Pengertian pada umumnya dari kata Amfibi adalah binatang berdarah dingin yang dapat hidup di air dan di darat, misalnya katak. Demikian juga Pesawat Amfibi, yaitu pesawat yang bisa menyelenggarakan operasional di darat maupun di air, baik di Laut dan atau di Sungai besar.
Operasional pesawat amfibi ini berupa lepas landas berpacu kemudian terbang atau turun mengapung, bergerak di air dengan memanfaatkan pelampung pesawat terbang. Disamping itu, pesawat ini juga mampu bergerak di darat untuk lepas landas kemudian terbang, maupun untuk turun mendarat, dan bergerak di darat. Operasional di darat menggunakan landing gear sebagai roda penggeraknya.
Pesawat Amfibi mulai dipertimbangkan untuk dirancang bangun oleh para insinyur, setelah kebutuhan pengadaan pesawat ini diketahui, terutama dengan pertimbangan untuk keperluan transportasi yang tidak memungkinkan menggunakan Pesawat konvensional, misalnya dalam kondisi operasional sebagai berikut:
- Terbang dari Bandara di darat menuju Bandara di perairan, atau sebaliknya.
- Terbang dari Bandara di perairan ke Bandara di perairan juga.
- Terbang selang seling dari Bandara di perairan ke Bandara di darat kemudian ke Bandara di perairan.
Kondisi operasional pesawat amfibi seperti di atas, biasanya terjadi di sekitar kawasan terpencil, terluar maupun pulau pulau destinasi wisata unggulan yang tidak terjangkau oleh transportasi kapal laut, ataupun pesawat udara konvensional. Oleh karena itu kehadiran Pesawat Amfibi akan mampu meningkatkan distribusi pemenuhan kebutuhan masyarakat di kawasan tersebut, baik berupa kebutuhan bahan pokok sembako, layanan kesehatan, penerbangan perintis, penanggulangan bencana alam, maupun kebutuhan energi bahan bakar kendaraan, dan peningkatan distribusi sumberdaya ekonomi dari sisi pariwisata untuk kawasan wisata unggulan.
Indonesia melalui PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI) telah menghasilkan rancang bangun pesawat terbang konvensional yaitu Pesawat terbang N219, dan sudah mendapatkan Type Certificate pada tahun 2020 di bulan Desember. Selanjutnya pesawat ini dikembangkan menjadi varian baru berupa Pesawat terbang N219 untuk seri Amfibi. Pengembangan akan dilakukan melalui kerjasama riset dan inovasi antara PT. DI beserta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), terutama dalam penentuan konstruksi pelampung berbahan komposit, aerodinamika dan dinamika terbang ketika terbang dari landasan perairan, maupun ketika turun dan bergerak di perairan, serta optimasi berat total pesawat setelah ditambah pelampung. Hal ini berhubungan dengan konsumsi bahan bakar dan jarak tempuh penerbangan, serta berat dan jumlah penumpang yang diijinkan.
Adapun beberapa bagian Pesawat terbang amfibi adalah sebagai berikut:
Pengembangan Pesawat konvensional menjadi pesawat amfibi, tentu memerlukan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah:
- Berat Total Pesawat. Jika berat total pesawat tidak boleh berubah, berarti adanya dua pelampung di Pesawat, dengan sendirinya akan mengurangi bobot bawaan, baik berupa jumlah orang maupun bobot barang. Pengurangan jumlah penumpang orang dan bobot barang bawaan ini disesuaikan dengan berat total dua pelampung dan tambahan perlengkapan yang diperlukan.
- Kemampuan lepas landas pesawat dan turun mengapung bergerak di perairan. Air laut maupun air sungai sebagai media lepas landas akan memberikan pengaruh tersendiri pada saat pesawat akan lepas landas terbang. Gesekan antara permukaan pelampung dengan permukaan perairan bisa menyebabkan timbulnya gaya hambat tersendiri, disamping itu juga adanya gangguan terpaan arus perairan dari sisi samping. Terpaan ini bisa menyebabkan arah lintasan lepas landas bergeser mengikuti besaran terpaan angin, dan ujung ujungnya berpotensi membahayakan keselamatan dan keamanan pesawat maupun penumpang, dan obyek potensi bahaya di luar pesawat. Sebagai antisipasinya dilakukan pengujian hidrodinamik bagi prototip pelampung maupun model pesawat utuh yang sudah terintegrasi lengkap. Pengujian ini untuk mengetahui karakteristik pesawat bersama pelampungnya ketika beroperasi di perairan.
- Material Pelampung. Perairan semisal di Laut mempunyai kadar garam yang relatif tinggi ditambah dengan mineral lain. Kondisi seperti ini berpotensi untuk mempercepat terjadinya korosi pada material logam khususnya besi. Oleh karena itu pemilihan material yang tepat sebagai bahan struktur pelampung memegang peran penting di dalam menjaga operasionalnya, agar tidak terlalu terganggu oleh pengaruh korosi yang disebabkan tercelup di perairan air laut. Biasanya dipilih material logam anti karat semisal Alumunium paduan, maupun material komposit yang bersifat ringan dan kuat.
- Efek Aerodinamik Keberadaan dua pelampung di Pesawat Amfibi tentu akan menambah luas permukaan yang dapat menimbulkan tambahan gaya hambat ketika bergerak terbang. Disamping itu stabilitas terbang juga berpotensi terganggu, untuk mengantisipasi gangguan ini, pengujian aerodinamika di Laboratorium terowongan angin wajib dilakukan. Pengujian dilakukan pada model uji pelampung sendiri, maupun prototip pesawat utuh terintegrasi dengan pelampungnya. Skala model benda ujinya disesuaikan dengan volume ruang uji di Terowongan angin. Dari pengujian terowongan angin dapat diketahui karakteristik aerodinamika dari model uji pesawat amfibi. Karakteristik ini menggambarkan perilaku pesawat sebenarnya ketika terkena terpaan angin pada kecepatan tertentu pada saat operasional penerbangan pesawat.
- Kondisi Perairan. Perairan di laut maupun di sungai yang tepat untuk digunakan sebagai bandara Pesawat Amfibi adalah perairan yang memenuhi beberapa pertimbangan, antara lain: Kedalaman dan luasnya cukup sebagai kawasan pacu untuk lepas landas Pesawat Amfibi kemudian terbang sekaligus untuk turun dan bergerak di perairan kemudian parkir. Kawasan parkir di perairan juga perlu mempertimbangkan menjadi kawasan semacam pelabuhan, agar pesawat amfibi juga bisa bergerak pindah ke kawasan parkir di darat. Arus air di bandara perairan dan aliran angin di atas perairan relatif tidak membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan pesawat terbang amfibi. Oleh karena itu uji kelayakan kawasan bandara perairan juga wajib dilakukan sesuai dengan peraturan terkait kawasan bandara perairan.
Disamping persyaratan teknik yang wajib dipenuhi sesuai dengan peraturan rancang bangun pesawat, semisal mengikuti Peraturan Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU)-Kementerian Perhubungan (Kemenhub), maupun badan penerbangan dunia semisal International Civil Aviation Organization (ICAO) dan Federal Aviation Administration (FAA), juga perlu pertimbangan dari sisi ekonomi, bisnis, budaya, dan tradisi di sekitar kawasan bandara perairan untuk Pesawat terbang amfibi, agar peran serta masyarakat meningkat, yang ujung ujungnya juga mampu meningkatkan kesejahteraan dan kecerdasan masyarakat di sekitar bandara perairan.
(Disarikan dari berbagai sumber, Atik Bintoro)