorium terbang berupa Pesawat LSA02 telah disiapkan oleh Pustekbang. Pada saat ini peralatan Uji Pesawat MALE UAV berada di Hangar Pustekbang di Bogor. Peralatan ini telah terpasang dan siap dioperasionalkan. Sedangkan Pesawat terbang LSA02 hasil kerjasama LAPAN dengan Jerman, kualifikasi teknisnya mirip dengan jenis Pesawat Terbang Seri LSA01 milik LAPAN.

Male - UAV

Disamping Laboratorium terbang tempat uji terbang komponen Pesawat MALE UAV, satu diantara kebutuhan penting pesawat MALE UAV adalah tersedianya konektivitas data komunikasi kontrol dan komunikasi non-payload (CNPC) yang dikenal sebagai komunikasi perintah dan kontrol (Control and Command /C2) [2]. Tautan komunikasi non-payload didedikasikan untuk komunikasi yang aman dan andal antara stasiun kontrol darat pilot jarak jauh dan pesawat terbang. Hal ini untuk memastikan operasi penerbangan UAV yang aman dan efektif. Tautan mereka dapat berupa tautan line of sight (LOS), air-ground (AG) atau tautan beyondline-of-sight (BLOS) yang menggunakan platform lain seperti satelit atau pesawat tanpa awak kelas high altitude platform (HAP).

[iklan]

Kecepatan data untuk tautan tersebut diharapkan bisa sesederhana-mungkin misalnya maksimum 300 kbps untuk video terkompresi yang tidak digunakan terus menerus.

Dalam sistem Satelit komunikasi (Satkom) diperlukan Terminal Satkom, yang sebisa mungkin dapat digunakan untuk operasi bergerak dalam arti portable dan ringan, Sistem komunikasi mikro yang fleksibel, memiliki fitur block upconverter (BUC) dan modem yang terintegrasi, dan menyediakan operasi otonom untuk transmisi serta penerimaan kecepatan data bandwidth tinggi. Sistem komunikasi ini diantaranya berbasis sistem komunikasi satelit, yakni pemanfaatan satelit untuk komunikasi di Pesawat terbang MALE UAV.

Contoh konsep jalur komunikasinya seperti di Gambar 4.

male - UAV

Sedangkan untuk pemantauan lingkungan, pemetaan sumber daya bumi, dan sistem militer dengan citra area luas dan resolusi tinggi, serta beroperasi di malam hari atau selama cuaca buruk, Pesawat terbang MALE UAV memerlukan Radar Aperture Sintetis (SAR) yang mampu bekerja pada linkungan operasional seperti itu.

Male UAV

Sistem SAR memanfaatkan karakteristik propagasi jarak jauh dari sinyal radar dan kemampuan pemrosesan informasi yang rumit dari elektronik digital modern. Hal ini untuk memberikan citra resolusi tinggi. Sistem SAR bisa melengkapi kemampuan fotografi dan pencitraan optik lain, karena tidak dibatasi oleh waktu atau kondisi atmosfer. Disamping itu respons frekwensinya juga unik sehingga target radarnya juga bisa unik.

male UAV

Teknologi SAR juga telah memberikan informasi struktural medan kepada ahli geologi untuk eksplorasi mineral, batas-batas tumpahan minyak di atas air untuk para pencinta lingkungan, peta keadaan laut dan bahaya es bagi para navigator, dan pengintaian serta penargetan informasi untuk operasi militer. Ada banyak aplikasi lain untuk teknologi ini. Beberapa di antaranya, terutama warga sipil, belum dieksplorasi secara memadai karena elektronik berbiaya rendah baru saja mulai dalam membuat teknologi SAR ekonomis untuk skala kecil [3].

DAFTAR PUSTAKA

 [1] Ridzwan Rahmat, 2019, Indonesia unveils prototype of indigenously developed

     strike-capable UAV, Jane’s,

[2] Nozhan Hosseini, Hosseinali Jamal, David W. Matolak, Jamal Haque, Thomas Magesacher Cesium Astro Austi, 2019, UAV Command and Control, Navigation and Surveillance: A Review of Potential 5G and Satellite Systems, This paper is accepted to be published in IEEE Aerospace Conference March 2019

[3] Sandia Laboratoruim, What is Synthetic Aperture Radar (SAR),

      https://www.sandia.gov/radar/what_is_sar/

*Disiapkan oleh AB

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *